LEO - duapuluhtujuh

23.9K 1.6K 8
                                    

Alena sadar. Akhirnya... Alena sudah sadar.

Tentu saja aku senang dan lega karena dia sudah sadar. Keadaannya membaik dari hari ke hari, dan tidak terasa sekarang sudah seminggu. Tentu saja aku sangat bersyukur! Tapi satu kenyataan lain yang tidak bisa membuatku bersorak bahagia. Satu kenyataan yang membuatku jatuh kembali ke tanah...

Ada janin yang juga selamat.

Ada janin yang keadaannya membaik dari hari ke hari.

Ada janin yang umurnya bertambah seminggu.

Huff...

Nico sudah mengingatkanku berkali-kali agar aku tidak lupa memberitahukan tentang kehamilan itu kepada Alena. Bahkan nyaris setiap hari dia memberikanku ceramah betapa pentingnya Alena tahu tentang keberadaan janin itu. Tentu saja aku tahu, hanya saja aku mencari waktu yang tepat! Aku mencari waktu yang paling tepat untuk memberitahukannya kepada Alena.

Hanya saja, aku sendiri masih belum mampu dan sanggup untuk mengatakan kepada Alena apa yang terjadi! Masalahnya ada di diriku! Aku tidak sanggup! Apalagi dengan melihat kondisi Alena yang seperti sekarang.

Memang Alena sudah sadar, tapi dia kembali seperti Alena yang dulu. Dia kembali seperti batu dan meninggalkanku yang bawel sendirian. Membiarkan aku ber-monolog seorang diri! Dia tersenyum, tapi hanya itu. Hanya tersenyum... Itu pun senyum tipis yang nyaris tak terlihat.

Tapi yang jelas, di matanya terlihat ketakutan dan kesedihan yang sangat nyata.

Oh God, bagaimana aku akan menyampaikan berita ini? Keadaan Alena yang sekarang saja seperti mayat hidup, bagaimana dia bisa menerima kenyataan lainnya?! Bagaimana dia bisa mendengar bahwa sekarang dia mempunyai nyawa yang harus dia jaga di dalam tubuhnya?!

Huff...

Tapi Ello bilang, tidak akan pernah ada waktu yang tepat. Tidak akan pernah ada! Dan Ello benar... Kapan pun aku mengatakannya, aku akan mendapatkan hasil yang sama. Baik diriku ataupun Alena, sama-sama tidak sanggup dengan kenyataan ini...

"Len..." panggilku.

Alena menatapku. Tersenyum tipis. Dia tidak lagi mengeluarkan suara, dan mungkin aku harus bersabar seperti dulu untuk mendengar suaranya... Tapi tidak masalah, yang penting aku tahu dia mendengarkanku.

Aku memejamkan mata, dan menghela nafas dalam. Berharap, aku mempunyai cukup kekuatan untuk mengatakan semuanya dengan cepat dan semuanya akan berakhir dengan sama cepatnya!

"Aku mohon kamu jangan teriak setelah mendengar kabar ini."

Alena menatapku bingung, tapi dia mengangguk. Aku semakin yakin, aku tidak sanggup mengatakannya! Kenapa semua ini sangat sulit! Oh God... Tapi aku harus!

Aku mempersiapkan diriku semaksimal mungkin. Aku sudah mengulangi semua kata demi kata dalam otakku, bahkan aku sudah menyiapkan kata-kata untuk menenangkannya jika dia mengamuk.

Aku sudah siap. Aku rasa aku sudah siap.

"Len, kamu hamil."

Alena melotot menatapku. Wajahnya berubah pucat pasi, dan wajahnya terus menyiratkan ketidakpercayaan. Aku pun tidak percaya mengatakannya begitu enteng sampai wajahku bukannya menyiratkan keprihatinan tapi malah datar!

"Usia kandunganmu satu bulan. Nico bilang, janin kamu sehat."

Bodoh kau Leo! Kau benar-benar bodoh! Bagaimana mungkin kau mengatakan berita yang luar biasa heboh ini dengan sangat enteng, hah??! Ini berita besar! Mana sikap empatimu sebagai seorang dokter?! Mana sikap simpatimu sebagai walinya?! Mana sikap kemanusiaanmu yang diperlukan seperti saat ini!

Dalam hitungan detik, semua yang kuprediksi benar terjadi. Alena berteriak, menangis dan menjerit! Air matanya tumpah dan seperti orang gila, dia melempar semua barang yang ada di dekatnya.

Alena terus menjerit karena tidak percaya! Dia menjambak rambutnya, menangis sekeras-kerasnya, bahkan berteriak seakan seakan mencari pertolongan agar dia tidak menderita. Dia begitu ketakutan sekaligus begitu marah. Tangannya gemetar hebat... Bukan, bukan hanya tangannya. Tapi seluruh tubuhnya gemetar! Dia berteriak, menyumpah serapahi ketiga setan itu, bahkan histeris di atas ranjang!

Jujur saja, aku pun merasa ingin berteriak. Aku ingin menyumpah serapahi ketiga setan itu! Aku juga ingin semua yang terjadi sekarang ini hanyalah lelucon!

Tapi aku tidak bisa seperti itu. Aku bahkan tidak bisa bergerak dan memeluk atau sekedar memberikannya kata-kata penenang. Aku malah mundur dua langkah menjauhi ranjang. Membiarkan Alena menangis seorang diri. Membiarkan Alena seorang diri menanggung semuanya!

Bodoh! Aku benar-benar bodoh!

Tapi aku pun masih belum bisa menerima semuanya. Alena hamil, dan kenyataan itu memukulku telak! Alena hamil! Dia hamil seorang anak dari antara dua setan itu!

Aku bahkan tidak pernah menyentuhnya! Aku merasa seperti orang bodoh yang dipermainkan! Alena ... Alena yang aku cintai sepenuh hatiku, dia hamil! Bukan darah dagingku, bahkan sekeping DNA milikku pun tidak tercetak di sel-sel yang membelah di janin yang bersarang dalam rahimnya!

Aku tidak sanggup! Aku bahkan sama tidak sanggupnya seperti Alena yang harus menerima semua ini! Tapi, bukankah seharusnya aku tersadar sekarang ini? Bukankah seharusnya aku memeluk Alena? Mencoba mencari jalan keluar? Menenangkannya sebelum dia melakukan hal yang berbahaya bagi dirinya?

Sadarlah Leo, kau ini hanya seorang yang egois! Masih sempat-sempatnya memikirkan hal lain di saat seseorang butuh dirimu! Alena butuh dirimu!

Aku benci saat kata hati nuraniku menohok egoku.

Huff...

Ya, aku memang egois. Aku egois, padahal yang tersakiti adalah Alena!

Sayangnya, saat aku baru saja tersadar dan kembali menginjak bumi, aku langsung mendapati Alena yang berhasil mengambil pisau di samping ranjang.

Damn!

Alena berusaha untuk memotong urat nadinya, dan aku benar-benar dokter bodoh yang selalu terlambat! Aku terlambat menghentikan Alena menggoreskan pisau itu di pergelangan tangannya! Aku segera mengambil pisau itu dengan paksa, dan membuangnya jauh-jauh.

"Len, bertahan!" Teriakku panik.

Aku segera menekan bel dan memanggil perawat. Mencoba melakukan pertolongan yang aku bisa secepat mungkin dan menghentikan pendarahan yang terjadi. Damn!

"I hate myself..." Kata Alena lirih sebelum akhirnya dia pingsan.

Aku juga, aku juga membenci diriku, Len... Tapi aku akan lebih membenci diriku kalau kamu sampai tidak selamat!

Aku mohon Alena, bertahan! Aku mohon...

I Love Her 1 : LeonardoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang