Suasana kantor sedang super sibuk. Beberapa staff tampak mondar mandir dengan kesibukan mereka sendiri. Sepertinya sedang banyak project yang mereka kerjakan. Tak terkecuali William yang sudah beberapa kali melewati meja kerja Airin menuju ruang rapat. Tanpa menyapanya sama sekali.
Sedari Airin datang, William memang tak menganggapnya ada disana. Seolah Airin hanya seperti staff yang lain, tanpa mempertimbangkan hal luar biasa yang belum lama dilakukannya untuk gadis itu.
Hingga siang harinya setelah makan siang, saat Airin memasuki ruangan William untuk meminta tanda tangan, pria itu masih saja mengacuhkannya. Hanya memberikan tanda tangan tanpa berkata apa-apa.
Akhirnya Airin buka suara.
"Bapak ada masalah sama saya? Sepertinya sedang marah."
William yang sedang membaca proposal di tangannya, meletakkan kertas itu dan menoleh ke Airin.
"Dan sepertinya kamu senang membuat orang marah." Sindir William kecut.
"Salah saya apa? Ngga ada angin ngga ada ujan, tiba-tiba nutup telfon, terus seharian saya dicuekin. Kalo saya ada salah, silakan Bapak tegur. Kan Bapak ada hak sebagai atasan saya."
Harus diakui gadis ini memang punya nyali. Sekalipun William atasannya, tapi dia tidak takut sama sekali karena dia merasa tidak mempunyai salah.
"Kemarin jelas-jelas aku udah kirim pesan ke kamu kalo aku udah otw kesana. Bisa ya kamu malah titip makan sama orang lain."
Airin manggut-manggut. Dia baru mengerti masalahnya sekarang. Jadi laki-laki ini merasa tidak dihargai karena sudah meluangkan waktu untuk membelikannya makanan, tapi dia mendapati ada orang lain yang membantunya membelikan makanan.
"Sinting memang kamu ini. Gitu doank marah."
"Apa kamu bilang? Berani-berani nya kamu bilang aku sinting!" William terlihat berapi-api.
"Kalo emang tadi malam udah sampai kost, kenapa ngga masuk? Malah makanan aku dibuang. Bikin orang kelaparan sampai pagi."
"Kan ada burger special kamu." Cibir William.
"Burgernya buat kamu, orang gila!" ujar Airin dengan nada yang agak tinggi.
William terkesiap. Tak mengira mendapat jawaban seperti itu.
"Aaa... Aaapa? Buat aku?"
"Iya! Kamu tiap datang bawa makanan buat aku cuma satu. Makanya aku minta tolong temenku beliin burger di tempat langganan aku. Buat kamu!"
Mata Airin menyala-nyala karena emosi.
Sebaliknya William yang masih terkejut, masih berperang dengan dirinya sendiri. You're fvcking idiot William. Bisa-bisa nya kamu salah paham begini.
William menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Menyesali hal bodoh yang sudah dilakukannya.
"Don't you dare come to my boarding house anymore!"
Belum sempat William minta maaf, Airin sudah berjalan keluar dari ruangannya.
"Rinnn tunggu... Airinnn...." Berharap Airin akan menghentikan langkahnya, namun gadis itu tidak bergeming.
William semakin frustasi. Tak henti-hentinya dia mengutuk kebodohannya sendiri.
Dia harus cari cara untuk meminta maaf kepada Airin. Tapi melihat karakter Airin yang sulit ditakhlukkan seperti itu, minta maaf saja pasti tidak akan cukup. Dan sampailah William pada ide liciknya.
"Linda, tolong bilang ke Airin, nanti pulang kantor ikut saya lihat perkembangan mobil operasional di bengkel." Perintah William pada Linda sekretarisnya lewat telfon diiringi dengan senyum liciknya.
Dan benar saja, saat Linda menyampaikan hal itu ke Airin, Airin tak sanggup menolak karena dia merasa kerusakan mobil itu adalah tanggung jawabnya.
"Untung mobilnya udah didaftarin asuransi, kalo ngga kamu mau ganti gimana?"
Memulai dengan maaf sudah William coret dari list kata-katanya. Jadi kalimat itu yang muncul dari bibirnya ketika mereka sedang dalam perjalanan ke bengkel.
"Kamu seneng ya bikin orang merasa bersalah." kata Airin bersungut-sungut.
"Ya emang kamu harus merasa bersalah. Kan kamu yang nabrakin mobilnya."
Airin menatap keluar jendela. Pikiran Airin melayang pada kejadian beberapa hari yang lalu saat kecelakaan mobil yang memilukan itu. Tak bijak rasanya hanya menyalahkan William yang mengganggunya sepanjang perjalanan. Bagaimanapun juga dia yang mengemudi.
"Iya iya aku yang salah. Ini kan juga bentuk tanggung jawab aku datang liat perkembangan mobilnya."
"Tanggung jawab sama penumpang yang dibawa gimana?"
"Maksudnya? Kamu?" Airin melirik tajam ke arah William yang sedang mengemudi. William mengganguk.
"Tanggung jawab moral, membuat penumpang tidak nyaman, shock dan trauma."
"Seriusan ya kamu itu...... " Airin sampai tak tahu harus berkata apa. Bisa-bisanya William minta tanggung jawab darinya padahal jelas-jelas dia yang shock dan trauma.
"Rin..." panggil William dengan hati-hati setelah Airin agak lama terdiam
"Kenapa?"
"Emang tadi malam beneran ngga makan?"
"Ngga!" Jawab Airin kuat-kuat.
"Kenapa ngga makan aja burgernya?"
"Udah aku bilang itu aku beliin buat kamu. Jalan pikiran kamu kan ngga bisa ditebak. Kalo tiba-tiba kamu nongol terus aku makan burgernya, ntar kamu lebih ngamuk karena aku udah kenyang dan ngga bisa makan makanan yang kamu bawa."
Perasaaan William seperti terbang ke langit ke tujuh. Artinya Airin memang menunggunya semalaman. Namun tak lama dia pun merasa semakin menyesal. Andai saja dia tidak bertindak konyol seperti tadi malam. Tapi ini juga tidak ada ruginya, toh akhirnya dia tahu kalo Airin memberinya sedikit harapan. Benar kata orang, harus mengorbankan sesuatu untuk bisa mendapatkan hasil yang lebih baik.
"Maaf ya. I was so wrong." Ucap William dengan tulus.
"Gampang banget minta maaf. Udah bikin orang kelaparan, masih marah-marah lagi."
"Iya sori. Aku salah. Ya udah, permintaan maaf aku, besok aku traktir makan es krim ya."
"Oh iya, ada café Gelato yang enak."
William melirik sekilas dari kaca kecil di tengah atas mobilnya, memperhatikan ekspresi Airin yang sudah berubah ceria. Yes, umpan dimakan. Pekik William dalam hati kegirangan.
"Ok, besok aku jemput ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Until You Say It First
RomanceBerawal dari kesalahpahaman di sebuah toko DVD, Airin harus berhadapan dengan Boss yang rewel dan sering mengganggunya. William, laki-laki yang biasanya selalu dikejar-kejar wanita dimanapun dia berada, sekarang malah bertemu perempuan yang selalu...