Prolog

160 70 62
                                    

Kedatangan senja hari ini membuat gadis dengan rambut terurai menunggunya hilang habis tenggelam. Velin, nama yang cukup singkat. Kedua orang tuanya membung dirinya kala Velin berumur 7 tahun di sebuah Taman bermain, hingga kini ia tidak tau dimana keberadaan orang tuanya.

Seorang laki-laki dengan baju Kerjanya menghampiri Velin yang tengah duduk sendiri sembari menoleh ke kanan kiri terus menerus. Mencari sosok ibunya yang belum lama pergi meninggalkannya untuk membeli es krim.

Laki-laki yang di ketahui sebagai dokter itu menunggu Velin di kursi beton sebelahnya hingga berjam-jam. Di lihatnya wajah Velin yang kian sendu, iapun menghampirinya.

"Kamu nunggu siapa?" tanya dokter tersebut dengan sangat ramah.

Gadis kecil tersebut menatap Laki-laki di hadapannya dengan senyum, "mama om, katanya mama mau beliin aku es klim, terus aku di suruh tunggu di sini."

Dokter tersebut mengengguk. Ia mulai berfikir selama itukah membeli es krim?

Iapun berinisiatif untuk membawa Gadis kecil itu pergi kerumahnya.

" Mama kamu kayaknya gak bakal kesini lagi deh, kamu ikut om aja mau gak?" tanya nya.

Gadis kecil itu terlihat berfikir sejenak.

"gimana? Mau gak? Nanti om beliin es krim yang banyak."

Gadis kecil tersebut mengangguk antusias, "mau om, yang banyak ya"

Dokter di hadapannya tertawa, dalam lubuk hatinya sedikit bersedih. Adakah orang tua yang meninggalkan anaknya sendiri berjam-jam di tempat seperti ini? Apakah mereka membuang gadis kecil ini? Tega sekali mereka? Bukankah dia gadis kecil yang manis?.

Mulai hari itu, Seorang Dr. Herry Wirawan mengadopsinya sebagai anak.

---

Velin. Teman-temannya slalu mengatakan bahwa dirinya adalah gadis yang cantik, Velin slalu menjadi dirinya sendiri walaupun tak satupun cowok memandangnya baik dan hanya menganggap sebagai wanita bodoh.

Kini Velin tengah berada di pinggiran danau bersama kedua sahabatnya. MEIRA PRANINDITA dan APRILLIA ANANDA WATI. Mereka adalah sahabat yang slalu ada kapan pun dan dimanapun velin berada, begitulah menurut Velin.

"Vel, lo tuh kenapa siiii. Suka banget liatin senja kayak gitu? Kan senja mah masih bisa di liat besok-besok, gak bakal ilang kecuali kalo udah kiamat," cerocos Meira yang sedari tadi sudah ingin pulang namun enggan meninggalkan velin sendirian.

"Eh, Ra. Kalo omongan tuh di jaga," ucap April sembari menoyor bibir Meira, dan yang di toyor hanya merasa kesal.

Velin sama skali tak terganggu, matanya masih menatap warna jingga di langit, masih dengan senyuman yang sama dan pada Senjalah ia tunjukan.

"lo tau gak? Kenapa gue suka sama senja?" Tanya velin di sela2 keributan Meira dan April. Dan yang di tanya hanya saling pandang.

"enggak" jawab mereka sembari menggelengkan kepalanya bak anak kecil.

Lalu Velin sedikit tertawa namun pandangannya tak berubah, masih pada tujuannya.

"Senja itu slalu nepatin janjinya untuk slalu hadir, walaupun setiap harinya hanya sekali, tapi kemunculannya bisa membuat orang-orang takjub. Gak seperti pelangi yang indah nya berjanji untuk hadir lagi, tapi gak tau kapan hadirnya."

Meira dan April yang mendengar itu seakan akan mengerti maksud ucapan velin.

"Vel, lo gak sendiri kok, kita bakalan slalu berjanji untuk ada buat lo," ucap Meira dan di setujui juga oleh April. Lalu mereka berdua memeluk velin dengan lembut.

VelinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang