11

1.2K 69 15
                                    

" Mas, bentar dulu. Desyca mau ngomong. " ujar ku saat mas Juna baru saja akan beranjak pergi ke dapur dan menarik tangannya dengan perlahan untuk kembali duduk di sofa, tepat di samping ku.

" Lho, kenapa? Baru juga mas mau masakin makanan buat kamu? " tanya mas Juna bingung sembari mengusap pipi ku perlahan dengan tangannya yang satu lagi. Aku pun langsung menutup ke dua mata ku sembari meyakinkan diri ku untuk mengatakan semua ini pada dirinya.

" Desyca boleh minta sesuatu sama mas? " tanya ku tak menjawab pertanyaan, malah membalas pertanyaannya dan semakin membuat keningnya berkerut tak mengerti. Aku pun membuka ke dua mata ku dan menatap dirinya sendu.

" Boleh. Memangnya mau minta apa sama mas? " sahutnya melembutkan suaranya lagi.

Apa lagi dirinya menangkap raut sendu yang bersarang di wajah ku. Dapat ku lihat dirinya sedikit mulai khawatir karena melihat raut wajah ku yang seperti saat ini.

" Kalo aku minta, mas bakal turutin? Mas bakal ngelakuinnya? " tanya ku lagi tak puas, tetap meminta kepastian dari dirinya.

" Iya. Mas bakal kabulin apa pun kemauan kamu, mas bakal ngelakuin apa pun asal bisa bikin kamu seneng. Sesuai dengan kemampuannya mas tapinya. Memangnya mau minta apa sih sama mas? " tanyanya bingung dengan ulah diri ku yang tak biasanya seperti ini.

*****

" Desyca mau pisah sama mas. Desyca mau minta cerai sama mas Juna. " ujar ku bersuara mantap sembari mengalihkan pandangan ku ke arah lain, agar aku tak memandang ke arah mas Juna. Aku berani bersuara setelah aku terdiam cukup lama dan memandang dirinya lekat.

" Apa? coba ulang? Mas takut salah denger, Des. " ucapnya dengan wajah pias.

" Mas gak salah denger. Desyca memang mau minta cerai sama mas. Sekarang juga. Aku mau pisah sama mas. " ujar ku mengulang ucapan ku. Aku sedikit meruntuki diri ku yang bersuara semakin pelan dan seolah - olah tak yakin dengan ucapan ku barusan.

Dapat ku rasakan mas Juna menghela nafas panjang dan beranjak duduk semakin merapat mendekat ke arah ku. Aku yang tak berdaya untuk bergerak menjauh pun akhirnya memilih untuk berdiam diri tanpa berpindah posisi.

" Becanda ya Des? cerai jangan di jadiin becanda sayang. Gak bagus. " tegurnya lembut pada ku.

" Aku gak becanda mas. Aku serius. Ngerti gak sih mas! " sahut ku tetap tak mau memandang dirinya.

Bahkan aku justru malah tersulut emosi karena aku di anggap bercanda oleh dirinya. Sehingga tanpa sadar, aku membentak dan menaikkan suara di hadapan suami ku sendiri. Hal yang tak pernah ku lakukan selama ini. Bahkan sejak kami dekat dulu, jauh sebelum kami berdua menikah.

" Hey, liat wajah mas dulu. " ucapnya lembut sembari menarik dagu ku perlahan agar aku memandang dirinya yang berada tepat di samping ku.

Kini dirinya mengubah posisi duduk ku menghadap dirinya. Dan mas Juna juga mengubah posisi tubuhnya sehingga kami berdua saling berhadapan di atas sofa.

Dirinya sama sekali tak ikut tersulut emosi seperti ku. Bahkan mas Juna lah yang saat ini mencoba untuk menyabarkan dan menenangkan ku yang tengah tersulut emosi.

" Bener mau minta cerai sama mas? " tanya dirinya lagi perlahan seraya menatap ke dua mata ku dan menguncinya di sana. Aku pun menganggukkan kepala ku ke arah dirinya. Aku akhirnya memberanikan diri ku untuk memandang wajah teduh miliknya.

" Kenapa? mas ada salah sama kamu ya? " aku menggeleng.

" Atau mas pernah gak sengaja kasar ya sama kamu? " aku kembali menggeleng pelan.

" Mas gak pernah muasin kamu lahir batin atau pun di ranjang, Des? " tanya dirinya lagi dan membuat aku menggelengkan kepala ku untuk ke tiga kalinya.

304 TH STUDY ROOM 02 (FAN FICT) (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang