7.Aku Ingin Bahagia

25 14 5
                                    

"Jika tidak bisa memberikan kebahagiaan, setidaknya jangan buat aku menangis."
-Btari Indraswari-

📌📌📌

"Mas, kalau boleh biar aku pergi dari rumah ini, aku capek mas. Capek menjalankan drama yang tidak tahu sampai kapan, capek berdebat entah sampai mana ujungnya."

"Pura pura bahagia itu lelah mas."

"Kamu mau kemana?"
Tanya Reyhan saat Renata berjalan ke arah lemari, merapikan pakaian ke dalam koper.

"Aku mau pergi, aku muak melihat muka mas dan tolong lepasin tangan aku, aku mau pergi, lepas mas!"

"Renata dengerin mas, mas nggak akan biarin kamu pergi lagi. Kasihan anak anak," Reyhan perlahan melepas tangan Renata.

"Kasihan? Mas bilang kasihan? Tapi mas nggak pernah kasihan sama aku mas, aku tersiska hidup sama kamu mas, apa kamu nggak bisa ngertiin perasaan aku?"

Renata menangis, dia tidak bisa membendungnya lagi. Ucapan istrinya menusuk ulu hati Reyhan membuatnya tertunduk seketika. Dirinya diruntuki rasa bersalah. Bersalah karena sudah menjalin pernikahan, nyatanya istrinya tidak bahagia melainkan tersiksa.

"Aku ingin hidup bahagia mas? Aku ingin hidup bahagia."

"Hatiku capek mas, harus sampai kapan aku berusaha mencintai kamu mas?"

"Harus sampai kapan?"

Tubuhnya melemas, suaranya begitu lirih. Tanpa pikir panjang, Reyhan menarik tubuh Renata dalam dekapannya. Renata menangis disana mengeluarkan rasa sakitnya lewat air mata, hatinya begitu terluka.

"Sampai kapan aku begini mas? Aku hanya pura pura bahagia padahal aku menderita mas, harus sampai kapan hiks ..hiks."

Kalimat itu tanpa disengaja membuat hati Reyhan teriris, dia tidak tega melihat Renata menangis. Dia tersiksa sendiri. Tangan kekar itu terus mengelus punggung perempuan berambut panjang itu lembut, dia menangis seketika, dia merasa seperti orang yang sangat jahat karena tega melukai hati seorang wanita. Sesulit itulah seorang Renata membuka hati?

Taripun menatap nanar kepada mereka berdua, faktanya keluarganya memang sulit untuk bertahan lebih lama. Sesak rasanya harus menerima kenyataan sepahit ini, mampukah dia menghadapi ini semua, sungguh berat rasanya.

Ingin sekali Tari menemui kedua orangtuanya, namun dia urungkan melihat mereka dari balik pintu. Agar mereka berdua saja yang menyelesaikan masalah pribadi. Dia masih kecil.

"Baiklah, biarkan mas pergi, mas tidak ingin kamu terluka, mas ingin kamu bahagia. Mas sayang sama kamu."

"Biarkan mas saja yang pergi."

Renata mendongak, perlahan Reyhan melepas pelukan tersebut. Benarkah apa yang dikatakan suaminya?

Reyhan menghapus air mata yang lolos begitu saja, dengan berat hati dia mulai mengemasi pakaian. Tari menggeleng, sedang tangis Renata mulai reda.

Tari melangkah menemui Reyhan yang sedang sibuk menata pakaian ke dalam koper. Setelah selesai, dia menatap Renata yang hanya tertunduk diam, dan beralih melihat putri manisnya. Seketika dia terkejut melihat Tari tiba tiba ditengah tengah mereka.

"Pah, papa bercanda kan? Papa nggak mungkin pergi dari sini kan?"
Tanya Tari berusaha bahwa semua akan baik baik saja.

Reyhan hanya diam, dia tidak tahu kalimat apa yang harus dia lontarkan.

"Jawab pah?" Tanya Tari penuh penekanan.

Tari meraih tangan Reyhan, "Pah, papah, papa aku mohon jangan pergi."

Tenggorokan Reyhan begitu tercekat, dia berusaha setengah mati supaya tidak menangis didepan tari, karena hal itu pasti membuat Tari terluka.

"Maafkan papa sayang, papa harus pergi"

Tubuh Tari membeku, perlahan Reyhan melepas genggaman Tari. Berat, namun sekarang Reyhan harus melangkah pergi. Sebelum benar benar keluar. Dia menatap sang istri yang terlihat pasrah akan kepergiannya.

Tari membalikan badan, Reyhan benar benar pergi. Dan Renata hanya diam. Tari menggeleng tidak habis pikir, dia menemui Renata dengan tatapan nanarnya.

"Mah, lihat mah! Papa pergi mah, dan kenapa mama diam saja."

Renata menunduk tidak kuat melihat Tari menangis.

Tari mengoyangkankan tubuh Renata, "Mah lihat papa, kenapa Mama diam saja, mah jawab mah."

"Kejar papa mah, jangan sampai papa pergi."

"Mah."

"Mamah." Gertak Tari dia menangis melihat Renata seperti ini, seolah dia senang melihat kepergian Reyhan. Sungguh memilukan.

•••

Tari segera berlari mengejar Reyhan menuruni anak tangga tanpa ada rasa sakit di kakinya. Semua rasa sakit sudah masuk kedalam hati melihat keluarga berantakan seperti ini.

"Pah, pah tunggu pah."

Reyhan menghentikan langkah membalikan badan melihat Tari berlari ke arahnya. Tanpa aba aba putri manisnya itu berhambur memeluknya. Menangis dalam pelukan, membagikan kesedihan didepan Papa.

"Pah, aku mohon papah jangan pergi pah. Aku sayang banget sama papa." Tari terisak mengeratkan pelukan begitu juga dengan Reyhan.

Perlahan Reyhan melepas pelukan menatap intens wajah Tari. Menghapus setiap air mata yang terus keluar dari pelupuk mata.

"Sayang, papa juga sayang sama kamu. Sayang sama mama dan juga Nafis, makanya papa harus pergi, biar mama bisa bahagia tanpa kehadiran papa, ya?"

Tari menggeleng cepat, "Bagaimana dengan aku dan Nafis pah, apa bisa hidup bahagia jika papa pergi pah?"

Hati Reyhan tersentak, kenapa anaknya berkata seperti itu?

"Pah, kenapa hidup aku nggak pernah bahagia pah, dulu waktu kecil mama pergi dan sekarang papa yang pergi? Jika tidak bisa memberikan kebahagian setidaknya jangan buat aku menangis."

"Aku ingin punya keluarga rukun pah, kaya temen teman, mereka hidup sederhana tapi mereka bahagia pah."

Reyhan menangkup wajah Tari, tenggorokan terasa tercekat melihat putrinya menangis seperti ini. "Maafkan papa jika selama ini belum bisa kasih kamu kebahagiaan,"

Reyhan menghapus air mata Tari, "Maaf papa harus pergi."

Badan Tari melemas seketika Reyhan melengos begitu saja dari hadapannya .

"Pah."

"Papah." Teriak Tari sambil berlari mengejar Reyhan yang kini masuk ke dalam mobil.

"Pah." Tari menepuk nepuk pintu mobil.

Hal itu membuat Reyhan menatap Tari nanar, dirinya diselimuti rasa bersalah. Namun, ini adalah yang terbaik. Lalu dengan mengucap bismillah dia menancap gas segera berlalu dari sana meninggalkan anak pertamanya menangis sejadi mungkin.

"Jangan pergi pah, aku mohon." Teriak Tari sambil menangis melihat mobil hitam milik papanya melaju.

"Papah, hiks...hiks..."

"Maafkan papa, belum bisa kasih kebahagiaan. Maaf."

•••

Jika ada kritik dan Saran, Silahkan sampaikan! Terimakasih.

Btari Indraswari ✓ [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang