6. Rindu

61 5 0
                                        

Senja, indah namun lekas berlalu begitu saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senja, indah namun lekas berlalu begitu saja. Lembayung perlahan berganti menjadi gulita, menghangatkan, namun mendinginkan. Senja mengajarkan bahwa segala sesuatu yang indah di dunia akan segera berlalu dan lenyap begitu saja.

Manusia terlalu larut dalam mengagumi senja yang telah pergi hingga lupa cara menyambut fajar yang pasti akan datang setiap hari.

Fajar adalah kesempatan untuk menilai diri sendiri tentang seberapa dekat diri kita dengan Allah. Seberapa besar kita menginginkan surga? Sanggupkah kita meninggalkan tempat tidur untuk kemudian segera bersujud kepada Allah? Tuhan pemilik semesta dan seisinya, Sang Maha Kuasa.

Pagi ini Arini bangun lebih pagi. Bukan lebih pagi, lebih tepatnya ia tak jenak tidur semalam. Ia hanya sanggup memejamkan mata tanpa tertidur hingga pukul tiga dinihari. Lantunan adzan subuh yang begitu lembut membangunkannya, teduhnya subuh menenteramkan hatinya yang dilanda gelisah semalaman.

Arini bangkit dari tidurnya, menyandarkan dirinya di ranjang. Matanya berkedip-kedip menatap jam dinding di kamarnya, pukul empat lebih lima belas menit. Ia usap wajahnya dengan perlahan.

"Tolong pergi dari ingatanku... Lenyaplah dari anganku..."

"Mengapa aku masih saja merindukanmu?"

"Rindu ini adalah parasit yang perlahan menggerogoti akal sehatku."
Ucapnya lirih.

Satu hal yang selalu membuatnya gelisah setiap malam, Shaka. Dia lagi, dia lagi, tak ada yang lain.

Tiba-tiba nasihat Zahra mampir kembali dalam angannya, "Fitrah manusia adalah mendekat pada Allah, jika menjauh maka bersiap-siaplah untuk gelisah. Kalau kamu sedang gelisah tandanya kamu kurang dekat dengan Allah. Sholatlah, maka hatimu akan merasa lebih tenang."

"Astaghfirullah...." Arini beristighfar.
Ia bangkit dan mengambil wudhu di kamar mandi.

Ia pakai mukena birunya dan menggelar sajadah dengan warna senada menghadap kiblat. Ia siap menunaikan sholat sunnah fajar sebelum sholat subuh.

Seusai sholat subuh ia berdiam diri sambil berdzikir menyebut nama Allah, menenangkan hati, menyingkirkan kegelisahannya. Berusaha mendekatkan diri pada Allah, memohon ampun atas semua dosa-dosanya.

Ia tahu, merindukan Shaka adalah hal terbodoh yang ia lakukan. Ia harus membuang Shaka jauh-jauh dari dalam hati dan angannya. Tak ada gunanya memikirkan seseorang yang telah merobek hatinya itu, apa lagi setelah kejadian di UKS kemarin, semakin membuatnya yakin untuk melupakan Shaka.

Entah ia benar-benar bisa melupakannya atau tidak.

Arini masih terduduk di atas sajadahnya. Suara pintu kamarnya terbuka. Sebuah langkah kaki telanjang perlahan mendekat, tangan kekar memegang bahunya dengan lembut.

"Rin..." Suara khas itu memanggil namanya. Arini bisa menebak siapa itu.

"Udah selesai sholatnya?"
Alfan duduk di samping Arini.

Sewindu TanpamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang