Tatkala Badai Makin Menggila

133 27 7
                                    

Aku terpaksa membuka mata mendengar suara ponsel. Kepalaku berdenyut. Siapa yang menelepon pagi pagi begini? Aku meraba raba kasur dengan malas. Mataku rasanya sulit dibuka. Saat menatap nama yang tertera di layar ponsel, kedua bola mataku nyaris keluar.

"Setelah bicara denganku hingga jam setengah tiga dini hari, sekarang kamu meneleponku lagi? Apakah kamu tidak tidur? Atau, sebegitu besarkah rasa rindumu padaku?" cerocosku galak

"aku ingin menanyakan keputusanmu..."

"astaga! Aku bahkan belum sempat memikirkannya! Aku langsung tidur begitu kita selesai bicara"

"tapi aku butuh jawabanmu" desak chanyeol pelan.

Aku merasa ada yang aneh dengan tenggorokanku. Rasanya tidak nyaman sekali. Aku curiga jangan jangan...

"elle aku... "

"kamu memang pemaksa, ya? Apa kamu tidak pernah membiarkan orang lain tenang emang? Aku baru tidur menjelang pagi dan sekarang kamu membangunkanku jam enam pagi? Apa kamu tidak bisa menghargaiku?"

"aku sudah bi... "

"apa tidak terpikir olehmu bahwa mungkin saja aku sakit? Aku... "

Kukira aku telah membanting ponselku karena kesal saat mendapati hubungan tiba tiba terputus. Ternyata, baterai ponselku habis. Syukurlah! Tuhan mencegahku mengeluarkan lebih banyak lagi energi negatif di awal hari dengan cara yang bijaksana.

"dasar makhluk tak punya perasaan!" umpatku sambil menyingkirkan selimut jauh jauh "bagaimana mungkin aku sempat menganggapnya sebagai penghibur untuk patah hatiku?"

Lalu dengan bodohnya, hatiku terbelah menjadi dua. Sebelah menyalahkan chanyeol dan menyebutnya menyebalkan. Sebelah lagi mengingatkanku akan perhatiannya akhir akhir ini yang secara tidak langsung membantuku menghadapi perpisahan dengan mino

"ma sedang apa? "

Mama yang sedang berkutat dengan cokelat blok menoleh sekilas kearahku

"mama sedang berusaha meringankan bebanmu. Pesananmu banyak sekali hari ini kan?"

Aku melirik jajaran brownies yang sudah matang sembari menghitungnya di dalam hati.

"astaga mama di sini sejak jam berapa?"

Mama tak mengendurkan aktivitasnya, malah membalas dengan kalimat "mama tidak bisa tidur. Makanya, pagi pagi sekali sudah bikin brownies. Begitulah kalau sudah tua wen. Waktu tidur kian berkurang"

Aku membulatkan bibir sambil diam diam bersyukur karena mama telah meringankan pekerjaanku.

"yeri masih tidur ya ma? "

Aku mengambil sebuah celemek berwarna merah jambu yang tergantung di dekat oven. Seketika aku terkenang hari dimana chanyeol memakai celemek yang sedang kukenakan ini. Mendadak, darahku terasa mengalir lebih cepat. Entah sejak kapan, pipiku terasa membara.

"yeri sedang jogging bersama papa dan mark"

Aku mengerutkan alis. Yeri jogging? Sejak kapan dia mau mengakrabkan diri dengan keringat?

"yeri jogging? Nggak salah ma?" aku tergelak halus. Mama pun tertulari dan melepaskan tawa kecil

"sepertnya dia mau lebih mendekatkan mark dan papa. Mungkin sudah mau... "

"yeri mau menikah?" tebakku dengan nada datar. "bukankah itu berita bagus? Kenapa aku jadi yang belakangan tahu? Jangan bilang kalau mama ingin merahasiakannya dariku"

Mama membalikkan badan, mendekatiku dan kemudian mengelus tanganku dengan perlahan.

"mama takut kamu sedih"

meragu (remake novel) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang