Bagi Dua | 4

10 4 0
                                    

Keke masih merasa gugup karena kelakuan Naldo saat berada di kelas tadi. Suasana sepi, dan hanya ada mereka berdua.

Tatapan Naldo, suara berat Naldo kala memberitahu Keke tentang 'filosofi apel', tak bisa Keke pungkiri jantungnya serasa akan meledak karena itu.

Seperti biasa, tiap sore Keke akan menyempatkan waktu untuk ikut latihan bersama tim volly. Berhubung waktu untuk seleksi pemilihan tim volly inti SMA Anggatriaja semakin dekat, latihan jauh lebih intens dan getol dilaksanakan.

Sekarang Keke memilih istirahat di pinggir lapangan. Latihan sudah selesai beberapa menit lalu, tetapi gadis itu masih enggan bangkit dan beranjak pulang. Ia ingin mengistirahatkan kakinya yang terasa begitu pegal habis latihan. Tangannya bergerak cepat meraih sebotol air mineral dan meneguk air hingga setengah botol.

"Ke!"

Keke mendongakkan kepala, kala teman satu eskulnya datang menghampiri dan ikut duduk disebelahnya. "Nggak pulang?", tanya Anne-- teman satu eskul Keke di eskul volly.

"Mau ngadem dulu, kaki gue capek kalau gue harus ke parkiran motor sekarang." Keke membalas cuek.

Anne mengangguk maklum. "Gue juga udah capek banget. Tapi nih ya, gue penasaran. Yang bakalan kepilih jadi anggota inti siapa, yah?"

Senyum lebar Keke terbentuk, satu tangannya terangkat dan menepuk pelan pundak Anne. "Gue harap, lo salah satu tim intinya."

Mata Anne mengerjap dengan penuh pengharapan. "Aamiin ya Allah! Semoga lo juga kepilih, yah! Biar kita sama-sama berjuang buat banggain nama sekolah."

Keke hanya mengamini dalam hati. Ia terpilih atau tidak, Keke tak mau ambil pusing. Selama ini ia sudah berusaha semampunya. Lagipula, bermain volly bermanfaat, waktu luangnya jadi lebih produktif.

"Eh, Keke, gue ada berita , nih. Pasti lo nggak tau."

Kedua mata Keke berputar jengah. Anne sedang dalam mode ghibah saat ini. Mau tidak mau, Keke hanya bisa terduduk dengan raut pasrah.

"Berita apaan emang? Soal tuyul?", tebak Keke dengan wajah tanpa minat.

Anne berdecak pelan. "Tuyul mulu, ah! Ini soal teman sekelas lo. Aduh, siapa lagi yah nanya? " Mendadak Anne lupa siapa sosok yang ia lihat bersama siswi baru pindahan dari Malaysia, yang Anne ketahui bernama Vanesha.

"Ya gue udah hapal banget kelakuan kalian. Kalau nanya ke gue, pasti ada sangkutannya sama si Fahmi tuyul," balas Keke agak sedikit ngegas.

"Aih, gue beneran! Waktu itu anak-anak lagi bicarain soal mereka, katanya teman sekelas lo itu ada something sama si murid baru." Anne berkata dengan nada menggebu. "Beneran dah, gue lupa namanya. Teman sekelas lo yang mukanya oriental manis itu. Aih, siapa sih, ah?!", pekik Anne sebal tak bisa mengingat nama teman sekelas Keke yang ia maksudkan.

Keke meringis. "Perasaan muka teman sekelas gue pada muka pribumi semua, deh...eh tapi ada juga sih yang oriental dikit. Hito, Marko, Naldo..."

"Nah, dia!", pekik Anne membuat Keke berjengit kaget.

"Astaga! Ngagetin aja!", kata Keke sebal. "Siapa?"

"Yang lo sebutin tadi!"

"Marko?", tanya Keke sangsi.

"Ish, bukan! Kalau Marko mah gue kenal. Anak jebolan olimpiade biologi."

Keke menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Hito?"

"Bukan! Kalau Hito gue juga kenal! Dia kan atlet bulu tangkis yang popular juga. Masa' iya gue nggak tau."

Keke menepuk keningnya. Kenapa kesannya jadi malah kayak main teka-teki begini?

Bagi DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang