Ketakutan

51 47 4
                                    

Di dalam kamar dengan nuansa langitnya, Velin sudah selesai menggunakan baju seragamnya, Andi pulang tadi malam dengan membawa sedikit hadiah buat Velin Dan juga kedua kakak Angkatnya.

Velin melihat jam yang melingkari tangannya, jam menunjukkan pukul 06.21. Velin terlihat agak panik, ia dengan cepat-cepat memakai sepatu dan meraih tasnya dengan kasar, Velin juga membawa Handphonenya.

Velin menuruni anak tangga dengan sedikit berlari kecil, di lihatnya di bawah sudah terdapat Andi, Intan, dan juga Lia yang tengah melahap serapannya. Velin tak berniat ikut bersama mereka, Velin lalu menghampiri Andi dan mencium punggung tangan Andi dan berpamitan, di saat itu juga Andi menyelesaikan sarapannya. Andi menatap heran pada Putrinya. "Vel, kamu enggak sarapan dulu?" Tanya Andi yang sembari mengelap tangannya dengan tisue.

"Enggak pah, Velin udah terlambat soalnya, Hari ini juga ada ulangan"

"Oke. Ohya, kakek bilang. Katanya kamu belum kesana ya?" Tanya Andi.

Velin lupa akan hal itu. Velin terlalu memikirkan masalah yang kemarin-kemarin. Velin pun memberikan cengiran kudanya yang menampilkan sedikit deretan gigi putih nan rapihnya. Andi yang melihat itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sembari tersenyum tipis.

"Yaudah gapapa. Kamu juga pasti sibukkan karena tugas? Yaudah, nanti papa bilang ke kakek. Soalnya kata beliau, beliau kangen sekali sama kamu Vel"Ucap Andi.

"Iya pah. Nanti kalo Velin udah selesai sekolah, Velin usahain buat Dateng ke rumah kakek"

Di belakang itu, Intan dan Lia nampak kekesalannya sudah sampai di puncak kemarahannya. Bisa-bisanya si papa baik ke anak sulung ini? Dasar anak pungut! Gerutu Lia dan memilih menyudahi sarapannya dan memilih pergi. Intan yang menyadari kekesalan Lia hanya mendengus kasar saat menatap Velin yang ternyata tersenyum, dasar muna!Umpat Intan.

"Yaudah pah, Velin berangkat ya" Andi pun mengangguk kan kepalanya.

Velin berjalan dengan tergesa-gesa. Ia begitu takut saat gerbang sekolah tertutup di saat Velin belum sampai di sana.Velin menatap jam yang melingkar di lengannya.

"Tuh kan, udah jam berapa cobaaa" keluh Velin.

Velin membuka pagar rumahnya dengan sedikit kasar. "Pagiiiii Vel" Velinpun terkejut bukan main. Bagaimana bisa cowok di depannya ini ada di luar pagar rumahnya?

"Lo-lo ngapain di sini? Gak sekolah Lo? Udah telat ni" Ucap Velin kesal.

"Gue di sini mau jemput Lo"

"Kesambet apaan si Lo Bim?" Ya cowok yang ada di depannya ini adalah Bima, Sahabatnya.

"Udah ayo, udah telat nih" kata Bima sembari menghidupkan motor besarnya yang berwarna merah.

"Bim gua bawa sepeda gua" tolak Velin halus. Namun Bima sudah terlebih dahulu menariknya dengan halus untuk menduduki jok motornya. Dan akhirnya Velin hanya bisa pasrah.

Sepanjang perjalanan hanya ada suara deretan motor Bima. Keduanya saling diam, Bima fokus pada jalan, dan Velin memilih diam karena tidak tau harus membicarakan topik apa?

Matahari semakin tinggi, sinarnya mulai menerangi seluruh isi nya. Dan itu artinya mereka sudah terlambat untuk sampai di sekolah. Velin yang menyadari itu nampak gelisah. Sedangkan Bima hanya menjalankan motornya dengan santai seperti tak ada beban. Velin yang melihat itu heran bin aneh.

VelinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang