Pertemuan yang Tak Diinginkan

246 31 3
                                    

"Rin, temenin aku ya ntar sore." Ajak Silvy saat Airin mengangkat telfon pagi itu.

Airin sebenarnya malas keluar karena dia ingin menyelesaikan proposal kerjasama dari sebuah Hotel berbintang di kawasan wisata kota Jogja. Rencananya Airin akan menyerahkan proposal itu besok pagi di kantor.

Semenjak terakhir kali Airin memberikan lukisan Ferdi kepada Bu Sanjaya, beliau jadi sangat percaya kepada Airin dan merekomendasikan perusahaan tempat Airin kepada kerabat-kerabatnya. Namun permintaan client baru nya ini memang agak unik, entah apa yang disampaikan oleh bu Sanjaya, namun sang owner hotel mengatakan jika iklan yang dia mau ini harus dengan design dari Ferdi. Airin masih ingat betul dengan lukisan Ferdi yang sekarang terpajang di resto milik Bu Sanjaya, sepasang tangan yang bertaut, satu tangan melingkar cincin di jari manis dan satu tangan yang lain hanya terlihat bekas sebuah cincin di jari manis yang pernah di tempatkan disitu. Bisa diartikan, jika kedua tangan itu adalah tangan sepasang kekasih yang sudah berpisah, namun masih saling mencintai. Itu merupakan representasi kisah hidup Bu Sanjaya dengan mantan suaminya yang tak sengaja terkuak karena menanyakan arti lukisan yang Ferdi buat.

Akhirnya Airin mengiyakan karena dia tidak mau mengecewakan sahabatnya.

"Tapi bentar aja Vy. Aku ada janjian sama Ferdi ntar sore."

"Belum selesai project kamu sama Ferdi?"

"Yang kapan hari sudah, tapi ini ada project baru lagi." Airin pun menceritakan detail project barunya kepada Silvy. Silvy pun mengangguk-angguk dari seberang telfon.

"Di resto yang biasa ya beib. Jam 4 sore."

"Ok, I'll be there. See you."

Tepat jam 4 sore, kedua sahabat itupun sudah duduk di resto pasta favorit Silvy. Walaupun Airin tak terlalu suka makan pasta, namun dia belum pernah menolak ajakan Silvy untuk makan disana. Itu hanya salah satu cara menyenangkan hati sahabatnya itu.

Tiba-tiba Silvy mengangkat dan melambai-lambaikan tangannya ke arah pintu masuk. Airin pun kebingungan, lalu mengarahkan pandangan mata nya ke arah yang sama. Takjub melihat sosok yang baru saja memasuki pintu itu, Airin sampai berdecak kagum dalam hati. Cantik banget ini cewek. Waktu pembagian kecantikan aku bolos kali ya.

Airin menatap nya dari atas ke bawah, gadis yang yang sedang berjalan ke arah mejanya dengan senyuman indah itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Airin menatap nya dari atas ke bawah, gadis yang yang sedang berjalan ke arah mejanya dengan senyuman indah itu. Sesosok perempuan cantik berparas campuran indo, dengan mata biru, rambut curly berwarna merah burgundy, mengenakan jaket kulit merah dibalut hot pants dan kaos hitam.

"Haiiii Emma.... How's it going dear.... " Silvy memberikan ciuman di pipi kiri dan kanan pada gadis yang dia panggil Emma itu.

"Never been better."

"Em.... Kenalin ini sahabat aku."

Airin mengulurkan tangan kanan nya dan berkenalan. "Airin."

"Emma."

Masih kebingungan dan belum sempat Airin bertanya kepada Silvy siapa Emma dan apa maksud Silvy mengajak bertemu dengannya, dari arah pintu masuk sudah masuk sosok lain yang membuat kaki Airin mendadak lemas dan gemetar.

Airin baru teringat cerita SIlvy tentang teman yang ditemuinya di Canada. Dia yakin bahwa Emma adalah orang yang pernah Silvy ceritakan beberapa waktu lalu.

William's girlfriend.

Tak kalah terkejut dari Airin, William pun terlihat hampir mundur dan meninggalkan resto itu saat mendapati Airin di meja yang sama dengan Emma. William memang ingin bertemu dengan Airin. Dia begitu merindukan Airin, apalagi setelah kejadian di café waktu itu, mereka belum pernah bertemu secara intense lagi. Beberapa minggu ini Airin selalu menghindarinya, bahkan gadis itu tanpa mempedulikan perasaaannya, malah pergi dengan lelaki lain tepat di depan matanya, dan sekarang mereka bertemu dalam kondisi yang sangat tidak nyaman ini.

"Ahhh romantis banget. Bahkan meet up sama teman pun harus diantar pacar." Seru Silvy yang bersemangat sekali melihat Emma yang datang membawa William.

"Ohh iya kenalkan ini teman aku Silvy dan ini....."

"Airin...." Potong Airin. "Pak William atasan aku di kantor, jadi tak perlu mengenalkan kami."

William hanya berdiri tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Bahkan senyum pun tidak. Hanya tatapan kaku.

"Oh really, so you know each other honey?"

Bagai disambar petir, panggilan sayang Emma kepada William barusan terdengar sangat menyakitkan di telinga Airin. Honey?

"Don't mind them Em, dari cerita yang aku dengar mereka seperti Tom and Jerry di kantor. Jadi jangan terkejut melihat muka ngga bersahabat mereka berdua."

"I see." Emma menarik tangan William untuk duduk di sebelahnya setelah beberapa saat berlalu dan William masih berdiri seperti patung.

Fly me to the moon and let me play among the stars. Let me see what spring is like on Jupiter and Mars.

Terdengar bunyi suara dering HP milik Airin dari dalam tasnya. Airin tergopoh merogoh tas nya untuk mengambilnya.

"Permisi, aku angkat telfon dulu ya." Katanya sambil berdiri meninggalkan meja.

Telfon yang entah dari siapa itu telah menyelamatkan muka Airin yang perah padam dan membuatnya bisa melarikan diri dari kecanggungan suasana itu.

"Ya Fer..... Aku lagi sama Silvy. Ngga ganggu koq.... Iya udah aku buat draftnya, besok aku presentasikan di kantor..... Ngga mau ah makan disini. Aku ngga suka pasta. Cuman nemenin Silvy aja..... Oh kamu lagi di café Rockstar."

Tanpa Airin sadari, William mengikutinya, beralasan ingin ke toilet kepada Silvy dan Emma.

"Ok Fer bentar lagi aku ke tempatmu." Dan hanya bagian ini yang didengar oleh William, membuat William salah paham dan tersulut dalam emosi.

"Apa harus kamu yang selalu datang ke kost pacar kamu? Tak bisakah kamu jual mahal sedikit kepadanya seperti yang kamu lakukan padaku?" sindir William ketus saat Airin baru saja mematikan sambungan telfonnya.

Airin menoleh mendapati William yang berdiri di belakangnya.

"Jual mahal atau jual murah, itu urusanku. Bahkan jika aku harus memberikannya secara gratis pun, itu tetap saja bukan urusanmu."

Silvy ingin menyusul Airin dan menanyakan siapa yang menelfon, namun langkahnya terhenti saat sayup-sayup dia mendengar percakapan Airin dan William.

"Mungkin kamu juga harus bilang ke pacar kamu kalo kamu juga sudah memberikan bibir kamu secara gratis kepada atasan kamu."

"Aku hanya belum sempat memberikan bill-nya. Tidak ada makan siang gratis Pak William." Jawab Airin menohok lalu meninggalkan William yang mengepalkan tangannya penuh kemarahan.

Airin terkejut mendapati Silvy yang berdiri tak jauh dari sana. Namun dia mencoba untuk bersikap tenang. Dia tau Silvy pasti juga terkejut. Bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya. Aku jelaskan nanti ya Vy.

"Vy, maaf ya aku harus buru-buru pergi. Ferdi udah nungguin aku."

Silvy meratapi kepergian Airin. Dia menyadari telah berbuat kesalahan yang sangat besar kepada sahabatnya.

Until You Say It FirstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang