Sepasang Kekasih

108 10 0
                                    

Suasana semakin mencekam, kedua sahabat Rayya kian hanyut terbuai hening malam yang detik itu sama sekali berbeda dengan perangkap aural yang begitu mistis menguasai diri Rayya.

Rayya masih tetap bertahan akan menghadapi sendiri distorsi mistis malam itu. "Aku masih memiliki keberanian yang cukup," bisik bathinnya.

Sesaat kemudian Rayya memberanikan diri pindah dari atas kasur menuju sisi pintu kamar. Dia sengaja duduk di lantai kamar itu, berkonsentrasi penuh mencari darimana arah datang misteri aural yang sejak tadi merasuk ke ruang pendengarannya.

Denting musik klasik yang semula terdengar, kini semakin didominasi oleh alat musik gesek dan paduan suara dari dimensi kegelapan. Suara-suara itu tidak datang dari arah atas, bawah, kanan, kiri, depan, atau belakang dirinya.

Sensasi aural itu seakan datang dari dalam dirinya. Laksana sedang menggunakan earpod terbaik dengan fitur noise cancelling di era disruptif hari ini. Tapi ... peristiwa itu terjadi pada tahun 1987! Masa dimana mahasiswa tingkat akhir masih menyelesaikan skripsi mereka dengan mesin ketik Brother 80 kolom!

Tak ada suara ambien yang terdengar dari luar dirinya. Detak jantung Rayya meningkat 10% dari kondisi normal, dan ia mulai diraba perasaan cemas. 

"Apakah pendengaranku bisa kembali normal setelah ini?" bathinnya bertanya.

Sesaat kemudian terdengar suara detak langkah di antara alunan musik misterius itu. 

"Langkah dua orang ... pria dan wanita dewasa ... datang dari kejauhan dan semakin mendekat," bathin Rayya meraba syak wasangka.

Suara langkah itu kian mendekat seiring denting musik klasik yang kembali mendominasi pendengaran Rayya.

Dalam hitungan detik sesudah itu, Rayya melihat seberkas cahaya datang dari atas dan langsung menerangi seluruh ruang makan. Tanpa sadar Rayya menggeser duduknya semakin mendekat ke pintu kamar yang langsung berbatasan dengan ruang makan itu. 

Tiba-tiba saja Rayya menyaksikan sepasang kekasih dari ras Kaukasoid berjalan ke arah tengah ruang makan. Anehnya seluruh perabot di ruang itu sirna entah kemana, hanya tersisa lantai dansa yang terasa sangat luas diterangi cahaya berwarna.

Sang pria terlihat membungkukkan tubuh bagian atasnya, memberi hormat kepada wanita pasangannya. Mereka tetap saling berpegang tangan, selepas pria itu mencium lembut punggung tangan si wanita.

Sepasang kekasih itu nampak bersiap untuk berdansa. Lengan kanan pria itu nampak merangkul lembut pinggang ramping kekasihnya. Jarak antar mereka semakin mendekat. 

Kini tangan kiri wanita itu memegang puncak bahu kanan si pria, sedangkan tangan kanannya digenggam erat tangan kiri sang kekasih. 

Ruang makan bak ballroom yang dipenuhi pendar cahaya berwarna itu mulai bergema oleh iringan slow waltz yang terdengar sangat kuno, sekaligus menebar romantisme kegelapan dari masa lampau.

Sepasang kekasih itu mulai menari penuh romansa. Mereka berputar searah dan terkadang setengah melayang. Mata mereka selalu saling menatap. Wajah keduanya nampak seputih lilin, begitu pula dengan setiap permukaan kulit mereka yang tak tertutup pakaian.

Rayya coba menajamkan pendengarannya. "Vienese Waltz, sepertinya?" bathin Rayya sambil memiringkan kepalanya ke arah ruang makan.

Keduanya nampak berasal dari kalangan Society of fined-dressed people dengan educated manners dari penghujung abad 18.

"Tapi mengapa pakaian mereka seakan datang dari era viktoria?" bathin Rayya meraba dugaan.

Rambut pirang wanita itu digelung ke atas dengan beberapa pita hias pengikat. Gaun panjang kebiruannya terbuka lebar di bagian bahu dan punggung, tapi bagian bawahnya melebar penuh lipatan acak hingga menutupi permukaan lantai dimana dia berdiri. Suara ujung gaun yang menyapu permukaan lantai, meninggalkan suara gesekan yang begitu ritmis di antara ketukan hak sepatu yang dikenakan wanita itu.

Sang pria mengenakan tuksedo kehitaman dengan single vent di bagian belakang, sangat serasi dengan tubuhnya yang tinggi. Kemeja putih dengan wing collar melengkapi tampilan pria yang mengenakan double breasted vest itu. Sepasang sepatu kulitnya terkadang berkilau ditimpa cahaya.

Sepasang kekasih itu berdansa dengan gerak memutar ke segala arah, terkadang seakan setengah berlari dan melompat, di lain waktu mereka hanya berputar pelan mengitari lantai dansa dalam posisi berdekap erat seirama tanpa larian atau lompatan seperti gerakan sebelumnya.

Musik yang mengiringi mereka semakin menebar romantisme sebirama dengan gaun yang mereka kenakan.

TARIAN BERDARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang