Naldo menjadi begitu sibuk. Waktu bersama teman-temannya jadi lumayan berkurang. Biasanya jika sepulang sekolah ia akan ke warnet, tapi sekarang ia harus bisa menahan diri. Ia sudah punya tanggung jawab untuk kegiatan eskul yang ia pimpin.
Belum lagi, sekarang ia berada di ruang eskul PMR, berkumpul bersama dengan anggota eskul yang lain. Pandangan Naldo mengedar ke sekitar. Sudah banyak yang datang, termasuk Keke juga.
Sekarang, Keke tengah berbincang dengan beberapa anak eskul PMR juga. Bahkan disana juga ada Bintang, Maya, Venus, Ester, dan teman sekelas mereka yang lain. Naldo jadi berpikir, apakah Keke berusaha menghindar darinya? Tak mungkin juga Naldo bisa berpikir sampai seperti itu, jika ia tak mengalaminya sendiri.
Beberapa kali ia berpapasan dengan Keke, Keke malah memilih buang muka. Naldo merasa agak sedikit tidak nyaman. Ia tak suka jika Keke mengabaikannya. Tapi kembali lagi, apa haknya?
"Weh, si leader malah ngelamun disini! Kenapa lo?", tanya Yudha yang entah datang darimana. Tapi yang jelas, Naldo bisa memprediksi, jika Yudha habis berburu gosip terbaru dari anak eskul PMR.
"Segala pikiran positif gue tentang dunia langsung ludes gegara kehadiran lo," balas Naldo enteng.
"Wah, songong banget lo, ah!" Yudha duduk mendekat pada Naldo, pemuda itu langsung melotot. "Heh, jauh-jauh! Gue nggak mau disangka homoan sama lo."
Sungguh kali ini Yudha tak bisa menahan diri. Ia menyentil bibir Naldo hingga pemuda itu mengaduh pelan. "Tuh mulut kayaknya disambelin enak kali. Ngebacot kagak pernah dipilter. Eh, ngomong-ngomong..."
Hm.
Wajah Naldo berubah datar. Jika Yudha sudah mengeluarkan kata 'ngomong-ngomong', sudah jelas pemuda bertubuh tinggi besar itu akan memulai sesi perghibahan. Naldo tidak terlalu suka ghibah, jenis perghibahan ia juga pilih-pilih.
"Lo ada hubungan apa sama si Vanesha anak baru pindahan dari Malaysia itu?"
"Heh?" Naldo melongo dengan pertanyaan yang diluncurkan Yudha. Entah sudah berapa kali, dan entah sejak kapan, dia menerima banyak pertanyaan semacam ini. Seolah, dia dan Vanesha punya hubungan istimewa.
"Heh-hah doang lo! Jawab aja, sih! Gue kepo akut, nih!", desak Yudha.
Naldo memutar kedua mata dengan jengah. "Demi Allah, Yud, gue nggak ada apa-apa sama si Vanesha. Dia juga masuk eskul English Society, dia tahu kalau gue ketuanya. Makanya dia sering minta tolong sama gue."
Yudha memicing. Wajahnya dibuat sok serius. Ia meneliti wajah Naldo, berusaha mencari kebohongan atau kepalsuan. Dipandangi seperti itu oleh Yudha, Naldo langsung bergidik. "Hmmm, kayaknya lo emang jujur..."
"Gue emang jujur!", balas Naldo segera.
"Iya, iya. Gue believe. Tapi, kayaknya dia yang suka sama lo! Modusnya ketahuan banget!"
Kedua mata Naldo membulat. Lalu ia tertawa. "Dia? Suka sama gue? Yang bener aja! Seleranya pasti yang kerenan, lah. Lagian gue nggak mau mikir hal begituan. Nggak penting amat buat gue."
"Idih! Nggak percaya, tuh! Kentara banget dia suka lo, Do. Kenapa dia harus minta tolong sama lo, apa dia nggak punya temen cewek disini?"
"Astaga, Yud! Yakali dia langsung punya temen cewek yang akrab banget sama dia. Dia murid baru, dan gue bantuin dia karena dia anggota eskul gue."
"Tapi gue lebih yakin dia naksir lo, sih! Percaya deh sama gue."
Naldo tak membalas. Ia mengusap wajahnya perlahan. Kenapa juga dia harus terjebak bersama Vanesha? Si murid baru yang Naldo saja tidak begitu kenal?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagi Dua
Teen FictionLeonardo Iriandi, pemuda manis yang jago urusan menggambar. Otaknya cerdas, tapi itu tidak membuatnya sombong. Kata teman-teman sekelas, Naldo, sapaan akrabnya, tak tertarik dengan hal cinta dan asmara. Kata Naldo, ia masih terlalu 'kecil' untuk mem...