Saat Berpelangi

129 25 3
                                    

Chanyeol benar, naeun memang sangat percaya padaku. Aku bisa merasakan keharuan menyerbu nadiku tatkala melihatnya menyambut kedatanganku dengan begitu antusias. Pelukannya yang hangat dan tulus di leherku, benar benar membuatku ingin menangis. Perasaanku teraduk

Ini perasaan asing yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Aku merasa kehadiranku sangat dibutuhkan anak ini. Siapa yang tidak senang bila dirinya dibutuhkan orang lain? Aku tersentak. MERASA DIBUTUHKAN. Itukah kata kuncinya?

Aku sengaja menunggu hingga chanyeol berangkat ke bandara. Aku tidak ingin bertemu dengannya. Sementara ini. Banyak yang harus kupikirkan. Banyak badai yang harus kutaklukkan.

Meski dia dengan cerewet menghubungiku setiap sepuluh menit, memaksaku berjanji untuk tidak akan membatalkan persetujuanku untuk menemani naeun. Aku tersentuh, terharu, dan entah apa lagi.

Aku berdoa semoga semuanya berjalan lancar. Bagaimanapun, aku tidak punya pengalaman yang bisa diandalkan untuk mengurus seorang anak. Untungnya, hari pertama berjalan mulus. Naeun begitu manis dan menyenangkan. Dia bahkan meminta untuk tidur di kamar yang disediakan untukku. Dengan isyarat, tentu saja. Dan aku menyetujuinya tanpa berpikir panjang.

Saat ayahnya menelepon malamnya, chanyeol antusias mendengar hal itu. Menurutnya, selama ini naeun lebih suka tidur sendiri dengan lampu redup yang menyala. Bahkan, chanyeol dan yoora kerap diusir bila berlama lama menemaninya. Aku jadi kehilangan kata kata. Sebegitu besarkah kehadiranku bagi gadis kecil nan malang itu? Apakah aku mampu mengusir kesepian yang bersemayam di hatinya?

Perbincanganku dengan chanyeol hanya berlangsung beberapa menit. Malam sudah sangat larut, tapi aku tetap terjaga. Tidak ada sedikitpun getar kantuk yang menjalari kedua mataku.

Rumah keluarga chanyeol sangat besar. Aku bahkan tidak tahu berapa jumlah kamarnya. Di lantai bawah ada ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dapur, dan dua buah kamar untuk asisten rumah tangga. Kecuali kamar, yang lain berukuran besar. Juga ada teras depan juga teras belakang. Sementara kamar kamar ada di lantai dua. Ada banyak sekali pintu disana. Aku tidak menghitung secara khusus jumlahnya. Seperti kamar yang kutempati ini, ukurannya tidak kecil. Lima kali enam meter dengan warna dinding yang di cat hijau lembut. Ada ranjang, lemari pakaian, meja rias, dan kamar mandi.

Kulirik wajah cantik bermata abu abu yang sedang terlelap itu. Raut naeun tampak begitu damai dan bahagia, di balik selimut yang menutup hingga ke dadanya. Udara yang cukup dingin ditambah AC yang dipasang pada angka rendah, membuat penghuninya membutuhkan selimut.

"derita apa yang kamu alami sehingga tidak mau berbicara lagi, sayang?" bisikku sambil mengelus kepalanya dengan lembut. Naeun menggeliat sejenak, membuatku khawatir dia akan terbangun.

Tapi ternyata tidak. Dia tampak pulas dengan senyum tipis bermain di kedua ujung bibirnya. Ada suara dengkur halus yang terdengar berirama, seiring gerakan dadanya naik turun.

Aku diam diam merenung. Apa yang sebenarnya sedang kulakukan?

Menuruti rencana gila kakak dan sahabatku untuk bertemu orang asing yang iklan perjodohannya mereka jawab dengan lancang.

Beberapa kali bertemu chanyeol, mulai dari yang sengaja hingga yang tidak kurencanakan sama sekali.

Perasaanku yang porak poranda tanpa penjelasan logis.

Menginap di rumah chanyeol.

Baru menghabiskan hari pertama dari seminggu yang direncanakan dengan gadis kecil yang menolak bicara.

Aku memaki diri dalam hati. Mengapa aku bersedia menerima tawaran chanyeol? Apa yang sebenarnya kuharapkan? Bagaimana kalau ternyata naeun rewet atau nakal? Bukankah aku tidak tahu cara untuk mengendalikannya? Memang chanyeol sudah meyakinkan, tidak akan terjadi apa apa. Dan, yoora bisa dimintai petunjuk kalau terpaksa. Tapi, apa yang kuketahui tentang "mengurus anak" ?

meragu (remake novel) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang