Di suatu desa terpencil, hiduplah seorang anak kecil yang periang.
Ia hidup seorang diri tanpa adanya orangtua ataupun sanak saudara. Anak kecil itu tinggal di pinggir hutan bermodalkan sebuah rumah kayu yang hampir roboh. Ia mendapatkan makanan dari hutan. Baik buah-buahan bahkan hewan-hewan kecil seperti ayam hutan atau kelinci.
Anak kecil itu adalah anak yang pandai. Ia bisa membedakan mana tumbuhan yang bisa dimakan ataupun tidak. Mengingat selama hidupnya ia selalu berada di dalam hutan.
Namun sayangnya, anak kecil itu tidak pernah merasakan apa yang namanya kasih sayang.
Hidup seorang diri membuat ia penasaran bagaimana rasanya memiliki seorang teman.
Suatu hari, saat anak itu sedang mencari makan di hutan, ia bertemu dengan seekor burung yang salah satu sayapnya terluka. Burung itu berkicau dengan kencang.Meminta tolong siapapun yang melintas di sekitarnya.
Anak kecil itu jatuh hati pada burung berwarna indah yang sedang terluka. Ia bahkan melupakan tujuan awalnya untuk mencari makanan di hutan saking senangnya.
Dibawanya burung itu menuju rumahnya.
Ia memberi makan bahkan mengobati sayang burung itu.Rasa sayang yang asing mulai tumbuh dalam diri sang anak.
Lama kelamaan, Sayap burung itu perlahan sembuh.
Sang anak yang sudah terlanjur sayang terhadap burung itu berfikir keras. "Kalau sayap burung itu sembuh, otomatis burung itu akan terbang dan meninggalkan dirinya sendirian!"
Anak kecil itu menggeleng kencang.
Bagaimana bisa ia hidup seorang diri lagi, saat ia sudah nyaman bersama seorang teman, meskipun hanya seekor burung!
Dengan tatapan tajam, anak kecil itu mematahkan satu sayap burung kecil dan berada di dalam dekapannya. Kemudian, ia mematahkan satu sayapnya lagi.Tapi rasa takut kehilangan benar-benar membutakan mata hatinya.
Belum cukup mematahkan kedua sayap burung itu, anak kecil tadi juga memotong kedua kaki sang burung agar si burung benar-benar tidak bisa pergi kemana-kemana.
Berhari-hari, ia juga tidak memberi makan burung itu, dengan alasan takut sang burung pergi jika energinya terisi penuh.
Obsesi benar-benar merusak segalanya.
Memang burung itu tidak bisa pergi kemana mana. Tapi anak kecil itu lupa, Bahwa bukan hanya bisa pergi dengan terbang, si burung juga bisa pergi dengan kematian.
Lama-kelamaan, burung itu kelaparan dan akhirnya mati di tangan sang anak dengan segala obsesinya tentang kasih sayang dan pertemanan. Anak itu menangis sejadi-jadinya. Ia akhirnya menyadari bahwa keinginan yang terlampau berlebihan itu tidak baik.
Burung itu memang tidak pergi, namun di tangannya sendiri, burung itu akhirnya mati.
***
Sheila terbangun setelah mendapatkan mimpi buruknya. Ia mengernyit saat melihat langit-langit yang tak biasanya ia lihat akhir-akhir ini.
Ah iya, ia sekarang menginap di rumah Aurell setelah 'kedatangan' seorang psikolog tadi. Ia melirik jam tangan yang masih melingkar di pergelangan tangannya.
Pukul 02.00 pagi.
Astaga! Ia belum mengabari keluarganya!
Bagaimana ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Little Sister
Ficção AdolescenteSi cewek galak ini ternyata memiliki empat kakak posesif! "Wah, Bagaimana ini?" Follow ig Author juga yaa @njwazkyh