Kami akhirnya memutuskan untuk pergi ke Hokky, sebuah supermarket yang cukup terkenal di Surabaya. Parkiran Hokky selalu ramai dan biasanya penuh, apalagi saat weekend begini. Tapi kami cukup beruntung karena langsung mendapatkan tempat parkir yang strategis, tepat di depan pintu masuk Hokky karena kebetulan ada mobil yang keluar saat kami baru saja datang.
Seperti biasa, tangan Pak Abhi bertengger di pundakku saat kami berjalan memasuki supermarket. Sekarang aku mulai terbiasa dengan sentuhan-sentuhan kecilnya. Tangannya baru berpindah dari pundakku saat ia mengambil trolly lalu mendorongnya sementara aku berjalan di sebelahnya.
Aku mulai memasukkan bahan-bahan yang dibutuhkan ke dalam trolly. Tepung, gula, coklat, telur dan beberapa bahan lainnya. Sementara Pak Abhi sibuk memasukkan berbagai macam snack.
"Bapak doyan ngemil ternyata, kok perutnya nggak buncit sih?" Aku melirik iri ke arah perutnya yang tercetak datar di balik kaos putih pas badannya.
"Olahraga dong," jawabnya singkat.
"Olahraga apa biasanya?" Tanyaku sambil memasukkan satu botol baking powder ke dalam trolly.
"Tiap hari pulang kerja biasanya saya nge-gym atau renang. Yaah yang fasilitasnya ada di apartemen aja, males juga kalo keluar lagi. Kadang seminggu sekali baru janjian basket sama temen-temen," jelasnya.
Aku berdecak heran. Bisa-bisanya pulang kerja, setelah terjebak kemacetan yang melelahkan, dia masih lanjut olahraga sementara aku yang biasanya selalu ketiduran di bus malah lanjut tidur lagi sesampai di apartemen.
"Kalo kamu olahraga apa biasanya?" Tanyanya balik. Aku mengedikkan bahu.
"Ya macem-macem, yang nggak perlu keluar dari apartemen juga kayak nyapu, ngepel, cuci baju, lap-lap meja, bersihin kamar mandi," jawabku jujur sementara Pak Abhi langsung mendengus.
"Itu bukan olahraga, Ra," decaknya. Aku mendelik nggak terima.
"Keluar keringet kok, jadi bagi saya itu termasuk olahraga." Aku membela diri.
Pak Abhi hanya menggeleng-gelengkan kepalanya namun tak lagi membantah.
Aku sudah beres mengambil segala bahan yang dibutuhkan dan hendak beranjak ke kasir saat ekor mataku menangkap sekelebat sosok yang kukenal di salah satu lorong supermarket yang membuatku langsung menghentikan langkah.
"Ada yang ketinggalan?" Tanya Pak Abhi saat melihatku hanya terdiam.
Aku masih diam, hanya memandang tak berkedip pada sosok laki-laki yang tengah asyik memilih-milih produk shampo.
"Permisi." Sebuah suara lembut terdengar.
Aku menoleh dan melihat seorang wanita cantik hendak memasuki lorong namun terhalang oleh tubuhku dan tubuh Pak Abhi yang berdiri tepat di ujung lorong.
Pak Abhi menarik tanganku ke samping hingga gadis itu akhirnya bisa lewat sambil mengucapkan terima kasih. Wanita itu lalu melangkah mendekati sosok laki-laki yang sangat kukenal.
Wanita itu bergelayut manja di lengan si lelaki sambil mengucapkan sesuatu, lalu mereka berdua tertawa. Laki laki itu bahkan mengusap perut si wanita yang masih terlihat datar dengan sayang.
Aku memejamkan mata, pemandangan di hadapanku terlalu menyakitkan. Rasanya seperti mimpi buruk yang menjadi kenyataan. Yudha sudah memiliki kekasih baru, bahkan mungkin sekarang sudah menjadi istrinya. Saat melihat dengan mata kepala sendiri barulah semua ini terasa nyata, dan ternyata benar-benar pahit rasanya.
Delapan tahun bersama, belum pernah aku melihat Yudha tertawa selepas itu. Apakah bersamaku dia nggak bahagia? Lantas apa arti kebersamaan kami selama ini baginya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Amoxylove (COMPLETED)
ChickLitShera Kinanti, 25 tahun, Manajer Produksi Beta Laktam di sebuah perusahaan farmasi, punya poin-poin yang tidak disukai dari seorang pria. Sayangnya semua poin itu ada di sosok Direktur Marketing yang baru. Sejak hari pertama, Shera sudah alergi ber...