Tiga belas: Ada Apa yaa?

28.7K 2.2K 153
                                    







"Mamah... Shei pulang!"

Sheila membuka pintu mansionnya diikuti Aurell yang sedang mengemut permen mi*kita dan mengedarkan pandangan kagum ke seisi mansion Sheila.

Raya menuruni tangga dengan anggun dan menghampiri anak bungsunya yang baru pulang sekolah.

"Sana ganti baju Shei! Eh, ini siapa? Cantik banget?"

Aurell dengan sopan menyalami Raya setelah Sheila. "Aurell, Tante!"

"Temennya Lia yaa?"

"Iya,"

Setelah berbasa-basi, Sheila mengajak Aurell menuju kamarnya dan dengan segera berganti baju.

Aurell yang tidak membawa baju ganti meminjam baju Sheila dan bahkan berniat menginap. Jangan tanyakan dimana orangtua Aurell. Aurell sendiri bahkan hidupnya berpindah pindah karena orangtuanya punya hobi travelling tanpa memperdulikan anaknya... hiks, tapi bercanda...

Memang orangtua Aurell punya hobi travelling tapi Aurell sendirilah yang memutuskan untuk menetap bersama beberapa pembantu. Itu yang Aurell ceritakan pada Sheila.

Yah yang Sheila tau.... Hidup Aurell memang sebebas itu!

Sheila merebahkan tubuhnya di kasur empuk miliknya di sebelah Aurell yang sudah terlebih dahulu rebahan.

"Bosan! Ngapain yuk?" ujar Sheila sembari memiringkan tubuhnya menghadap Aurell.

"Kamar lo kedap suara enggak ?" Aurell bertanya sebelum memberi usul.

"He'em," jawab Sheila singkat.

"Karokean yuk! Gue bawa microfon di tas!" Seru Aurell dengan riang dan dengan segera ia mengeluarkan microfon dari tasnya.

Jangan heran, memang tas Aurell itu isinya seperti kantong doraemon. Penuh dengan barang-barang. Bedanya, kalau doraemon itu membawa barang-barang berguna kalau Aurell sebaliknya.

Sheila ikut ikutan mengangguk dengan semangat. Harinya sudah baik sedari pagi dan otaknya juga sudah gila sejak bertemu Aurell di koridor pagi ini.

Maka, apa salahnya kalau mereka gila-gilaan lagi sekarang?

Sementara Aurell memasang microfon, Sheila mempersiapkan beberapa lagu di televisinya.

Setelah mereka mempersiapkan dengan cepat, mereka bertos-ria dan mulai menyanyi dengan gila. Bahkan mereka meloncati kasur dan melempar barang-barang di sekitar.

Jangan tanyakan bagaimana keadaan kamar Sheila setelahnya, karena kalau digambarkan, kamar Sheila bagaikan supermarket setelah mengalami perampokan besar-besaran.

Semuanya berantakan.

***

Sheila menuruni tangga untuk makan malam dan melihat seluruh anggota keluarganya telah berkumpul. Aurell juga ikut berjalan di belakang Sheila dengan sok malu-malu walaupun aslinya malu-maluin.

"Anak Papa kok baru kelihatan sih?" Leon menyapa Sheila dengan mengecup pipi kanannya saat Sheila sampai di meja makan.

"Di kamar aja Pah, ini ada temen Lia, mau nginep katanya," Sheila menarik kursi yang kosong dan membiarkan Aurell duduk di sebelahnya.

Yang dikenalkan hanya tersenyum ramah dan menyalami tangan Leon, "Om,"

"Ini temannya Lia ya? sudah bilang Mamanya belum mau nginep?" Leon sama-sama tersenyum ramah menanggapi teman Sheila.

Aurell hanya mengangguk mengiyakan mendengar pertanyaan Leon. Padahal mah, boro-boro bilang Mama Papa!

"Ini kakak aku Rell! ini Kak Alex, kak Dion, kak Azra dan yang paling jelek kamu sudah kenal kan."

Kakak-kakak Sheila tersenyum tipis dan mulai mengambil lauk tanpa ada niatan mengobrol lebih lanjut. Sedangkan Aurell menahan tawanya mendengar Sheila dengan cupunya bilang 'aku-kamu'.

Dan yang dinistakan hanya merenggut malas  dan mencubit pipi Sheila dengan gemas. Sheila hanya mengaduh dan mulai mengambil lauk.

