"Ehm Btw Lan, gue boleh nanya?" Lanjut Kenzi bertanya
"Kenapa Kak?"
"Sebenernya, lo ada hubungan apa sih sama Raka?" Tanya Kenzi membuat Alana membelalak.
"Gu-gue udah temenan sama dia dari kecil." Alana tersenyum kikuk. "Emangnya kenapa kak?" ucapnya lagi.
"Oh, ngga, nanya aja. Soalnya keliatannya deket banget." ujarnya yang hanya dibalas senyum tipis oleh Alana.
"Kalau boleh tahu Kak Kenzi sama Raka ada masalah apa?" tanya Alana penasaran.
"Emang Raka gak pernah cerita sama lo?" Alana menggeleng.
"Susah sih kalau diinget lagi bikin sakit hati." gumam Kenzi yang masih sampai ke telinga Alana.
"Maksudnya kak?"
"Eh enggak, gue gak berhak aja ceritain ke lo. Gue mau cek tempat lain dulu ya!" jawab Kenzi dan melangkahkan kakinya pergi.
"sakit hati? maksudnya?" gumam Alana berpikir, lalu teralihkan dengan getaran ponsel di saku celananya. Ternyata telepon masuk dari sang kakak, Arga.
"Halo bang?"
"Lo selesai jam berapa?" tanya seseorang di seberang sana.
"Oh ini juga udah mau apel penutupan habis itu selesai."
"Gue gak bisa jemput lo masih ada kelas, gue udah telfon Raka buat jemput lo."
"Oh oke, paling juga nanti dia chat, udah dulu ya bang! udah disuruh kumpul di lapangan nih. Bye Abang kuliah yang bener!" Telepon pun ditutup dan Alana segera menuju ke lapangan.
---------------
"Bang bubur ayam 2 ya!" pesan Raka kepada penjual bubur ayam.
Kini Raka dan Alana berada di tempat makan pinggir jalan. Saat sudah menjemput Alana untuk pulang, Raka tidak langsung membawa Alana ke rumahnya. Namun, Raka memutuskan untuk makan terlebih dahulu. Karena perutnya yang sedari ia bangun tidur belum diisi apapun, karena setelah ditelepon Arga untuk menjemput Alana, Ia langsung bergegas pergi.
"Kebiasaan lo! setiap hari minggu bangunnya siang mulu, kalau gak gue ajakin jogging pagi." ucap Alana seraya menarik kursi untuk duduk.
"Semalem gue begadang buat nugas asal lo tau."
"Hah? gak ngayal lo? nugas apa main ps?" sindir Alana tak percaya dan Raka pun hanya menyengir.
"Ya dua duanya"
"Dasar lo." Alana melempar tisu yang sudah Ia buat jadi seperti bola kecil.
"Terus gimana tuh Osis lo?" tanya Raka dengan menekankan kata osis.
"Ya gitu aja, pengumumannya masih nanti minggu depan."
"Semoga gak keterima deh!" ujar Raka yang langsung mendapat cubitan di lengannya.
"Heh! enak aja lo! kalau doain orang tuh yang baik!" Alana menyubitnya lagi.
"Sakit na, iya iya ampun." mohon Raka seraya mengangkat kedua tangannya.
"Misi neng, mas, ini buburnya." ucap penjual bubur tersebut seraya menaruh dua mangkok di meja tempat mereka.
"Eh iya makasih pak" ucap Alana.
"Makasih pak," Raka mengambil sendok lalu mengelapnya dengan tisu dan Ia berikan untuk Alana.
Mereka pun makan bubur tersebut dengan Alana yang terus bercerita tentang LDKS nya dan Raka hanya menjawab dengan 'oh' 'terus' 'haha' dan seperti itu seterusnya.
"Oh iya Ka, gue boleh nanya?"
"Biasanya juga tinggal nanya lo!" Raka menaikkan sebelah alis matanya.
"Kalau boleh tau, sebenernya lo sama Kenzi ada masalah apa sih? Kok waktu lo---" belum selesai bicara, Raka sudah memotong perkataan Alana.
"Gak boleh." Alana menaikkan kedua alis matanya. "Kalau itu yang lo mau tanyain mending gak usah. Gak gue izinin." Alana hanya mendengus lalu memutar bola matanya jengah mendengar penuturan Raka.
"Oh gitu, sok rahasiaan. Dasar pelit!" Alana bersedekap dengan wajah manyunnya. Kalau kata Raka sih lucu. Melihat tingkah Alana yang menatap mata Raka intens itu membuat Raka pun terkekeh.
Raka pun menaruh sendoknya di mangkuk bubur yang sudah terlahap habis. "Bukannya rahasiaan, tapi waktunya gak pas dan gue juga males buat cerita gituan." jawab Raka
"Kenapa gitu?" Alana menaikkan kedua alisnya penasaran.
"Ya gak tepat aja waktunya. Lagian juga gak penting." Bohong. Raka berbohong, sebenarnya bukan karena itu. Raka hanya tidak mau luka lama yang sudah berhasil Ia tutup terbuka lagi.
"Serius gak penting? Tapi lo bakal cerita kan?" tanyanya terselip nada curiga,
"Iya tapi gak sekarang." jawab Raka meyakinkan.
"Janji ya!" ujar Alana masih dengan raut cemberutnya sambil menyodorkan kelingkingnya yang langsung dibalas oleh Raka. "Iya janji." Alana pun tersenyum.
"Yaudah makannya lanjutin dong, jangan bete-bete lagi." suruhnya.
"Siap pak bos!" Alana membentuk tangannya seperti hormat lalu melanjutkan makannya lagi.
Setelah selesai pun Raka memanggil penjual untuk membayar pesanannya itu.
"Ini ya pak." Raka menyodorkan uangnya.
"Makasih ya mas, Pacarnya teh cantik toh yo mas, cocok!" bisik penjual bubur tersebut pada Raka, membuat Alana yang ingin mengambil minumnya terhenti dan membelalak.
"Eh engga pak--" ralat Alana terpotong. "Pengennya sih gitu pak, tapi dianya gamau sama saya," ujar Raka yang membuat Alana mendelik malas.
"Padahal kalian berdua teh cocok! mbanya geulis, masnya kasep pisan. Sayang atuh kalau tidak pacaran."
"Doain aja ya mas," cengir Raka yang dibalas tendangan dari Alana di kakinya.
"Iya atuh siap. Semoga kalian teh cepat-cepat dipersatukan ya." ucap penjual itu membuat Alana memelotot. "Yaudah atuh, saya teh kesana dulu ya, punten."
"iya makasih pak." ucap Raka lalu terbahak-bahak setelah penjual bubur itu pergi. "Tuh Na, kita tuh cocok! mending kita pacaran aja!"
"Palamu!" Alana jadi jengkel karena tingkah Raka yang jahil itu, lalu bergegas melangkahkan kakinya pergi ke tempat motor Raka berada.
tolong ya teman tinggalkan vote 😌
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi di Langit Senja
Fiksi Remaja[ON GOING] Ini bukan kisah tentang pelangi dan senja, bukan juga kata-kata puitis seputar pelangi dan senja. Tapi ini adalah kisah tentang dua sahabat yang hanya bisa mencintai dalam diam, Yakni Alana dan Raka. Bagi Alana, Raka ialah sebuah pelangi...