Airin menapaki lantai keramik putih kantor 'Creative Community Advertising' dengan langkah pasti. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai lulusan S1 Public Relation dari salah satu universitas di Jogja. Walaupun dia lulus dengan IPK hanya 3,1 namun Airin cukup beruntung mendapatkan pekerjaan itu. HRD perusahaan itu bukan hanya melihat IPK, namun pengalaman kerja dan organisasi Airin ternyata berpengaruh besar terhadap berhasilnya wawancara dari tahap awal hingga akhir.
Airin berjalan dari satu ruangan ke ruangan yang lain untuk diperkenalkan ke staff-staff yang bekerja di sana. Gedung kantor advertising itu lumayan luas. Airin yang tidak terbiasa menggunakan sepatu dengan hak, merasa agak kesusahan untuk mengikuti langkah Pak Toni, manajernya. Ruangan terakhir yang ditunjukkan adalah ruang admin yang bersebelahan dengan ruang Direktur Utama. Saat selesai berjabat tangan dengan seluruh staff admin, tiba-tiba dari ruang Direktur Utama muncul sesosok pria yang tidak asing bagi Airin.
"Linda, kenapa foto iklan yang ini tidak sesuai dengan permintaan mereka? Mereka kan minta temanya Retro, kenapa jadi Futuristik begini." Pria itu membawa setumpuk kertas foto ke meja Linda sekretaris Direktur Utama.
"Oh itu, mereka telfon beberapa hari yang lalu untuk merubah konsepnya. Maaf saya lupa menginfokan ke Bapak." Jawab Linda agak gugup.
"Itu William, keponakan nya Pak Henry, Direktur Utama kita" bisik Pak Toni ke Airin. "Dia yang menggantikan Bapak disini kalo Bapak lagi keluar negeri."
Airin mengejap-ejapkan matanya tak percaya pada pemandangan di hadapannya.
Shittt, kesialan apa lagi ini. Kenapa ada laki-laki brengsek ini disini.
"Pak William." Pak Toni berjalan cepat ke arah William, "Saya mau perkenalkan karyawan baru kita."
William menoleh ke arah Airin. Pandangan mata yang tadinya sejuk tiba-tiba berubah menjadi tatapan membunuh.
Jantung Airin serasa berhenti mendadak. Semoga dia lupa sama muka ku. Semoga dia bukan orang pendendam. Semoga dia amnesia. Semoga.... Oh God, please be nice to me.
AIrin tak henti-hentinya berdoa memohon sedikit kemurahan Tuhan untuk membuat hidupnya lebih mudah. Paling tidak di saat itu.
William berjalan mendekat ke arah Airin masih dengan tatapan tajamnya. Tangannya terlipat di dadanya yang bidang. Sekilas Airin bisa melihat beberapa bulu halus yang muncul dari balik kemeja putih William dengan 3 kancing atas yang terbuka. Seksi dan menggoda.
Buru-buru Airin menggelengkan pelan kepalanya, membantunya mengembalikan kesadaran dirinya yang sempat terhanyut beberapa detik yang lalu.
William menundukkan kepalanya agar sejajar dengan wajah Airin yang 20 cm lebih pendek darinya. "Airin kan?" lalu tersenyum penuh misteri.
I'm a dead man. Batin Airin yang sekarang menyesali kebodohannya setengah tahun yang lalu di toko DVD. Bagaimana dia bisa ingat namaku. Padahal kan waktu itu aku ngga nyebutin namaku.
Airin memaksakan menarik ujung bibirnya untuk tersenyum walaupun getir. "Iya Pak."
"Pak William sudah kenal Airin ya?" Pak Toni sedikit terkejut saat menyadari William menyebut nama Airin.
"Di Department apa?" William menoleh ke arah Pak Toni untuk bertanya.
"Public Relation Pak." Jawab Pak Toni
William tersenyum lagi ke arah Airin, kali ini senyum nya jelas penuh kelicikan.
"Great, kita memang perlu staff yang ramah untuk divisi itu." William sedikit menekankan kata ramah di intonasi suaranya.
Airin tertunduk lesu. Tak berani menatap siapapun. Baginya kata ramah yang barusan di ucapkan William itu seperti ikat pinggang kulit yang dicambukkan di betisnya.
"Pak Toni, mulai hari ini, tolong laporkan kinerja tim Public Relation langsung ke saya. Sepertinya akan banyak project besar menanti dengan kecakapan formasi tim PR yang baru. Bukan begitu Airin?"
Airin merasa kepalanya sangat berat untuk diangkat, dia hanya tertunduk lesu dan tak berdaya. Dia tak bisa membayangkan bagaimana kelanjutan hidupnya setelah hari ini. Penyesalan memang tidak ada gunanya saat ini. Yang bisa Airin lakukan saat ini adalah bertahan dan menunjukkan ke atasannya itu bahwa dia mampu dan pertemuan pertama mereka waktu itu hanyalah kesalahan kecil yang pernah dia perbuat.
Langkah pasti Airin ketika memasuki gedung kantor beberapa saat yang lalu telah berubah menjadi langkah kaki yang berat. Kepercayaan diri dan semangat yang dia bawa tadi seperti tertiup angin kencang, hilang begitu saja.
Saat teman satu tim nya menanyakan bagaimana kesan pertamanya di kantor, Airin masih seperti orang linglung. Hingga bahu nya diguncangkan oleh Venni, barulah pikirannya kembali.
"Airin... tadi udah ketemu keponakannya Pak Henry?" Venni bertanya dengan antusias.
Airin mengangguk lemah.
"Ganteng kan? Penyemangat kerjaku, Prince of Persiaku." Venni terlihat sangat bersemangat memuji atasannya. Sebaliknya, Airin terlihat frustasi mendengar celotehan Venni. "Sayangnya dia ngga tiap hari disini. Dia kan masih kuliah S2. Jadi dia harus bagi waktu dengan kuliahnya."
"Hah? Serius? Jadi dia ngga tiap hari datang?" Tiba-tiba semangat Airin kembali.
"Dia Kuliah jurusan International Business, lulus S1 IPKnya 4,0. Sekarang di umur 22 tahun, dia sudah di tahun kedua kuliah S2 nya dan dia juga sibuk ngurus perusahaan Om nya ini. Luar biasa kan." Venni seperti tidak menggubris pertanyaan Airin dan sibuk menceritakan tentang William.
Airin sebenarnya terkejut karena ternyata William lebih muda darinya 1 tahun. Padahal jika dilihat wajah William sangat dewasa, terlihat seperti 3 tahun lebih tua darinya.
Airin menghela nafas. Setidaknya aku tak perlu bertemu dengannya setiap hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until You Say It First
RomansBerawal dari kesalahpahaman di sebuah toko DVD, Airin harus berhadapan dengan Boss yang rewel dan sering mengganggunya. William, laki-laki yang biasanya selalu dikejar-kejar wanita dimanapun dia berada, sekarang malah bertemu perempuan yang selalu...