"Aurell sudah temenan sama Sheila dari kapan? Kayaknya sudah akrab banget," Di sela-sela makan malam yang hangat, Dion bertanya kepada Aurell karena melihat interaksi adiknya dengan cewek itu.

"Dari kecil Kak! Dari umur empat tahun, hehe," jawab Aurell dengan malu-malu.
"Aih, dari kecil ternyata, Kakak kira ketemu di SMA." Azra kini menimpali. Aurell hanya tersenyum simpul dan kembali menyahut,
"Shei mana mau punya temen Kak!"

Sahutan Aurell membuat semua orang berhenti makan secara mendadak. Sheila menyikut perut Aurel dengan sedikit kencang.

"Eh, kenapa Shei?" Azra kini bertanya kepada adik bungsunya.

Sheila hanya mendengus dan berkata datar, "Ribet Kak,"

Alex yang sedari tadi diam ikut menyahut kecil, "Bener dek, ribet!"

Dan yang lainnya hanya geleng-geleng kepala melihat kekompakan anak sulung dan bungsu keluarga mereka. Sama-sama sulit bersosialisasi.

***

Karena besok libur, Sheila dan Aurell duduk di ruang keluarga sembari mengobrol ria dengan Kakak-kakak Sheila. Bercerita tentang banyak hal. Apalagi cerita saat Sheila kecil, kenangan yang mereka lewatkan.

Aurell dengan senang hati menceritakannya. Sedangkan yang digibahin hanya duduk bersandarkan dada bidang Dion sembari mengemil sukro.

"Iya beneran! Shei waktu kecil, ada temannya nangis gara-gara jatuh dari sepeda, mana mau nolongin dia! memang sih enggak  menertawakan, tapi dia ngomong  gini 'berisik' terus lari! Hahaha,"

Aurell memang terlihat seperti orang yang mudah bergaul. Bahkan dengan orang-orang dingin pun ia bisa membaurkan diri.

Buktinya sekarang ia sedang duduk diantara Kakak-kakak dingin Sheila yang antusias mendengar cerita Aurell tak terkecuali Alex.

"Memang gitu? Dasar Lia, turunan kak Alex banget!" kak Azra tertawa mendengar cerita Aurell.

Dan Aurell memang teman yang tau diri. Jadi ia tak akan membocorkan masalah  dalam hidup Sheila waktu kecil. Biar Sheila yang akan menceritakan itu. Intinya Aurell tau batas yang mana yang ia ceritakan dan Sheila paham soal itu.

Makannya Sheila membiarkan Aurell bercerita sesukanya.

"Dari kecil memang Sheila sudah banyak yang naksir. Kan pas kelas satu SD ada yang nembak Sheila, terus ditendang 'anu'nya sama Sheila sampai orang yang nembak Sheila akhirnya pindah sekolah soalnya trauma,"

"Terus, ada lagi deh yang lucu! pas disuruh buat puisi, masa Shei buat puisi judulnya diam. Trus dia diem aja di tengah kelas selama tiga menit and then, puisi Shei selesai... bayangin guru bahasa Indonesianya aja sampe cengo!"

Dan cerita Aurell berakhir pada jam 11 malam saat Raya membubarkan Alex, Raka, Azra, Aurell yang sedang menggibah juga Sheila dan Dion yang asyik menonton film.

***

Raya membuka kamar Sheila saat larut malam kemudian mencium kening anaknya yang sedang tertidur pulas.

Raya tertawa kecil melihat posisi putrinya yang tumpang tindih dengan Aurell.

Kemudian kembali mengelus rambut hitam legam putri cantiknya.

Saat Aurell bercerita tadi, sebenarnya Raya sedikit menguping. Ia tak berani bergabung karena air matanya entah mengapa tak berhenti menetes.

Ia ingin sekali melihat pertumbuhan putrinya. Dimana putrinya selalu merengek meminta mainan, atau saat putrinya belajar naik sepeda ataupun saat pertama kali putrinya masuk sekolah.

Raya perlahan beringsut dari kasur dan mendekati meja belajar Sheila yang dipenuhi tumpukan buku. Anaknya itu, walaupun bar-bar, tapi Raya melihat sendiri kalau Sheila amat rajin belajar.

Tangan Raya membuka laci di bawah meja belajar Sheila yang terlihat sedikit terbuka.
Matanya membelalak saat melihat isi di dalamnya.

Pisau, pisau lipat, dan sebagainya yang tak terhitung jumlahnya.

Untuk apa Sheila mengumpulkan semua ini?


Our Little SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang