23

1.2K 66 4
                                    

" Des. " panggil mas Juna saat aku tengah asik menonton film di televisi.

" Ya mas? " tanya ku tetap memandang televisi tanpa menghiraukan dirinya.

" Des. " panggil dirinya lagi untuk ke dua kalinya sembari merebahkan kepalanya di paha ku yang terbalut celana pendek selutut.

" Hm? Kenapa? " tanya ku akhirnya memandang dirinya yang tengah berebah di paha ku.

" Mas udah nelpon mamih sama papih. Bilang kalo kamu udah hamil. " beritahu diri nya pada ku. Membuat ku mengusap wajah tampan nya yang kini juga sedang memandang ku.

" Terus? Gimana? Pasti heboh deh si mamih. Ya kan mas? " ujar ku mengerutu dan membuat dirinya tertawa karena apa yang ku ucapkan ini benar adanya. Apalagi aku bukannya tak hafal dengan sifat orang tua ku yang satu itu.

" Iya Des. Heboh pake banget malah. Dellon juga tuh. Pengen banget ke sini nanti pas kamu lahiran katanya. " ujar mas Juna mengiyakan ucapan ku.

" Tuh kan bener. Trus papa sama tante Meri? Udah di kasih tau belum mas? " tanya ku lagi.

" Belum. Harus ya di kasih tau? " ujar mas Juna terdengar malas.

" Mas, kan udah baikan sama papa sama tante Meri. Kasih tau dong. Pasti seneng deh mereka udah mau dapet cucu dari mas Juna. Lagian Manda sama Adel pasti ikut seneng mau punya ponakan dari mas. " ujar ku tersenyum simpul sembari mencoba memberi dirinya saran. Aku pun terus menyisir dan memainkan rambut hitamnya dengan jari jemari ku seperti biasa yang ku lakukan pada dirinya.

" Gitu ya? Haish. Mas malas sebenarnya Des. " ucapnya jujur pada ku mengatakan yang sebenarnya.

" Ayo dong mas. Ya? Kasih tau papa sama tante Meri. " ujar ku merayunya dan membuat dirinya memandang ku tajam.

" Ya udah, cium tapinya. Baru mas mau nelpon. " ujar mas Juna akhirnya.

Aku yang tahu jika dirinya tak akan menyerah sebelum mendapat apa yang dirinya inginkan pun akhirnya menundukkan kepala ku dan mulai melumat bibirnya dengan perlahan.

Mas Juna yang mulai mendapat ciuman dari ku pun mulai menahan kepala ku dengan salah satu tangannya dan membuat ku beberapa kali menepuk bahunya sedikit keras karena posisi seperti ini membuat ku agak khawatir jika menyakitkan untuk perut ku yang sekarang sudah berisi.

" Mas. Kasian anak mu. Gimana sih. " tegur ku setengah menggerutu dan membuatnya tertawa pelan.

" Maaf baby. Ayah kangen bibir bunda mu. " ujarnya mengelus perut ku beberapa kali dengan satu tangannya seolah berbicara dengan anak kami berdua. Sedangkan tangannya yang lain mulai mengelus punggung ku dengan perlahan.

" Kebiasaan kan. " ucap ku datar dan membuatnya kembali tertawa. Jujur saja, kehamilan ku ini semakin membuat mas Juna sering tertawa. Membuat dirinya lebih tampan berkali - kali lipat.

" Maaf Des. Sakit banget ya? " ujarnya bertanya sembari memandang ku dengan sedikit rasa bersalah yang bersarang di wajahnya.

" Ngilu mas. " keluh ku mengaku. Dan ucapan ku ini berhasil membuat semakin memijat pelan punggung dan pinggang ku karena ulah nya ini.

" Maaf ya sayang. " ucapnya benar - benar menyesal karena melihat ku yang sedikit kesakitan akibat menunduk terlalu dalam.

" Gak papa. Jangan lagi mas. Kasian baby nya. Kalo mau cium mas aja yang ngangkat kepala. " ujar ku dan membuat dirinya menganggukkan kepala.

" Iya bunda. " ucapnya mencium perut ku lama dengan tawa yang berderai.

" Mau panggilan ayah bunda mas? " tanya ku pada dirinya setelah sekian lama terdiam dengan tetap memandang wajahnya yang mengusak - usak wajahnya di perut ku. Apalagi saat dirinya tadi bicara dengan perut ku, dirinya menyebutkan ayah dan bunda.

304 TH STUDY ROOM 02 (FAN FICT) (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang