Kata iklan jaman dulu, 'Pertemuan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda'
Airin sampai harus membanting sebuah buku catatan keuangan yang sedang dia pegang di depan seorang customer yang datang marah-marah karena merasa ditipu oleh toko DVD tempatnya bekerja.
"Kalian jangan kaya gini donk. Masak DVD rusak kalian jual. Ini namanya penipuan! Saya tuh langganan disini udah lama, tapi koq kalian bisa merusak kepercayaan pelanggan lama." Seorang pria muda berwajah indo, bertubuh tinggi sekitar 183 cm sedang menunjuk-nunjuk wajah Airin yang berdiri tepat di hadapannya.
Airin sudah coba menjelaskan baik-baik dari tadi dan menanyakan apakah si customer sempat mencoba DVD tersebut waktu membelinya. Namun pria di hadapannya saat ini sangat tidak kooperatif. Dia terus-terusan melemparkan kemarahan dengan nada tinggi. Airin pun hilang kesabaran, dia sudah tidak peduli jika dia dipecat hari itu juga, dia hanya merasa pria di depannya ini sudah keterlaluan.
"Eh cowok, Om, Bapak, Opa, apapun sebutan kamu! Kamu emang cari gara-gara ya. Saya dari tadi ngajak ngomong baik-baik tapi kamu malah marah-marah terus. Laki-laki tapi mulut kaya perempuan. Bawel!"
"Apa kamu bilang?!!" Pria indo itu menaikkan alisnya yang tebal dan sedikit menunduk untuk mendekatkan wajah nya yang penuh amarah ke depan wajah Airin.
Airin mengedip-ngedipkan mata, bukan takut, tapi gugup karena wajahnya begitu dekat dengan si pria.
Mungkin jika dalam keadaan normal, Airin bisa meyakinkan dirinya 100% bahwa laki-laki di hadapannya itu adalah sosok pria tampan dengan perawakan sempurna, mata coklat dan hidung mancung, semua wanita pasti akan terpesona, termasuk dirinya. Namun tidak dalam kondisi saat ini. Jangankan terpesona, Airin benar-benar ingin menendang lutut laki-laki cerewet di depannya itu.
"Toko ini ngga ngajarin sopan santun ya ke pegawainya? Apa begini perlakuan kalian ke customer kalian?"
Akibat dari perdebatan ini, sampai-sampai pengunjung toko yang lain merasa tidak nyaman dan memilih untuk keluar secepatnya. Manajer toko yang baru kembali dari makan siang sampai lupa melepaskan helm yang masih dipakainya untuk melerai mereka berdua.
"Airin, masuk kamu! Biar saya yang tangani." Ferdi, sang manajer menarik tangan Airin dan menyuruhnya agar meninggalkan area tengah toko tempat perdebatan sengit itu.
Airin mundur dan segera berlalu ke pantry toko, berjongkok dengan tatapan yang masih dipenuhi amarah. Setelah beberapa saat amarahnya mulai reda, ia mulai menyesali kebodohannya karena tersulut emosi sesaat.
Mati aku kalo dipecat, mesti cari kerjaan lagi. Mau bayar kost bulan depan gimana. Aihhh Airin, goblok banget sih....
Airin menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal tanda penyesalannya.
Pikiran Airin menerawang, sejak dia kuliah di kota pelajar ini, dia memang harus mencukupi semua kebutuhannya sendiri. Dia bukan siswa pandai yang bisa mendapatkan beasiswa prestasi penuh. Satu-satunya beasiswa yang dia dapatkan adalah beasiswa untuk siswa tidak mampu yang dia ajukan setelah meminta surat keterangan tidak mampu dari RT RW dan Pak Lurah di kampungnya. Setidaknya beasiswa itu bisa sedikit menolongnya walaupun tak banyak. Ayah Airin hanyalah pekerja swasta biasa dan ibunya hanya berjualan nasi uduk di depan rumah mereka. Sedangkan Airin masih mempunyai seorang adik laki-laki yang masih SMP dan membutuhkan biaya banyak. Ketika dia memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Jogja, orang tuanya hanya memberikan uang saku 1 juta untuk biaya hidup awal di kota itu. Itupun mereka harus menggunakan uang SPP adik Airin yang sudah terlambat dibayarkan.
Airin bukanlah gadis lemah, dia sudah terbiasa hidup mandiri, ajaran dari sang ayah. Walaupun dia perempuan, dia bukan perempuan cengeng, dan tak pernah bermanja-manja kepada siapapun. Dia terbiasa aktif mengikuti kegiatan organisasi dan menjadi pengurus inti waktu dia masih SMA, yang membuatnya menjadi pribadi yang berpendirian teguh, bertanggung jawab dan kuat.
Tahun ini adalah tahun terakhir baginya. Targetnya adalah menyelesaikan skripsinya, lulus dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Dia bertekad dia harus berhasil dan bisa membanggakan orang tuanya di kampung.
Sejak dia menginjakkan kakinya di kota ini, sudah banyak pekerjaan sampingan yang dia jalani. Mulai dari penjaga warnet, asisten koki di restoran, kasir minimarket, sampai yang terakhir adalah pekerjaan yang saat ini dia jalani. Bekerja di toko DVD ini sudah di jalani di dua tahun terakhir. Dia bertahan karena selain gajinya yang lumayan, Ferdi sang Manajer toko yang juga kakak kelas nya waktu SMA, begitu baik dan sangat menjaganya. Semua teman-teman Airin bilang kalau Ferdi menyukai Airin, namun Airin merasa mereka terlalu berlebihan menafsirkan sikap Ferdi. Baginya sikap Ferdi kepadanya tak lebih karena mereka berasal dari sekolah yang sama, jadi dia menjaganya seperti itu. Airin tak berani berpikir lebih jauh mengingat banyak gadis-gadis yang menyukai Ferdi dan sering datang ke toko tanpa alasan yang jelas demi sekedar bertemu Ferdi. Pikirnya, mana mungkin Ferdi menyukainya.
"Rin."
Airin yang sedang menutup mata dan menempatkan kepalanya di atas lututnya terkejut mendengar suara Ferdi yang tiba-tiba berjongkok di sebelahnya.
"Maaf Fer, aku kebawa emosi." Ratap Airin pelan
"Untung dia mau damai. Aku ngga tau mau gimana kalo dia masih ngotot." Ferdi menatap ke Airin dari samping, "Rin, aku ngga bisa selalu belain kamu, bisa ngga kamu kurangin dikit jutek kamu itu. Cewek-cewek yang datang ke toko pada komplain loh kalo liat kamu yang jaga."
"Ya iya pada komplain, orang tu cewek-cewek pada datang kesini karena nyariin kamu doank. Mending-mending pada beli DVD, ini.... Cuman lirik-lirik ke kamu terus." Sahut Airin ketus.
Ferdi tersenyum simpul dan menggoda Airin, "Cemburu ya?"
Airin mengepalkan tangannya dan meninju lengan Ferdi. "Mulai lagi kumat gombalnya."
"Eh tapi koq tu cowok brengsek bisa diajak damai sih. Kamu apain?" Tanya Airin penasaran
"Udah aku ganti DVD nya, terus aku kasih kartu member VIP."
Menjadi member VIP artinya adalah mendapatkan free 1 DVD setiap pembelian 5 DVD dan mendapatkan free tiket konser music setiap 3 bulan sekali.
"Gila kamu ya! He doesn't deserve it. Cowok rese kaya dia dapat member VIP." Airin berdiri berkacak pinggang dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Jangan gitu Rin, dia pelanggan lama kita. Harusnya memang dia udah lama jadi VIP. Dia nya yang ngga pernah mau bikin kartu member."
"Koq aku ngga pernah liat dia?"
"Dia selalu datang pagi pas toko baru buka. Kamu kan jaga toko selalu sore pulang dari kampus. Dia kayanya ngga nyaman pilih-pilih DVD kalo banyak orang."
Airin menarik tangan Ferdi untuk berdiri dan kembali ke area depan toko. Sekilas Airin melihat di tampilan komputer toko, masih terbuka form pendaftaran member VIP yang sudah selesai Sign Up dan melihat namanya.
William Hoffman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until You Say It First
RomanceBerawal dari kesalahpahaman di sebuah toko DVD, Airin harus berhadapan dengan Boss yang rewel dan sering mengganggunya. William, laki-laki yang biasanya selalu dikejar-kejar wanita dimanapun dia berada, sekarang malah bertemu perempuan yang selalu...