Siang ini cukup mendung. Gladys dan Fahri masih menikmati waktu di taman sambil memakan beberapa cemilan di sana.
"Di sini juga gabut euy, makan doang! Tambah numpuk nih lemak," celetuk Gladys sambil memakan cemilan terakhirnya.
"Maunya kemana?" sahut Fahri yang juga sedang memakan cemilannya.
"Nonton yuk!" seru Gladys.
Fahri langsung beranjak begitu saja tanpa menjawab sepatah kata. Gladys terperangah dengan sikap cowok itu.
"Lo bisa 'kan, jawab dulu iya apa enggak?" sergah Gladys seraya mengikuti langkah Fahri.
"Udah si, ribet lo! Tinggal ke mobil doang," ucap Fahri.
Gladys menghembuskan napas frustasi. Ia mengikuti Fahri yang masuk ke mobil. Tanpa menunggu lama, Fahri melajukan mobilnya ke tempat yang diinginkan gadis di sampingnya.
Seperti drama saja dua orang ini. Keiritan bicara seorang Fahri, membuat Gladys kualahan menghadapinya. Gerak-gerik Fahri memang bisa dibilang cepat, tapi bagaimana jika ia tidak mengatakan apapun kepada orang lain? Membingungkan.
Setelah sampai di mall, Fahri turun tanpa memedulikan Gladys yang mematung. Gladys menghembuskan napas kasar. Cowok memang begitu, ya? Tidak peka.
Gladys turun menyusul Fahri yang sudah sampai pintu mall. Dia mencoba menyejajarkan langkahnya dengan Fahri. Saat memasuki area mall, terdengar bisikan-bisikan dari cewek-cewek alay yang berjalan melewati mereka.
"Sumpah, ganteng banget!"
"Iya, keren!"
"Wah, calon suami gue tuh!"
"Boleh gue karungin gak tuh."
Dan banyak bisikan roh-roh lainnya yang membuat Gladys risih berjalan dengan Fahri. Ia memutar tubuhnya dan berlari meninggalkan Fahri. Lelaki itu menoleh, menatap Gladys yang bertingkah aneh.
"Ceweknya dramatis!"
"Sok kecakepan lagi."
"Capernya .... "
Bisikan-bisikan itu terdengar dari mulut rombeng milik cewek-cewek yang berlalu. Sebenarnya apa urusan mereka mengomentari manusia yang berlalu-lalang di sana?
Bisa diakui bahwa Fahri memiliki ketampanan di atas rata-rata. Pantas saja jika banyak perempuan yang takjub dengan ketampanan itu.
Fahri tidak meneruskan untuk memasuki mall lebih dalam. Ia memilih mengejar Gladys yang entah pergi kemana.
Cewek itu ....
Tidak lama, Fahri dapat menyejajarkan langkahnya dan menyambar pergelangan tangan Gladys.
"Lah lu ngapa? Main asal pergi aja," ucap Fahri sedikit ngos-ngosan.
"Emang lo dari tadi gak dengar apa yang orang-orang bicarain?" ujar Gladys sambil memainkan ujung bajunya.
"Kenapa?"
"Apa lo gak risih jalan sama gue?" ucap Gladys mulai merasa tidak percaya diri.
"Udah, tugas lo cuma tutup kuping buat hal yang gak penting," ujar Fahri.
Gladys terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Perkataan Fahri ada benarnya, tinggal kita tidak peduli saja pada perkataan orang-orang mengenai kita. Toh, mereka tidak pernah menjalani kehidupan kita.
"Udah, kelamaan! Filmnya bisa abis tuh," seru Fahri seraya menyambar pergelangan tangan Gladys dan membawa gadis itu pergi ke ruang bioskop.
Mereka duduk di barisan paling depan, dekat sekali dengan layar. Kali ini, mereka mencoba menonton film horor.
"Kok ... lo ... gemetaran gitu?" tanya Gladys tersengal.
"Bukannya, lo juga gemetaran ya?" Fahri malah tanya balik.
"Rasanya gue pengen kabur dari sini," sahut Gladys hampir menangis.
"Kan lo yang minta nonton film ini?" lirih Fahri.
"Gue nyesel."
"Jangan nangis dong, filmnya udah mau mulai nih," ujar Fahri yang masih saja gemetaran.
Setengah jam film berlangsung, Gladys dan Fahri menutup wajah mereka dengan kedua telapak tangan mereka. Sesekali Gladys mengintip dari sela jari.
"Uang gue mubazir buat nonton film beginian," sesal Gladys.
Fahri terdiam.
"Apa kita kabur aja dari sini?" ujar Gladys lagi.
Fahri masih terdiam.
"Nyali seupil aja gaya-gayaan minta nonton film horor!" sahut Fahri akhirnya.
"Gue cuma penasaran."
"Aaaaaaaaaaa .... "
"Aaaaaaa .... "
Terdengar teriakan dari para penonton. Fahri dan Gladys masih setia menutup wajah. Namun, anehnya Gladys ikut berteriak, meski ia tak tahu apa yang terjadi pada film ini.
Satu jam berlalu ...
Film berikutnya akan diputar. Fahri dan Gladys keluar dari ruang nonton
Mereka duduk di kursi resto mall itu. Gladys menghela napas dan memegangi kepalanya, sedangkan Fahri menatap kosong mall itu. Mereka memang parno sama film-film horor, tapi mereka menantang diri sendiri untuk berani. Alhasil, mereka hampir kehabisan napas di ruang bioskop. Sukurin!
"Gak lagi-lagi gue nonton film horor!" ujar Gladys.
"Persetan sama setan!" umpat Fahri.
"Jadi, mari kita renungkan!" ucap Gladys asal.
Fahri mengerutkan keningnya, "Aneh!"
"Lo juga."
Keduanya menenangkan diri masing-masing. Mereka ini bego natural, sudah tahu takut, tapi malah menantang.
Keheningan melanda. Gladys beranjak dari duduknya untuk pergi ke toilet. Tapi ....
"Anterin gue ke toilet, yok! parno nih," ringik Gladys.
"Ha!"
*****
iwiwiwiwi nulis pasca stuck itu gaenak sumpah. Semoga menghibur kelen semua yah...
siyuuuu, babay!
KAMU SEDANG MEMBACA
OKTOBER
General FictionElno Almansyah Pratama. Dia adalah lelaki yang paling beruntung dan juga lelaki paling brengsek. Lelaki yang dengan kasarnya membuang berlian demi remahan rengginang. Lelaki yang merusak kisah cintanya sendiri. Gladys Athela. Dia seorang gadis canti...