Panik satu kata yang menggambarkan Riva saat ini, ditengah rasa khawatir melihat keadaan Reyhan yang bercucuran darah. Dia harus berusaha menenangkan Nafis yang menangis histeris, apalagi darah itu mengalir sudahi Rayhan. Menambah rasa cemas jika rekan kerja sekaligus orang yang dia anggap saudara itu tiada.
Untung saja ada dua laki laki baik yang mau menolong mereka, satu pria tua dan satu anak remaja. Dia membawa Reyhan ke rumah sakit terdekat, takut jika terjadi apa apa jika terlalu lama.
Setelah sampai dirumah sakit, paramedis segera membawa Reyhan ke UGD, Nafis sempat berteriak histeris saat Reyhan masuk ke ruangan tersebut. Dia merasa iba dengan anak Reyhan di tambah masalah keluarga yang menimpa Reyhan terasa begitu berat.
Di duduk dikursi yang tersedia dirumah sakit, sambil menunggu Riva berdoa semoga keadaan Reyhan baik baik saja, Nafis sudah tertidur di pangkuannya, dua orang yang menolong Reyhan pun masih terdiam, mereka juga berdoa semoga keadaan Reyhan baik baik saja.
"Maaf keluarga pasien."
Riva berdiri mengimbangi dokter pria tersebut, "Saya rekannya dok."
"Untuk kondisi sekarang pasien banyak kehilangan darah, dan hal itu bisa mengancam keselamatan Pasian, jadi saya butuh pendonor darah yang tepat buat pasien." Tutur dokter itu.
"Apa golongan darah Reyhan dok?" Tanya Riva.
"Golongan darah pasien o, dan untuk saat ini stok darah tersebut sudah habis karena keterbatasan kebutuhan rumah sakit."
"Saya tidak punya waktu banyak."
"Baik dok, dokter bisa ambil darah saya kebetulan golongan darah saya sama seperti pasien."
"Baiklah, mari ikut saya."
"Em maaf pak, bisa anda jaga Nafis sebentar?"
Pria paruh baya itupun tersenyum sambil mengangguk setuju.
•••
"Em kenapa tidak mencoba menghubungi keluarganya tari kak."
Sekilas Riva menoleh, sepertinya pria disampingnya ini mengenal tari. Segera dia mengangguk, menarik napas pelan lalu menghembuskan nya pelan.
"Halo Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam." Terdengar suara sinis dari sebrang sana.
"Maaf Bu Renata sebelumnya, saya cuma mau memberitahukan kabar kalau,
Diam beberapa detik, membuat perasaan cemas Renata tiba tiba terulang kembali.
Kalau Pak Reyhan mengalami kecelakaan, dia dirawat di rumah sakit Husada. Bisa ibu Renata kemari!"
Tidak ada suara hening seketika, Riva menjauhkan ponsel dari telinga memastikan jika ponselnya masih terhubung.
"Halo Bu Renata apa ibu masih mendengar suara saya?"
Tut Tut Tut
Sambungan terputus.
Kini giliran mencari kontak tari, mungkin dengan mendengar kabar ini dia akan pulang dan sadar dengan kesalahannya meninggalkan rumah tanpa kabar begitu saja.
Riva menempelkan Ponsel tersebut ditelinga kanannya, dia mondar mandir. Masih sama, ponsel tari masih berdering.
Riva kembali mencoba menghubungi tari, tetap sama tidak diangkat.
Sekali lagi, lagi dan lagi. Senyuman mengembang takala tari mengangkat telepon darinya.
Tari sudah mencoba menimbun ponselnya dengan bantal, hal itu justru mengundang Nessya untuk bangun dari tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Btari Indraswari ✓ [SELESAI]
Teen FictionBtari Indraswari gadis manis keturunan Jawa betawi yang harus merasakan kehidupan monoton lantaran kehidupan keluarganya tidak pernah baik. Dia setuju jika ada yang mengatakan jika harta tidak selalu membuat bahagia, melainkan hati yang tenang dan t...