11. Pergi

33 3 0
                                    

Hari-hari berlalu, detik demi detik telah terlewati bersama rindu yang terus membelenggu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari-hari berlalu, detik demi detik telah terlewati bersama rindu yang terus membelenggu. Mencoba menyimpan rasa tapi tetap tak kuasa. Oh tidak, sepertinya kini Arini diperbudak oleh rasa itu (lagi), rasa yang tak semestinya.

Arini terdiam memandang ke luar jendela kamarnya yang menghadap ke barat, ia bisa leluasa menikmati hangatnya senja sore itu. Merah dan hangatnya senja mengingatkan memori delapan bulan yang lalu saat Shaka berpamitan dengannya secara diam-diam, Shaka pergi ke Kupang untuk menempuh pendidikan militer di sana. Shaka tak mungkin menemui Arini secara langsung karena Alfan pasti tidak mengizinkannya.

Sejak pertemuan terakhir itu, Arini tak pernah mendengar kabar dari Shaka lagi. Arini sedikit merasa khawatir karena tak ada kabar sama sekali dari Shaka. Ia selalu menanti dan terus menanti kabar dari Shaka hingga lelah dan berusaha tak memikirkannya lagi.

Senja Sabtu sore itu menjadi saksi bagaimana ia mengeja rindu, mengurai kabut dalam hati, menanti yang pergi akan kembali pulang. Tapi entah pulang untuknya atau untuk yang lain.

Adzan maghrib menghentikan aktivitasnya menikmati senja dan segera berwudhu untuk menunaikan sholat maghrib. Semua anggota keluarga telah menunggu di musholla rumahnya. Maghrib mereka lewati dengan sholat berjamaah dilanjutkan dengan makan malam bersama.

Di tengah-tengah suasana makan yang nikmat, tiba-tiba Alfan menyeletuk bercerita dan menyebut nama Bara, membuat Arini sedikit terkejut dalam hati.

'Kenapa sih Mas Alfan pake sebut nama si Bara? Aku kan jadi deg degan.'
'Tapi tunggu?!'
'Kenapa aku harus deg-degan ya?'
Bisiknya dalam hati.

"Iya kan Rin?" Alfan bertanya pada Arini yang masih membatin perihal Bara.

"Eh, iya apanya Mas?" Arini terkesiap.

Bunda melirik Arini, sepertinya ada yang aneh, pikir Bundanya itu.

"Si Bara, ternyata dia pintar juga. Waktu presentasi mata kuliah Mas, dia dapat nilai terbaik." Ucap Alfan antusias.
"Padahal kata kamu, dulu dia malas belajar." Lanjutnya.

Kini, Arini dan teman-temannya sudah mulai masuk kuliah semester dua. Tetap seperti biasanya, Arini, Zahra, Diandra, Bagas, dan Bara, mereka berkuliah dalam satu kampus yang sama. Arini dan Zahra mengambil jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bagas dan Diandra mengambil jurusan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, sedangkan Bara jurusan Manajemen Bisnis. Bara menjadi salah satu mahasiswa Alfan di kampus.

"Bara emang gitu Mas, walaupun enggak belajar tapi setiap kali diterangkan oleh guru atau dosen pasti dia langsung paham." Tutur Arini.

"Ternyata kamu mengenal Bara sampai situ juga ya." Ucap Risa.

"Sampai situ apanya Bun?" Arini merasa salah tingkah karena penjelasannya yang menunjukkan bahwa ia telah mengenal Bara sangat jauh.

"Ya itu tadi, kamu udah paham dia model orang kayak gimana."
"Hayo ada apa? Ada sesuatu nih kayaknya." Selidik Bunda.

Sewindu TanpamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang