Part 2

134K 16.4K 554
                                    

"Ada apa sebenarnya, Gus?" Tanyaku pada Agus, operator mesin kemas yang sedari aku masuk tadi hanya menunduk.

Agus mengangkat wajahnya dan terlihat sangat ketakutan.

"Itu..nomor batchnya salah cetak, Mbak," ucapnya dengan suara bergetar.

Aku menatap kontainer-kontainer plastik yang sudah dipenuhi oleh tumpukan strip obat. Mataku terpejam, berusaha menenangkan hati dengan menarik napas panjang sebelum menanyakan pertanyaan yang kuharap jawabannya tidaklah semengerikan yang terlihat.

"Berapa strip?" Tanyaku pelan.

Perutku langsung mencelos melihat wajah-wajah yang terlihat semakin pucat di hadapanku.

No..no..no .. jangan bilang semuanya?

Yang dimaksud batch adalah sejumlah obat yang mempunyai sifat dan mutu yang seragam yang dihasilkan dalam satu siklus pembuatan.

Dalam satu siklus itu semua proses produksi mulai dari penimbangan bahan baku hingga pengemasan dicatat dalam satu dokumen yang disebut batch record.

Pada suatu kemasan obat, nomor batch adalah bagian yang sangat penting. Nomor batch seperti penanda, sehingga jika ada suatu masalah pada suatu obat yang diproduksi, maka akan mudah untuk menelusuri batch yang bermasalah lewat batch record yang telah dibuat.

"Satu..satu batch, Mbak," jawab Agus lirih.

Okey, ternyata memang semuanya. Satu batch berarti sekitar sepuluh ribu strip. Bagaimana mungkin mereka mencetak sepuluh ribu strip dan nggak satu orangpun menyadari kalau nomornya salah?

Aku menarik napas, berusaha keras menahan diri agar nggak meledak. Agus adalah operator strip yang baru beberapa bulan bekerja di sini, tapi bagaimana dengan Dina yang sudah bekerja di sini bahkan lebih lama dariku?

Proses pengemasan nggak mungkin berjalan sebelum ada acc darinya. Dan ada juga fungsi kontrol dari petugas IPC (In Process Control) yang mengambil sampel kemasan untuk diperiksa setiap beberapa menit selama proses pengemasan berlangsung.

Lantas kenapa nggak ada satu orangpun yang menyadari?

"Bagaimana bisa?" Aku menyuarakan keherananku dengan suara yang sudah mulai meninggi.

Semuanya menunduk tanpa menjawab membuat kesabaranku semakin menipis. Syukurlah sesaat kemudian suara gugup Agus terdengar kalau tidak aku pasti sudah meledak.

"Tadi saat pergantian shift kebetulan juga pergantian batch. Saya pikir Mas Dimas sudah mengganti nomor batch yang ada di papan, jadi saya setting mesin pakai nomor sesuai di papan," jelas Agus sambil menunjuk papan yang digantung di mesin.

Nomor batch selalu ditulis di papan putih itu setiap proses pengemasan dimulai agar kita tahu batch berapa yang sedang berlangsung. Aku menoleh ke Dina yang hanya diam sedari tadi.

"Dan kamu acc? Kamu nggak cek sebelum proses kemas dimulai?" Tanyaku tak habis pikir.

Sebelum proses kemas dimulai operator kemas akan melakukan uji coba beberapa strip yang kemudian ditunjukkan ke Supervisor Produksi, di cek apakah semuanya sudah ok sebelum proses kemas skala besar dilakukan.

"Saya cek kok, Mbak. Saya cek nomor-nomornya sudah benar semua, tanggal kadaluwarsa juga sudah benar, tintanya ya bagus, nggak kabur, saya pikir sudah sesuai semua, jadi saya acc," ucapnya lirih.

"Lalu kenapa bisa salah?" Tanyaku heran.

"Karena saya ceknya sesuai papan, saya cocokan nomornya dengan yang ada di papan semua benar, saya pikir Agus sudah mengganti nomor yang ada di papan dengan nomor batch terbaru," jelasnya sambil menunduk ketakutan.

Amoxylove (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang