D U A P U L U H E N A M

387 18 3
                                    

Happy Reading!!

Typo bertebaran!!
_____________________________________________________
___

Ketika palu hakim di ketuk dan menandakan ayah nya benar-benar bersalah, Alana sudah tahu bahwa itu adalah titik awal dari kehancurannya.
Dia juga sudah tahu bahwa hidup nya akan berubah 180 derajat.

Alana sudah tahu dan dia harus bisa menerimanya, awalnya memang sangat menyiksa, awalnya memang terasa berat sampai rasanya Alana tidak sanggup menjalani hidupnya yang sekarang.

Dari awalnya yang terpaksa, hingga terbiasa membuat Alana menerima semuanya dengan ikhlas, tapi saat Alana mulai ikhlas dengan semua yang terjadi. Tuhan mengujinya dengan mengambil ayahnya. Alana berada di titik kehancuran untuk yang kedua kalinya, rasanya semua usaha Alana agar tetap hidup menunggu ayahnya terasa sia-sia sebab ayahnya adalah alasan Alana bertahan.

Namun seolah belum cukup, Alana kembali di hadapkan dengan kenyataan bahwa ibu nya sudah menikah lagi.

Dan terakhir kali Alana melihat ibu nya, beliau seperti sangat bahagia dengan keluarga barunya, Alana merasa miris dengan keadaannya. Dia tidak punya keberanian untuk sekadar menghampiri ibu nya dan bilang bahwa dirinya sangat rindu.

Tidak, Alana tidak ingin mengusik kebahagiaan ibu nya dengan datang mengaku sebagai anaknya.

Tetapi saat Alana ingin membuka pintu dia melihat sosok yang telah lama dia rindukan, yang sangat ingin Alana temui.

Ibunya.

"Bunda.." Ucap Alana ketika melihat ibunya yang berdiri di hadapannya.

Seluruh tubuh Alana tiba-tiba membeku, ketika ibunya merengkuh nya kedalam pelukan hangat yang sangat Alana rindukan. "Bunda.." Panggil nya lagi.

"Iya, sayang. Ini bunda nak."

Hancur sudah pertahanan Alana, air matanya turun ketika sang ibu membelai rambutnya dengan lembut.

Ya Tuhan Alana tidak sedang bermimpi kan?

Jika ini mimpi, tolong jangan bangunkan dirinya dulu, biarkan seperti ini sampai Alana merasa rindu nya benar-benar tuntas kepada sang ibu.

"Maaf, Maafkan bunda ya sayang,"

Alana benar-benar tidak sedang bermimpi, ibunya. Ibunya benar-benar datang, disini. Masih merengkuh Alana dengan pelukan paling hangat yang Alana rasakan.

"Bunda, Alana kangen." Kata Alana sembari menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sang ibu.

"Bunda juga sayang, Bunda rindu sekali sama kamu nak, sampai mau mati rasanya."

*******

"Jadi kamu mau kan? Ikut Bunda?"

"Apa suami bunda gak keberatan kalo aku tinggal disana?"

Marisa tersenyum. "Enggak sayang. Bunda sudah bilang sama suami bunda sebelum menikah, kalo bunda juga punya anak gadis. Mau ya sayang? Tinggal sama bunda." Kata Marisa dengan tatapan penuh harapan pada Alana.

"Iya bunda Alana mau." Setelah mendengar jawaban itu hati Marisa langsung lega dan tenang.

"Sekarang kamu ikut bunda ya? Kita pulang kerumah yang baru."

******

"Halo!! Kamu pasti Alana ya? Yang sering di ceritain Bunda!" Seru seorang gadis yang sepertinya lebih muda dari Alana.

"Iya aku Alana."

"Senang deh bisa ketemu sama kamu, Aku Nanda." Katanya sambil mengulurkan tangan kepada Alana.

"Aku Alana." Balas Alana.

"Oke kalo gitu kita ke atas yuk! Aku mau tunjukin kamar kamu." Kata Nanda sambil menarik lengan Alana memintanya untuk mengikuti gadis itu.

******

"Alana sudah mau di ajak kesini?" Tanya Dimas, suami baru Marisa.

"Sudah, meskipun agak susah tapi akhirnya dia mau."

"Syukur kalo gitu, biar Nanda punya teman. Kasian dia dari kemarin nanyain terus kapan Alana kesini."

"Makasih ya mas."

"Untuk?"

"Karena sudah mau menerima Alana."

Dimas tersenyum, "Itu sudah kewajiban ku, karena saat aku menikahi mu itu artinya aku juga harus menerima anak mu, lagi pula dua anak sepertinya sudah cukup."

"Aku sayang kamu." Kata Marisa.

"Aku juga."

******

"Ini kamar aku?" Tanya Alana, karena dirinya sedikit takjub melihat kamarnya yang lebih luas tiga kali lipat di banding kamarnya yang berada di kontrakan.

"Iya, ini kamar kakak. Aku sendiri lho kemarin yang dekor kamar ini walaupun di bantu bunda juga sedikit. Kamu suka gak?"

"Suka. Makasih Nanda."

"Sama-sama kak."

"Eh?"

"Aku boleh panggil kamu kakak kan?"

"Hah?" Alana bingung kemudian tersadar jika saat ini dirinya adalah bagian baru dari keluarga ibu nya. "Eh iya boleh kok! Panggil nama juga gapapa." Kata Alana membuat senyum Nanda melebar karena senang.

"Yeay! Akhirnya aku punya kakak." Kata gadis itu dengan riang. Alana tertawa kecil karena gemas melihat Nanda, gadis ini begitu polos dan lucu membuat Alana senang bertemu dengan nya.

"Sekarang taro tas kamu di dalam, Kita main dikamar ku aja. Aku punya mainan baru." Dengan pasrah Alana kembali mengikuti Nanda yang sedang bersemangat mengajak nya bermain.

******

"Giman Alana? Sudah lelah ya di ajak main terus sama Nanda?" Tanya Dimas membuat Alana tersenyum canggung.

"Enggak kok Om, saya seneng bisa main sama Nanda."

"Bagus dong, tapi maklum ya Nanda memang seperti itu sama orang yang dia suka."

"Iya om gapapa."

"Anak itu dari kecil sudah di tinggal sama ibunya, jadi dia kesepian karena tidak punya teman main dirumah, Makanya waktu bunda mu bilang punya anak perempuan dia langsung senang, karena akhirnya dia punya teman main dirumah."

Alana hanya tersenyum membalasnya,

"Terimakasih ya Alana."

"Untuk apa om?"

"Karena kamu sudah mau tinggal disini sama kita."

"Tidak perlu berterima kasih Om, justru  saya yang harusnya berterimakasih karena om sudah mengizinkan saya untuk tinggal disini, tapi jika om keberatan saya tidak apa-apa jika harus pergi dari rumah ini."

Dimas menggeleng. "Sama sekali tidak keberatan, malah saya senang selain karena Nanda jadi punya kakak, saya juga senang karena kamu rumah ini jadi tambah ramai. Betah disini ya Alana."

"Pasti Om."

Dimas tersenyum kemudian bangkit dari duduknya lalu menepuk pelan pundak Alana. "Saya pamit ke ruang kerja dulu kalo begitu, kamu bisa kembali ke kamar mu, dan terimakasih sudah mau tinggal bersama kami. Saya tinggal dulu ya."

******

TBC

Yuhuuuu kita ketemu lagiiii

Maaf lama yaa

Jangan lupa VOTMENT

see you🖤

ALANA(On going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang