Untuk urusan hati siapa yang dapat menahannya jika bukan Tuhan Maha Pencipta. Fahri mulai gelisah memikirkan gadis milik sepupunya itu. Ia tidak dapat membohongi dirinya sendiri jika tidak jatuh cinta pada perempuan selembut Gladys.
Cerita romansa pada hidupnya serasa hendak bermula pada pandangan pertama. Tapi, akan ada hati yang tersakiti jika ia memulai episode baru tanpa persetujuan sepupunya. Fahri mulai bimbang dengan perasaannya. Ia masih berpikir, hendak memilih hatinya sendiri atau menyelamatkan hati saudaranya. Oh shit! cinta itu menyebalkan.
"Urusan Elno biar gue sendiri yang urus, masalah dia balik lagi dan mau ngambil ceweknya, itu urusan nanti. Gue cuma harus nepatin janji buat ngejagain cewek itu," gumamnya pada diri sendiri.
Hari libur yang membosankan. Fahri hanya luntang-lantung di kamarnya. Lagi-lagi ia bingung harus melakukan apa.
Ceklek
Pintu kamarnya terbuka, menampakkan perempuan paruh baya dengan nampan berisi sandwich dan segelas susu ditangannya.
Mamanya meletakkan nampan itu di nakas kemudian duduk di tepi ranjang.
"Libur bukannya kemana gitu, malah di kamar kaya cucian belum disetrika," celoteh Mama Fahri.
"Males, Ma. Gak punya temen juga di Indonesia."
"Masa iya gak punya temen? Kamu sekolah gak kenalan sama siapapun?" heran Mamanya.
"Cuma pacarnya Elno yang aku temuin, yang lain gak sempet kenalan, males! Apalagi pas cewek-cewek pada minta nomor hape," curhat Fahri panjang.
Fahri akan berbicara tanpa pikir-pikir itu hanya dengan Mamanya. Karena menurutnya, Mamanya-lah yang dapat dipercaya.
"PD banget kamu," celetuk Mamanya.
"Eh beneran loh, Ma. Fahri jadi populer di Indonesia," ucapnya lagi, malah membanggakan dirinya sendiri. Tapi, malah terkesan lebay.
"Jadi anak jangan kepedean kamu, diculik wewe gombel tahu rasa loh!" tegur Mamanya.
"Siapa suruh ngelahirin anak seganteng aku?" ujar Fahri tanpa ragu. "Auh ... Sakit, Ma!" Mamanya sukses mendaratkan satu jitakan di kening Fahri.
"Udah sana, ngapain kek! Oiya, itu jangan lupa dimakan!" suruh Mamanya lalu keluar dari sana.
"Hm .... " sahutnya datar.
Fahri beranjak dari rebahannya. Ia bergegas mengambil handuk yang tersampir di kapstok. Sebelum ia masuk kamar mandi, ia menghabiskan segelas susu dan sandwich yang dibawakan Mamanya tadi.
Lima belas menit berlalu. Fahri keluar kamar mandi dengan rambut yang masih basah. Ia segera mengambil baju ganti yang sudah tersedia di lemari.
****
Gladys berguling ke kiri dan ke kanan di ranjangnya. Ia sama bingungnya dengan Fahri harus melakukan apa di hari libur. Sangat-sangat menbosankan. Lebih baik sekolah dan jam kosong daripada di rumah tapi tidak berbuat apa-apa. Right?
Ia sudah mandi dari sejam yang lalu karena Bundanya memaksa untuk mandi. Jika tidak, ia bisa seharian tidak mandi di hari libur, kecuali ada yang mengajak pergi. Jorok emang.
"Gladys .... " teriak Bundanya dari depan pintu kamar. "Ada teman kamu tuh."
"Ha?"
"Teman?"
"Arventa?"
"Ngapain?"
Bukannya membukakan pintu untuk Bundanya, Gladys malah berasumsi sendiri siapa yang datang ke rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OKTOBER
General FictionElno Almansyah Pratama. Dia adalah lelaki yang paling beruntung dan juga lelaki paling brengsek. Lelaki yang dengan kasarnya membuang berlian demi remahan rengginang. Lelaki yang merusak kisah cintanya sendiri. Gladys Athela. Dia seorang gadis canti...