Arini sampai di rumah dengan mata sembab dan air mata yang masih menggenang di pipi. Ia langsung berlari masuk kamar dan menguncinya dari dalam. Ia lempar tasnya entah ke mana lalu menjatuhkan dirinya di ranjang, memeluk bantal dan menangis sejadi-jadinya hingga lelah dan tertidur.Bunda mengetuk pintu kamarnya berkali-kali tapi tetap tak ada jawaban, membuatnya khawatir. Apa lagi setelah Mbak Siti mengatakan bahwa Arini pulang sekolah tak membawa sepedanya. Bunda sempat berpikir bahwa Arini telah mengalami kecelakaan dan sepedanya rusak, hingga ia tak berani mengadu ke Bunda dan memilih mengunci diri di kamar.
"Udah dua jam nih Mbak, Arini kok enggak keluar kamar ya? Masa' pintunya diketuk berkali-kali dia enggak dengar." Ucap Bunda khawatir.
"Sabar Nyonya, saya juga khawatir dengan Mbak Arini. Semoga saja Mbak Arini tidak apa-apa." Mbak Siti ART di rumahnya pun ikut khawatir.
"Jangan-jangan Arini terluka Mbak, pingsan! Aduh gimana ini?"
Bunda dan Mbak Siti masih di depan kamar Arini sambil tetap mencoba mengetuk. Tapi tetap saja nihil, tak ada reaksi apa pun dari Arini, hanya dering ponselnya yang berkali-kali terdengar.
Bunda mencoba mengintip melalui celah pintu tapi tak bisa. Mbak Siti mengambil kursi dan mencoba mengintip dari angin-angin kecil di atas pintu tapi ternyata tak sampai.
"Bunda ngapain di situ? Mbak Siti juga ngapain ngintip-ngintip kamar Arini?" Tanya Alfan dengan tatapan heran.
"Kebetulan ada Kamu Fan!" Seru Bunda.
"Ada apa sih Bun?" Alfan mendekat.
"Tadi pulang sekolah adikmu langsung masuk kamar, pintunya dikunci. Kata Mbak Siti dia nangis-nangis, trus sepedanya juga nggak ada. Dia pulang jalan kaki. Bunda khawatir kalau dia tadi kecelakaan, sepedanya rusak trus enggak berani bilang." Jelas Bunda dengan ekspresi wajahnya yang khas menggebu-gebu.
"Lah, terus? Mbak Siti tadi lihat Arini kan? Terluka apa enggak?" Tanya Alfan dengan entengnya dan tanpa beban.
Mbak Siti menggeleng, "Enggak den. Tapi nangis-nangis."
"Ya berarti enggak kecelakaan Bun."
"Tapi Bunda khawatir." Ucap Bunda dengan ekspersi wajah masih sama, "Coba deh kamu intip dari angin-angin tuh, ada celahnya dikit. Badan kamu kan tinggi."
"Mungkin lagi marahan sama pacarnya. Masalah anak muda, udahlah biarin Bun."
"Ayolah Alfan.... Bunda khawatir nih." Pinta Bunda.
Alfan mendengus sebal, ada saja Bundanya ini.
"Iya deh iya." Alfan menyuruh Mbak Siti membawa tasnya.
Ia naik kursi yang diambilkan Mbak Siti tadi. Mencoba mengintip ke dalam kamar Arini. Pemandangan di dalam membuatnya mendengus lagi sambil menatap Bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sewindu Tanpamu
Teen Fiction"Sewindu tanpamu telah kulalui bersama luka yang bertubi-tubi kau torehkan dalam hatiku." (Arini) "Maafkan aku Arini, sewindu mempermainkan perasaan dan rindumu yang tulus padaku." (Shaka) "Berawal dari jingga dalam senja, aku menyukaimu tanpa senga...