LEO - enam

32.4K 2.1K 7
                                    

Pagi tiba, dan saat aku terbangun, aku mendapatinya juga sudah bangun. Dia terduduk di atas ranjangnya dan terus menatap lurus ke depan. Aku menghampirinya dan... aku melihat matanya. Matanya tidak besar, tapi tidak juga sipit. Dan yang menggagetkanku, warna matanya bukan cokelat, tapi ternyata biru seperti batu safir! Indah sekali...

Oh God, warna mata itu bahkan mampu membiusku dan mematikan semua sarafku! Dia lebih ampuh dari sekedar kloroform!

Dia luar biasa cantik!

Hanya saja, dia tidak bersenyum ataupun bersuara. Sayang sekali...

Aku masih menebak-nebak bagaimana suaranya. Tapi sepertinya Alena tidak berniat mengeluarkan suara sama sekali. Wajahnya datar dan mata birunya itu sarat akan kepedihan. Terlihat seperti es. Beku, dingin, dan kelam. Tatapannya kosong ke depan dan yang membuatku takut adalah .... dia terlihat seperti mayat hidup!

Kata Ello semalam, pasien yang dia rawat tidak semuanya gila dan aku yakin Alena salah satunya. Tapi aura yang tercipta oleh Alena itu seperti orang gila! Lebih tepatnya orang yang terlalu depresi dan menyimpan semua kesedihannya dalam hati seorang diri.

"Hei... namaku Leo. Mmm... semalam aku menabrakmu dan... mmhh... maaf. Aku yang membawamu ke rumah sakit." Kataku sedikit gugup. Ini bukan gugup seperti aku akan bicara dengan miss universe, tapi karena takut! Oke, aku akui aku pun gugup karena kecantikannya, tapi lebih banyak karena takut.

Aku takut jika aku salah bicara, aku kena amuk oleh wanita cantik ini. Dia pasien Ello kan? Tapi dugaanku meleset, karena tidak ada yang terjadi. Alena bahkan tidak menoleh, apalagi melihatku. Bahkan saat aku berpindah ke hadapannya, Alena seperti melihatku tembus pandang!

Oh yang benar saja!

Aku ini Leonardo yang tidak pernah ditolak oleh wanita manapun! Bagaimana mungkin wanita ini seolah tidak menganggap aku ada!

How dare she....?! She's already hurt my ego in less than an hour?!

Aku menarik nafas dalam, dan menghembuskannya perlahan. Di sini aku yang waras, dan seharusnya aku berpikir dengan sangat waras!

Jujur saja, ini pertama kalinya aku berinteraksi dengan ... pasien Ello. Aku tidak pernah berniat mendalami kejiwaan, dan aku tidak akan berniat karena tidak mau berurusan dengan orang-orang gangguan jiwa. Mereka semua bagian dari pekerjaan Ello. Aku hanya bertugas memegang scalpel dan berdiri di kamar operasi.

Tapi anehnya, kenapa sekarang aku malah seperti berusaha keras mengambil pekerjaan Ello untuk mendapatkan perhatian Alena?! Oh geez... Aku benar-benar ingin mendengar suara Alena, atau setidaknya mendapat secuil perhatiannya!

Oh my, aku ini dokter bukan pengemis!

"Siapa namamu?" tanyaku yang sukses mendapatkan hasil nihil.

Aku mencoba untuk bertanya dimana dia tinggal, umurnya, pekerjaannya, keluarganya, dan hal basa basi lainnya. Tapi tidak satupun yang menarik perhatiannya! Dia hanya duduk dan menatap tembok di depannya. Salah! Dia hanya menatap lurus menembusku dan melihat tembok yang ada di belakangku! Aku tidak terlihat di matanya!

Lebih lama seperti ini, bisa-bisa aku yang gila!

Akhirnya aku memutuskan untuk menelepon Ello, menyuruhnya segera datang karena emergency. Yah, ini termasuk emergency kan? Lagipula, Alena juga pasiennya. Walau sebenarnya aku hanya ingin memintanya untuk datang lebih pagi dan mengecek keadaan Alena sesegera mungkin. Jujur aku tidak akan mampu menjadi wali yang baik! Setelah mendengar kata iya dari seberang, aku segera menarik kursi ke samping ranjang dan duduk menemani Alena berdiam.

"Kau tidak mau bicara sama sekali?" tanyaku.

Tidak ada jawaban.

"Aku tidak memaksamu. Hanya saja, aku begitu penasaran denganmu. Apa yang kau lakukan malam itu? Kenapa kau menyebrang jalan tengah malam di tempat yang sepi?"

I Love Her 1 : LeonardoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang