LEO - duapuluhenam

25.3K 1.6K 14
                                    

Aku tak menyangka, detik demi detik menunggu di sini rasanya lebih lama dibandingkan detik demi detik yang aku habiskan di dalam OR! Ini lebih menyiksa dan lebih menegangkan daripada saat aku berada di dalam kamar operasi.

Sama sekali tidak tahu keadaan dan situasi. Sama sekali buta dengan apa yang akan terjadi di dalam sana. Khawatir, tapi juga tidak bisa bertanya!

"Sabar... Sekarang itu lu jadi keluarga pasien, dan bukan dokter yang ngelakuin operasi." Kata Ello sambil menepuk bahuku.

Aku hanya bisa mengangguk pelan. Aku tidak tahu rasanya semenyebalkan ini hanya dengan menunggu! Pantas saja setiap kali aku keluar dari ruang operasi, wajah kelegaan yang bercampur penasaran yang kutemui di wajah keluarga atau wali pasien. Huff... Aku ingin Nico segera keluar dan memberikan kabar. Kabar apapun!

Tentu saja aku mengharapkan kabar baik, tapi aku pasrah. Kabar apapun juga boleh. Aku hanya ingin tahu sudah sampai mana operasi yang mereka lakukan? Apa mereka sedang sibuk menjahit? Atau sudah selesai? Atau mendadak Alena mengalami cardiac arrest? Please, jangan sampai!

"Le, duduk!" Perintah Ello.

Aku tidak bisa duduk! Duduk hanya akan membuatku bertambah khawatir, dan aku malah semakin terserang panik. Setidaknya mondar mandir membuatku lebih tenang!

"Ini terlalu lama!" Keluhku.

"Ini baru satu jam, Le! Lu sendiri bilang, setidaknya butuh dua sampai tiga jam." Kata Ello yang jengah melihat ketidaksabaranku.

Tapi aku benar-benar ... Aaarrgghhh! Aku hanya ingin kabar!

Apa aku masuk ke ruang observasi aja? Dari sana aku tidak akan menganggu kerja para dokter yang menyelamatkan Alena kan? Aku bisa mengamati dari ruang kaca itu bagaimana jalannya operasi, tanpa ikut campur tangan. Benar juga!

"Jangan ke ruang observasi! Nico udah peringatin lu untuk 'back off', yang artinya, bener-bener nunggu di sini." kata Ello seolah bisa membaca pikiranku.

Damn!

Tiga jam menyiksa akhirnya terlewat juga. Nico keluar dari ruang operasi dan langsung mengajak aku dan Ello ke ruang praktiknya. Tanpa banyak bicara, aku menurut. Walau aku ingin sekali bertanya sesegera mungkin, tapi Ello menyarankan aku lebih menggunakan akal sehat daripada emosi.

Huff...

Nico sudah duduk di kursinya. Aku dan Ello duduk di hadapannya, menunggu Nico membuka suara.

"Kita udah lama sama-sama kerja di OR dan pengalaman kita termasuk lumayan. Kalo gue bilang operasi berjalan baik, lu ngerti apa artinya kan?" Tanya Nico.

Aku mengangguk.

Operasi berjalan baik, itu artinya pasien selamat. Tidak mati. Bukan artinya pasien bisa pulih dan sembuh dalam waktu beberapa hari kemudian, karena masih ada kemungkinan terjadi komplikasi dan sebagainya.

"Gue engga ngerti." Kata Ello jujur.

Aku dan Nico sama-sama menghembuskan nafas berat. Bodoh, kami lupa dengan keberadaan Ello yang tidak pernah bekerja dengan scalpel dan darah.

"Singkat aja. Alena selamat. Dia masih bernafas, dan masih harus dipantau beberapa hari ke depan." Jelas Nico.

Ello mengangguk mengerti.

Aku bersyukur Alena selamat. Itu kabar yang melegakan. Tapi ada lagi yang ingin aku ketahui. Tentang....

"Dan masalah kandungannya..."

Nico langsung mendapatkan perhatian penuh. Aku tegang, dan aku yakin Nico sadar itu. Tanpa senyum, Nico melanjutkan kata-katanya dengan profesional.

"Janinnya luar biasa. Masih bertahan dengan keadaan gila seperti tadi. Usia kandungannya satu bulan, dan baik-baik saja. Dan... sebaiknya kabar ini diberitahukan kepada pasien sesegera mungkin."

Deg

Jujur saja aku bingung.

Aku harus bagaimana? Aku... Aku sendiri tidak sanggup menerima kenyataan ini. Ini semua gila!

Apa aku harus senang? Atau aku harus marah dan sedih? Kabar Yang Nico berikan ini termasuk kabar apa? Sedari tadi di ruang tunggu, aku terus memikirkan semua sampai rasanya ingin sekali aku menjambak habis rambutku sampai botak.

Alena selamat dan begitu juga dengan janinnya. Lalu perasaanku harus seperti apa?

Jujur saja, aku tidak mungkin senang dengan keberadaan janin itu! Tidak akan pernah senang! Aku bersyukur Alena selamat, tapi tidak dengan janin itu... Huff!

"Saya harap, Anda dapat menyikapi semuanya dengan bijaksana, Dokter Leo." Kata Nico sebelum aku keluar dari ruangannya.

Menyikapi dengan bijaksana, katanya?

Ha! Aku tidak yakin itu bisa ku lakukan!

Aku kembali ke kamar perawatan Alena. Serasa lemas di sekujur tubuhku. Ada dua kenyataan yang begitu kontras dan aku tidak bisa menentukan bagaimana perasaanku sekarang. Dua nyawa selamat tapi aku tidak bisa bersorak bahagia! Aku... Aku harus bagaimana?!

Huff... Aku menarik kursi dan duduk di samping ranjang perawatan Alena. Jujur saja, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan padanya saat dia bangun nanti, tapi yang jelas aku pun merasa tidak tenang.

Jika aku menjadi Alena, aku pasti akan mengamuk dan menangis histeris. Melempar semua barang dan berteriak marah seperti orang gila karena hamil dengan siapapun orang brengsek itu. Mungkin aku akan memilih menjadi orang gila daripada terus hidup dengan perasaan tidak menentu.

Tapi, bagaimana jika itu Alena? Tidak mungkin dia akan pasrah kan? Ini menyangkut nyawa lain yang ada di dalam dirinya!

Aku memutuskan untuk meliburkan diri sambil menunggui Alena bangun. Terserah pihak rumah sakit ingin memecatku atau apa. Tapi aku yakin, aku tidak akan kehilangan pekerjaanku sebagai dokter. Tidak akan!

Yang terpenting saat ini hanyalah Alena. Aku hanya ingin Alena sadar. Aku sungguh merindukannya dan aku... Aku hanya ingin dia bangun dan menatapku. Berbicara kepadaku dan tersenyum kepadaku.

Aku merindukannya!

Walau semua kejadian gila ini membuatku seperti ditikam pisau, tapi aku masih mengharapkan keberadaannya dalam hidupku! Aku... Aku merindukannya!

Rasanya waktu lama sekali berlalu. Lamaaaa sekali. Dan dalam keheningan di ruang perawatan itulah, membuatku berpikir dari hari ke hari. Mengenai Alena, hubungan kami, dan... janin itu.

Jujur saja, aku tidak menginginkan janin itu. Malah aku berharap, nyawa itu mati saja di dalam kamar operasi kemarin.

Huff... Aku ini egois. Aku ini tidak suka berbagi. Dan aku tidak ingin siapapun menganggu gugat apa yang sudah aku cap sebagai milikku! Aku ... Aku tidak menginginkan janin itu, tapi apakah aku bijaksana jika meminta Nico menggugurkan janin itu?

Aku mencintai Alena dan yang aku harapkan adalah janin itu berasal dari benihku! Spermaku... DNA ku! Menjadi anakku!

I Love Her 1 : LeonardoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang