Sudah dua minggu sejak Airin menjanjikan untuk bisa menyetir sendiri seusai menyelesaikan kursus dan mendapatkan SIM A. Pagi itupun, walaupun masih tegang, tapi Airin meyakinkan diri bahwa dia pasti bisa membawa mobil kantor selamat sampai tujuan dan sampai nanti kembali ke kantor lagi.
Pelan-pelan dia mengatur jarak tempat duduk, memasang seat belt, memasukkan kunci mobil dan mulai start mobil.
"OK calm down Airin. Sekarang injak kopling, masukkan ke gigi satu dan... "
Brakkkk...
Airin terkejut setengah mati karena saking tegangnya dan menyadari bahwa ada seseorang yang masuk dari sebelah kiri tempat duduknya dan menutup pintu dengan kasar.
"Good morning. Mau kemana Nona Airin?"
Mau apa manusia brengsek ini ikutan masuk di mobil.
"Bisa turun ngga? Aku buru-buru mau pergi, ngga ada waktu ngeladenin kamu." Darah Airin masih terkumpul di atas kepalanya dan dia tidak berniat untuk membuat dirinya terserang darah tinggi pagi-pagi karena kelakuan ajaib William saat ini.
"Enak aja ngusir-ngusir. Mobil ini kan mobil perusahaan. Harus ada yang ngontrol donk. Ini kan perdana kamu. Kalo ada apa-apa di jalan gimana sama mobil ini. Siapa yang mau tanggung jawab? Emang cukup gaji kamu buat bayar kerusakan?"
Lagi-lagi William menyerang titik lemah Airin soal keuangan, membuat Airin mati kutu.
"Fine....! Kamu ikut. Tapi DIEM!"
William tertawa penuh kemenangan. "OK, go ahead. You can ignore me."
GUGUP... Airin super gugup. Selain karena ini hari pertamanya membawa mobil kantor, dia juga gugup karena ada William di sebelahnya. Pelajaran mengemudi dua minggu terakhir ini terasa begitu sia-sia. Perlahan dia mengumpulkan serpihan ingatan urutan mengemudi yang terhambur di kepalanya.
Namun hal itu semakin diperberat karena pikirannya benar-benar sudah ter-distract. Dia masih tidak mengerti jalan pikiran atasan yang duduk di sebelahnya. Apa dia benar-benar banyak waktu luang sampai harus mengekori nya pagi ini. Ahhh... forget it. Bukan urusanku ini kalo dia banyak kerjaan atau ngga. You can do this Airin.
Untunglah Airin akhirnya bisa memulai perjalanan perdananya kali ini. Walaupun jarum kilometer menunjukkan angka hanya 30 KM/ Jam namun bagi Airin itu sudah langkah awal yang baik. Tentu saja sebelum William mulai mengacaukan konsentrasi Airin lagi.
"Katanya tadi buru-buru. Lah kalo begini sih, lebih cepetan siput lomba lari marathon."
Mendadak buyar konsentrasi yang sudah Airin kumpulkan. Kegugupan yang tadi sudah hilang, mulai menghampirinya lagi. Tanpa sadar kaki kanan nya mulai menekan gas lebih dalam.
40 KM
50 KM
60 KM
"Airinnnn....!! Ada mobil di depan. Awasssss....."
Dan brruuukkkkk.... Airin membanting kemudi ke kiri saat tiba-tiba sadar ada mobil melintas di depannya sehingga mobil yang sedang di bawanya menghantam sisi kiri trotoar dan menabrak sebuah pohon.
Kepala Airin terantuk bola kemudi dengan keras menimbulkan rasa sakit yang perlahan menjalar dari pelipis mata hingga leher belakangnya. Airin meraba keningnya kalau-kalau berdarah, ternyata tidak. Tapi sakitnya mulai membuat kabur matanya.
"Rin, kamu ngga papa?" Tanya William dengan sangat cemas
Airin masih terdiam tak berkata-kata.
"Kita ke rumah sakit ya. Aku panggil taxi ya. Say something Airin!"
"SHUT YOUR MOUTH William!!!" Airin berteriak keras. Badan Airin gemetar. Perasaannya campur aduk antara ketakutan dan kemarahan karena William.
Sementara itu di sisi mobil yang lain, seseorang sedang terkejut. Mungkin ini kali pertama di dalam hidupnya ada orang yang berani membentak William. Bahkan kedua orang tua nya saja tak pernah melakukan itu. William benar-benar tak bisa berkata-kata. Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Seandainya itu staff lain di kantor nya, mungkin dia tidak akan menghitung sampai tiga untuk memecat orang itu. Hanya saja, saat ini yang membuatnya bingung, dia tidak marah sama sekali, justru merasa bersalah pada Airin.
Beberapa orang mulai berkerumun di sekitar mobil, menanyakan keadaan mereka. William yang baru tersadar dari keterkejutannya pun membuka pintu mobil dan mengatakan bahwa mereka tidak apa-apa dan hanya minta dipanggilkan taxi agar bisa ke rumah sakit.
Setelah memastikan Airin sudah ada yang memapah keluar dari mobil, William meraih HP nya di saku celananya dan menelfon seseorang untuk mengurus mobil yang saat ini dalam keadaan yang memprihatinkan. Tak lama berselang, taxi yang ditunggu pun tiba, William dan Airin pun pergi ke rumah sakit.
"Bagaimana kondisinya Dok?" Tanya William cemas saat Dokter selesai memeriksa Airin.
"Tidak ada masalah, hanya shock dan memar di dahinya, untung hantamannya ke kemudi tidak terlalu keras."
William melepaskan nafas panjang, lega.
"Syukurlah."
"Dia bisa istirahat di rumah, tapi mungkin akan merasakan tidak nyaman di kepalanya, jadi tolong didampingi saja. Saya sudah meresepkan obat anti nyeri dan salep yang harus rutin di oles di dahi nya."
"Baik Dok, terima kasih."
Setelah semua kehebohan di jalan raya tadi, akhirnya William bisa benar-benar tenang karena Airin tidak mengalami luka serius. Dia pun menghampiri Airin yang sedang berbaring dengan terpejam di ranjang UGD.
"How do you feel, Rin? Kamu butuh sesuatu? Mau minum?"
Airin membuka matanya. Ada William di sampingnya, tampak raut kesedihan di matanya. Airin yang tadinya masih diliputi amarah tak tega melihat wajah William yang seperti itu. Dia pun menggeleng menyatakan dia tak butuh sesuatu.
"Aku urus adminstrasi dulu ya sama ambil obat kamu, kamu tenangin diri dulu, habis itu kita pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Until You Say It First
RomanceBerawal dari kesalahpahaman di sebuah toko DVD, Airin harus berhadapan dengan Boss yang rewel dan sering mengganggunya. William, laki-laki yang biasanya selalu dikejar-kejar wanita dimanapun dia berada, sekarang malah bertemu perempuan yang selalu...