31

1.1K 66 11
                                    

" Des? " panggil mas Juna saat dirinya menemukan ku tengah menyiapkan sarapan untuk dirinya di meja makan.

" Hm? " sahut ku singkat.

" Kenapa udah bangun? Istirahat lagi deh? Ya? Biar mas yang nyiapin sarapan. " ucap nya memandang ku tak nyaman.

" Gak usah mas. Udah kok. Mas makan dulu ya sebelum berangkat ngantor. Sakit nanti kalo sarapan di tunda - tunda. " ucap ku mengalihkan pandangan ku dan tak mau menatap suami ku.

Aku tak ingin membuat dirinya khawatir dan merasa bersalah karena melihat ke dua mata ku yang begitu bengkak. Akibat terlalu lama menangis kemarin malam.

" Masih gak mau mandang gue ya? Jelas lah! Siapa yang masih mau mandang orang yang nyakitin hatinya. Padahal gue udah nyakitin Desyca. Masih aja seperhatian ini. " Batin mas Juna dengan hati yang sedikit sakit.

" Masak apa sayang? " tanya mas Juna lembut. Mengesampingkan rasa perih hatinya karena penolakan ku yang tak mau memandang dirinya.

" Gak banyak kok. Maaf ya mas. Aku gak masak banyak. Aku telat bangun. " ucap ku pelan.

" Segitu takutnya sama gue sekarang. Maafin mas, sayang. " ucap mas Juna berbisik dalam hatinya dan memandang diri ku dalam diam.

" Gak papa sayang. Ini udah cukup. Makan sama mas ya? Mas kangen makan sama kamu. " pinta mas Juna pada ku. Mencoba berharap aku mau menerima ajakannya untuk sarapan bersama.

" Mas makan duluan aja. Aku mau nyusuin Nata dulu. Kalo dia bangun, takutnya nangis. Kasian mas kalo dia ribut. " tolak ku menggeleng dengan perlahan. Berusaha bernada suara seperti biasa.

Apalagi Nata sedang tertidur pulas di kamar. Aku beruntung, kemarin malam Nata sama sekali tak rewel dan tak berisik. Sepertinya dirinya cukup mengerti kondisi ku yang sedang dalam kondisi tak bagus dan kelelahan.

" Gue di tolak lagi. Pasti ucapan gue kemarin begitu nyakitin hati Desyca. Gak biasanya dia menolak gue. Gue jahat sama Desyca ternyata. " batin mas Juna. Dirinya merasa seakan - akan hatinya di remas keras dan begitu sakit karena penolakan ku untuk kesekian kalinya pada dirinya.

" Oh ya mas. Sekalian. Kalau boleh aku minta tolong, aku mau titip surat ini ya ke Boscha. Tapi kalau mas sibuk, nanti biar aku kirim lewat jasa ojek online aja. " ucap ku lagi menambahkan.

Sembari menyerahkan surat yang sudah berada di dalam amplop pada dirinya. Membuat dirinya mengerutkan keningnya. Memandang surat beramplop di tangan ku ini.

" Surat apa ini sayang? " tanyanya bingung. Mengesampingkan rasa sedihnya karena penolakan ku.

" Itu surat pengunduran diri ku di Boscha. " sahut ku tersenyum tipis. Membuat dirinya langsung memandang ku dengan tatapan tak percaya.

" Pengunduran diri? Resign? Kamu resign? Kenapa Des? " tanyanya bertubi - tubi pada ku tanpa jeda.

" Iya, aku mau resign. Enggak papa sih sebenernya. Aku udah lumayan lama kerja di sana. Dari kita awal nikah. Sampe sekarang. Umur Nata udah nyaris setahun. Aku udah bosen mas. Lagian, mas bener. Aku harus lebih mentingin Nata sama mas sekarang. Di tambah lagi, gaji mas selama ini lebih dari cukup buat kita bertiga. Aku gak mau maruk mas. Aku mau jadi ibu rumah tangga aja. Nemenin Nata, nemenin mas di rumah. Biar fikiran ku gak kebagi - bagi. " sahut ku tersenyum tipis.

Dengan segera, membuat mas Juna langsung menarik amplop itu dari tangan ku. Dan menyembunyikannya di belakang tubuhnya. Membuat ku bingung dengan ulah nya yang tiba - tiba mengagetkan ku ini.

" Enggak. Enggak Des. Surat ini gak akan pernah keluar dari rumah. Mas gak akan izin kan kamu resign dari Boscha, Des. Mas akan bakar surat ini. Anggap surat ini gak pernah ada, Des. " ucapnya menggeleng kuat dengan wajah yang pucat pasi. Tersadar jika pengunduran diri ku ini karena ulah nya kemarin malam pada ku.

304 TH STUDY ROOM 02 (FAN FICT) (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang