Ruang terlarang

30 4 3
                                    

Kau pernah bertanya, apa yang menjadi cita-cita terbesarku. Jawabannya mudah. Kau hanya perlu bercermin dan kau akan tau jawabannya.

~Raja~

☆☆☆

Sejak sampai, aku tak berhenti memperhatikan keadaan sekitarnya. Aku tak kenapa Gabriel membawaku ke gedung tua yang terbengkalai. Aku menatap miris tatkala melihat banyak besi-besi besar yang tergeletak di lantai belum lagi, sampah yang membuat keadaan bangunan ini semakin memprihatinkan. Ku perhatikan juga, beberapa lantai sudah retak bahkan ada yang hanya tersisa tanah.

Sepertinya bangunan ini dijadikan untuk nongkrong para geng motor. Itu terlihat jelas, banyak mural yang sepertinya adalah lambang dari geng motor itu. Aku sangat menyayangkan jika gedung ini dibiarkan begitu saja, padahal lebar gedung ini lumayan besar dan pasti bisa jika ingin diubah menjadi peluang untuk lapangan pekerjaan.

"Hati-hati, Ra tangganya agak licin." Aku mengangguk.

Setelah banyak anak tangga yang kunaiki akhirnya kami sampai di lantai paling atas. Aku berdecak kagum saat melihat keadaan kota dari atas sini. Lampu-lampu yang di hasilkan dari gedung-gedung tinggi di sekitarnya seperti lampu yang sengaja di-setting. Lampu yang dihasilkan dari kendaran dibawah sana seperti kunang-kunang. Semuanya tampak indah dari atas sini.

"Ini tempat apa?"

"Ini gedung yang tadinya pingin dibuat pusat perbelanjaan tapi, enggak tau kenapa berhenti gitu aja padahal sedikit lagi tempat ini jadi." Aku hanya mangut-mangut.

"Kamu sering main ke tempat ini?"

"Iya, dulu ini tempat aku main sama teman sekolahku yang lama."

Aku mengerutkan dahi, "kamu masuk geng motor?"

Gabriel terkekeh, "bukan. Mural yang kamu lihat tadi, itu geng temanku."

"Sekarang kamu masih berteman dengan temanmu yang masuk geng motor itu?"

Gabriel mengangguk.

"Kamu enggak takut keseret masalahnya? Ya, kan geng motor itu terkenal dengan orang yang ... berandalan."

"Ra, selama ini mungkin kamu ngira geng motor itu berandalan, itu karena kamu hanya pakai satu sudut pandang, coba kalo kamu mau buka lebih lebar pikiranmu, kamu pasti bisa nemuin sisi baiknya, " ada jeda, "terkadang enggak semua hal bisa kita nilai dengan satu sudut doang Ra dan aku yakin kok nggak semua geng motor itu berandalan. Buktinya selama aku berteman dengan dia, aku nggak pernah kebawa masalahnya, malahan dia sering ngebantu saat aku ada masalah."

Aku hanya tersenyum canggung. Malu.

"Oh, ya! Kamu mau liat bintang enggak?"

Aku mengangguk seraya menerima uluran tanganya. Gabriel membawaku ke ujung bangunan setelahnya ia membuka kain berwarna hitam yang isinya---

"Itu teleskop?"

Gabriel mengangguk, "mau coba?"

"Boleh?"

Dia tersenyum seraya menggeser tubuhnya mempersilakanku untuk mencoba teleskopnya. Aku tak berhenti tersenyum saat berhasil melihat bintang sedekat ini dengan kedua mataku.

"Bintangnya bagus." Aku berucap tanpa menghentikan kegiatanku, melihat bintang.

"Aku suka kamu."

Aku membeku seketika, tubuhku serasa lumpuh. Suaraku hilang entah kemana. Seketika aku merasa oksigen di sini menghilangkan. Aku sama sekali tak berani menatapnya, jadi yang kulakukan hanya diam seperti seseorang yang kehilangan kemampuan untuk berbicara.

Double R {Terbit✓}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang