Yogyakarta, September 1987
Waktu siang sudah hampir habis ketika Ardi terus memacu langkahnya naik menuju lantai teratas Gedung Departemen Matematika. Begitu sampai, ia langsung pergi ke barat dan mengintip sebuah ruangan di sana. Ekspektasinya tercapai. Para mahasiswa tahun pertama masih terlihat takzim menyimak kuliah terakhir mereka: vak Kalkulus I yang diampu Pak Fuad.
Ardi tersenyum sinis. Di sudut pintu, ia tergelitik memperhatikan rona-rona suram yang penuh dengan ketegangan itu. Wajah-wajah mereka tampak begitu lugu. Mirip seperti anak-anak kucing yang tak tahan ingin lekas kabur dan mencari tempat persembunyian.
Welcome to the club, Folks! Have a fun time with Mr. Fuad Sudjono, your truly beloved nightmare! seru Ardi sarkastis dalam hati.
Dulu, ia memang pernah berada di kelas yang sama seperti mereka. Akan tetapi, Ardi tidak terlalu merasa tertekan. Tiap kali rasa takut itu menyerang, ia selalu teringat dengan Albert, sahabatnya di Jakarta. Label "pengecut" yang pernah Albert berikan terus memecutnya untuk bergerak maju. Ia juga tidak mau pulang ke Jakarta hanya untuk menerima semprotan dahsyat dari papanya. Jadi, peduli setan dengan teriakan dan pelototan mata Pak Fuad yang sebulat bola pingpong itu. Pokoknya, Ardi tidak mau bertingkah lagi macam anak ayam. Ia harus bisa menyaingi ketangkasan Albert. Pemuda kelahiran Sumatra itu pasti juga sedang berusaha lebih aktif dan tahan banting di tempat kuliahnya sekarang.
Maka ketika teman-temannya sibuk merasakan gemetar di tubuh mereka, Ardi justru tak kapok-kapoknya menghampiri white board yang terpajang di depan kelas. Salah sedikit, maju lagi. Salah banyak, maju lagi. Benar semua, juga maju lagi. Setiap tantangan soal yang Pak Fuad berikan, selalu coba Ardi nikmati, senikmat ia menyaksikan acara musik. Senikmat ia mengagumi foto Hedy Lamarr di majalah. Lama-kelamaan, teriakan Pak Fuad yang sember itu jadi terdengar biasa. Indah seperti lagu cinta. Tiap kali Ardi dapat nilai A, dosen berkepala botak itu bahkan jadi suka sekali memamerkan senyum lebarnya, seolah-olah sedang tersenyum kepada istrinya sendiri. Itu bagus, kata kakak tingkat. Berarti Ardi sudah sukses mengambil hati Pak Fuad untuk modalnya di masa depan.
Awalnya, si "Anak Emas Dosen Tergalak" itu tak mengerti apa maksudnya. Ia heran, mengapa mereka bisa sampai menggunakan istilah modal segala? Namun, seiring waktu beranjak, Ardi akhirnya paham ketika Pak Fuad selalu menjadikannya asisten andalan, memuji-mujinya sebagai mahasiswa teladan, hingga dengan mudah mau menerimanya sebagai mahasiswa bimbingan, tanpa harus membuatnya bersusah-susah lagi menemukan topik skripsi.
Ya, Ardi memang bisa dikatakan beruntung. Ia juga spesial di mata Pak Fuad sampai kemudian terdengar kabar bahwa ada seorang mahasiswi tahun pertama yang mampu menyelesaikan soal bulanan beliau. Soal-soal yang dulu membuat Ardi menyerah saat berada di tingkat yang sama dengannya.
Bukan main!
Geram, tak terima, tidak percaya. Semuanya kini merasuk berkelindan di dada Ardi. Lelaki itu penasaran. Siapa sih perempuan itu? Yang mana orangnya? Ia pasti pernah melihat, sebab bulan lalu ia sempat menggantikan Pak Fuad mengajar ketika dosen itu sedang izin. Dan sekarang, ia gemas sekali ingin bisa mengecek kemampuannya. Kalau perlu, ia akan menantangnya beradu soal teori graf sampai malam. Di mana pun!
"Cari siapa, Mas Ardi?" tanya seorang mahasiswa berkumis yang duduk paling dekat dengan pintu. Barusan ia menunggu Ardi sebentar sampai kakak tingkatnya itu selesai berbalas sapa dengan Pak Fuad.
"Aku mencari temanmu yang bernama Sarah. Sarah Ratri Lestari." Ardi sudah mengingat tiga kata itu begitu disampaikan temannya yang bernama Mirna.
"Oh. Itu, Mas." Si adik tingkat menunjuk ke ujung barisnya. "Yang duduk paling pojok. Sedang baca buku."
Tanpa menanggapi, Ardi langsung memelesatkan kakinya cepat hingga berhenti tepat di depan Sarah. Para mahasiswa lainnya yang masih tinggal di ruangan menatap heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Arsip] Dear Mr. Euler
Novela Juvenil⚠️ NASKAH UTUH SUDAH DITARIK DARI WP /*Cerita ini dimasukkan ke reading list WattpadRomanceID kategori Cerita Bangku Kampus pada Mei 2023*/ BLURB: Selama ini Sinar merasa menjadi seorang mahasiswa Matematika adalah suatu kesalahan terbesar dalam hid...