Sabtu pagi, Yusa dan Rayya mengantar Jojo yang memutuskan untuk pulang ke Palembang karena ada acara keluarga.
"OK hati-hati dijalan," ujar Rayya sambil melambaikan tangan.
"Satu atau dua minggu aku balik lagi kok," ujar Jojo.
"Sipppp ditunggu," balas Yusa.
"Terima kasih," ujar Jojo.
Ketika Yusa dan Rayya tiba di rumah Pungki, ternyata kedua sepupu Yusa itu telah tiba lebih dulu di rumah.
"Nahhh ... ada Rayya," ujar Pungki.
"Nginep di sini aja malam ini," ajak Pungki.
"Jadi besok shubuh kita udah bisa tiba di rumah guruku," ujar Pungki menambahkan.
"Bagus juga sih ... gimana, Ray?" tanya Yusa.
"Tapi aku gak bawa mobil hari ini," ujar Rayya.
"Gak masalah ... lagian lebih aman naik kendaraan umum ke rumuh guruku," ujar Pungki.
"Emang dimana tempatnya? tanya Rayya.
"Di daerah Pelamunan, Serang, Banten," jelas Pungki.
"Wah lumayan jauh," ujar Rayya membayangkan perjalanan ke daerah yang dituju.
"Makanya ... mending nginep sini aja," cecar Pungki.
"Yaudah boleh deh," jawab Rayya.
"Rencana berangkat jam berapa, Pung?" tanya Rayya.
"Idealnya sampe sana sebelum shubuh," jelas Pungki.
"Bussseeettt ... gak tidur lagi dong malem ini!" potong Yusa.
"Kali aja ketemu lagi," ujar Pungki sambil melirik Rayya.
"Capek deh!" cetus Rayya.
Hahaha ... mereka bertiga tertawa lepas.
"Aku justru mau minta tutup mata ketiga, makanya ikut ke Plamunan," ujar Rayya.
"Iya tenang aja," ujar Pungki menghibur Rayya.
"Tapi malem ini nonton tarian berdarah lagi dong," ujar Yusa sambil tertawa.
"Bosen ... gitu-gitu aja ... terlalu viktorian!" ujar Rayya sekenanya.
"Sombong!" ujar Yusa sengit sambil mengingat wajah ketakutan Rayya pada malam kejadian itu.
"Yakin mereka bukan vampire, Ray?" tanya Pungki.
"Ya gak-lah ... kejauhan mereka kemari ... lagian persaingan udah terlalu jenuh?" ujar Rayya berargumen.
"Besaing sama hantu lokal?" tanya Yusa.
"Aedes aegypti," ujar Rayya sambil menyalakan sebatang jarum super.
"Sial ...!" ujar Pungki merasa terkecoh dengan jawaban Rayya.
"Jin itu bisa meniru apapun wujud fisik yang kita takuti," ujar Pungki.
"Tapi mengapa malam itu muncul sebagai sepasang kekasih yang berdansa?" tanya Rayya.
"Mereka bukan wujud yang aku takuti," tambah Rayya.
"Betul juga," ujar Yusa menyimak pembahasan itu.
"Yakin?" tanya Pungki.
"1000% ... yang aku takuti adalah pengalaman paroptic perception itu," ujar Rayya meyakinkan Pungki.
"Repot juga ya jika tak bisa dikendalikan," ujar Yusa.
"Aku malah pengen punya kemampuan seperti itu," ujar Pungki sambil tersenyum.
"Dasar klenik!" ujar Yusa.
"Aku yakin mereka gak akan muncul malam ini," ujar Pungki.
"Kok bisa?" tanya Yusa.
"Kan ada aku!" ujar Pungki dengan angkuhnya sambil tertawa lepas.
"Awas ada Priti!" ujar Yusa.
"Ssssstttt," ujar Pungki.
"Makan malam jajan aja, ya?"ujar Priti.
"Ya kita beli yang lewat aja," balas Pungki.
"Pasti mau nonton tv," ujar Rayya.
"Mau tidur sepuasnya ... capek urusan kantor," jawab Priti.
"Selamat beristirahat," ucap Rayya.
"Belum!" cetus Priti.
"Selamat beristirahat nanti," balas Rayya.
"Terima kasih nanti," jawab Priti.
Hehehe ... Pungki dan Yusa menertawakan dialog Priti dan Rayya yang gak penting.
Malam itu Pungki, Rayya, dan Yusa sengaja tidur lebih cepat agar bisa berangkat tepat waktu ke daerah Pelamunan, Serang, Banten.
Alhamdulillah malam itu Rayya tak mengalami gangguan berarti, kecuali sempat terdengar denting piano klasik di oktaf keenam. Itu pun hanya berlangsung beberapa detik, setelah itu Rayya tertidur dan masuk ke fase non rapid eye movement -- tidur tanpa bermimpi!
KAMU SEDANG MEMBACA
TARIAN BERDARAH
ParanormalRayya menyaksikan sepasang kekasih dari ras Kaukasoid sedang menari di ruang makan rumah sepupu sahabatnya. Mereka berputar searah dan terkadang setengah melayang. Mata mereka selalu menatap ke arah Rayya tanpa berkedip di tengah gerak tari mereka.