LEO - sebelas

26.5K 1.9K 4
                                    

Alena kelelahan habis menangis hebat. Walau menangis tanpa suara, tapi kalau air mata terus mengalir dan badannya terus bergetar selama satu jam, tentu saja dia akan kehabisan tenaga!

Aku menghela nafas dalam saat mendengar deru nafas yang teratur. Alena tidur, dan aku tahu dia butuh itu. Dia lelah dan kejadian tadi pasti sangat membuatnya kaget.

Dengan gerakan perlahan, aku menyelipkan tanganku di belakang lutut dan punggungnya. Menggendongnya perlahan, segera membawanya ke kamar dan menidurkannya di atas ranjang.

Aku duduk di pinggiran ranjang dan memperhatikan wajah Alena yang tertidur. Aku menyelimutinya dan tanganku bergerak dengan sendirinya mengelus wajah cantik itu. Menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajahnya. Dengan jelas aku bisa melihat bekas jejak air mata di pipinya.

Dalam hati aku meringis... Dia wanita baik-baik tapi kenapa harus diperlakukan dengan tidak baik?

Dia cantik, tapi kenapa orang menatapnya dengan tatapan tidak sopan dan pikiran kotor?

Ah Leo! Jangan bicarakan orang, bagaimana dengan dirimu hah?! Memangnya kau tidak menginginkan tubuhnya? Tidak ingin menyicipinya? Jangan picik!

Tapi tidak.

Entah bagaimana, tapi aku seperti tidak berniat menyentuhnya! Bukan berarti dia tidak menarik sebagai seorang wanita. DIA SANGAT MENARIK. Hanya saja, sudah aku bilang, dia terlalu berharga! Dia terlalu sayang hanya dijadikan teman one night stand! Dia .... Terlalu berharga!

Lagi-lagi aku menghela nafas dalam dan menghembuskannya kasar. Niatku untuk pulang cepat, menemani Alena yang takut dengan petir, dan menikmati makan malam buatan Alena, berubah jadi rasa tidak lapar dan bersalah. Bahkan sedih dan sakit. Entah bagaimana, saat melihat Alena sakit, rasanya aku pun ikut sakit.

Seharusnya aku bisa pulang lebih cepat dan menjaga Alena. Kalau saja tadi aku menolak ajakan Dokter Rusdi untuk mengobrol sekedar basa-basi mengenai acara golf yang tidak penting itu, aku pasti bisa di rumah tepat waktu! Seharusnya aku bisa lebih cepat setengah jam sampai di rumah dan membuat Alena terhindar dari kejadian tadi!

Damn!

Aku benar-benar menyesal dan aku tidak bisa mengubah apapun yang sudah terjadi! Huff...

Sebaiknya aku mandi. Mengguyur kepalaku dengan air dingin dan mencoba membuat pikiranku sedikit lebih jernih dan perasaanku lebih baik.

Baru saja aku selesai mandi dan berpakaian, suara teriakan terdengar di seluruh penjuru apartemenku! Itu suara yang sama seperti suara tawa yang ku dengar seminggu yang lalu. Itu suara Alena!

Oh God, suara jeritannya benar-benar membuatku seperti ditusuk pisau! Terdengar begitu pilu dan penuh ketakutan. Ini benar-benar tidak sama seperti saat dia tertawa, ini begitu mengerikan!

Aku segera berlari menghampirinya. Aku mendapati Alena yang menjerit takut melihatku, bahkan turun dari ranjang untuk menjauh saat aku baru mengayunkan kaki satu langkah mendekatinya. Alena terus menghindar. Terus mundur seakan takut dan mencari tempat persembunyian. Dia takut sekaligus rapuh! Dia tidak ingin didekati... Bahkan sampai bersembunyi di pojokan ruangan.

Langit seakan mendukungnya, dan terus mengguyur bumi. Beriringan dengan Alena menangis. Begitu pilu, begitu ketakutan dan begitu bergetar. Dia menekuk lututnya dan memeluknya erat. Dia ketakutan dan terus menangis, histeris...

Dia berteriak ketakutan! Dan teriakan itulah yang membuatku ikut merasakan perih! Memang aku ingin mendengar suaranya, tapi bukan suara Alena yang seperti ini. Suara yang sarat kepedihan dan kesakitan!

"TIDAKKKK... JANGAN!!! TIDAK KAKKK... JANGAN!!!"

Kak? Kenapa dia malah menyebut 'Kak'?

"PAAAA... JANGAN! Lena ga mauuuu!!!!"

Pa?

Jelas-jelas yang tadi memperkosanya tidak mungkin dipanggil Kak ataupun Pa. Tapi Alena terus-terusan mengucapkan itu. Menjerit bahkan terus mundur sekalipun badannya sudah membentur dinding di belakangnya.

Oke, aku memang tidak berniat bekerja di bidang kejiwaan sama sekali tapi aku sedikit banyak tahu.

Ini karena trauma kan? Maksudku bukan trauma yang adalah luka kecelakaan, tapi trauma sehingga menyebabkan gangguan pada psikisnya. Terlihat jelas sekali walau dia hanya mengucapkan sepatah-patah. Tapi kenapa Alena terus menjerit ketakutan karena anggota keluarganya? Apa ada hubungannya dengan keluarga Alena?

Oh, apa depresi Alena ini ada hubungan dengan keluarganya? Ello bilang keluarganya yang membuat dia ada di rumah sakit jiwa kan? Tapi... Ada apa? Jangan bilang kalau Alena pernah diperkosa sama ayah dan kakaknya sendiri! Itu tidak mungkin dan sangat tidak lucu!

Tapi semuanya mungkin saja kan? Dia berteriak ketakutan seperti ini setelah kejadian tadi.

Aku menunggu sampai Alena berhenti menangis, hanya bisa berdiri berjauhan dan melihatnya berteriak. Rasanya seperti orang bodoh tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi memangnya aku bisa apa?

Seminggu penuh, aku mengambil cuti. Aku tidak bisa membiarkan Alena sendirian di rumah terlebih karena insiden kemarin itu. Alena terus berteriak histeris, dan berulang-ulang! Ingin rasanya ku rengkuh tubuhnya dan memberikan ketenangan, tapi hal itu hanya akan membuat Alena semakin panik dan menjerit histeris.

Alena prioritasku sekarang dan aku juga tidak mungkin meninggalkannya sendiri. Walau dia menolak diriku untuk menenangkannya, tapi aku hanya ingin dia tahu dia tidak sendirian.

Apa sebaiknya aku pindah dari apartemen ini? Demi Alena?

I Love Her 1 : LeonardoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang