(20)

201 35 14
                                    

"Irene, sekarang kita mau kemana?" tanya Mino dengan hati hati.

Mino dan Irene kini sudah berada di dalam mobil setelah meninggalkan apartemen Sehun. Irene masih menangis sesenggukan. Mino tidak tau harus menjalankan mobilnya kemana, dia harus mendapat persetujuan Irene untuk pergi kemana, tidak bisa jalan seenaknya sendiri.

"Pulang?" tanya Mino lagi karena tak kunjung mendapat jawaban dari Irene. Lalu Irene menggelengkan kepala. Nah kan, benar, untung saja Mino tanya dulu. Kalo tiba tiba dia menjalankan mobilnya ke apartemen Irene pasti bakal salah.

"Ke taman dulu aja" kata Irene

"Ini udah malem masa ke taman, dingin loh"

Irene yang tadinya sudah mulai mereda kembali menangis lagi.

"Eh iya iya, ke taman nih sekarang. Taman yang biasa kan?" Mino akhirnya menuruti kemauan Irene tanpa mencoba membujuknya lagi, daripada Irene menangis tambah kencang karena ulahnya. Irene yang ditanya menganggukan kepala, mengiyakan.

Taman biasa yang dimaksud Mino adalah taman tempat dimana dirinya dan Irene pertama kali bertemu. Taman itu adalah tempat favorit Irene, selama bekerja dengan Irene beberapa kali Mino menemaninya untuk pergi ke taman itu hanya sekedar jalan jalan dan duduk menikmati kesegaran udara disana, membuat tenang, pantas saja Irene suka berada di taman itu.

Di tengah perjalanan tiba tiba Irene membuka kaca mobil, lalu membuka tasnya. Ia mengambil sebuah kotak dari dalam tas, kotak jam tangan. Jam tangan yang akan diberikan kepada Sehun sebagai hadiah ulang tahunnya namun tidak jadi. Lagian kalau jadipun, mungkin dia tidak akan terlalu suka, Sehun lebih suka tubuh wanita daripada barang seperti itu.

"Irene mau ngapain?" tanya Mino bingung

"Mau buang ini" jawab Irene sambil menunjukan kotak yang ada ditangannya

"Hah? Itu mahal banget mau dibuang? Yang bener aja ren,  mending buat saya aja daripada dibuang gitu" Mino mencoba menahan Irene yang akan membuang jam mahal itu, harganya saja puluhan juta bahkan hampir seratus juta, mau dibuang gitu aja, gila.

"Males liat jam ini" Irene langsung melempar kotak jam itu ke luar, Mino hanya menatapnya kaget "Kalo kamu mau, besok besok aku beliin" lanjutnya

"Oh ehm itu, bukan gitu. Saya ga minta dibeliin, maksudnya daripada dibuang kan? Itu juga belinya pake uang loh. Tapi sekarang udah terlanjur dibuang ya udah" jelas Mino

Irene tidak lagi berbicara, hanya menangis saja sepanjang jalan. Suasana menjadi awkard. Mino bingung mau apa, mau ngajak ngobrol tentu bukan waktu yang tepat. Ia paham bagaimana perasaan Irene saat ini, sangat paham. Dihianati oleh orang yang dicintai. Entah apa jadinya kalo publik tau sifat Sehun yang sebenarnya, kelakuaannya itu sangat tidak pantas disebut seorang publik figure.

Akhirnya sampai di taman. Irene mendudukan dirinya di salah satu kursi yang ada disana. Suasana taman di malam hari sangat sepi dan gelap, pencahayaan hanya dari lampu taman ditambah cahaya dari bulan yang kebetulan malam ini sedang bulan purnama, untungnya cuaca tidak sedang mendung.

"Duduk aja no" perintah Irene pada Mino untuk duduk disebelahnya. Mino menurutinya.

"Bulannya bagus banget, tau aja aku lagi sedih" kata Irene melihat ke atas

"Apa hubungannya bulan sama sedih astaga, untung cantik, bos sendiri lagi. Orang kalo lagi patah hati suka nglantur gini ya. Apakabar gue yang selalu patah hati selama ini, tapi mulai sekarang udah engga hehe. Maaf harus seneng diatas kesedihan kamu ren" pikir Mino yang terus memperhatikan Irene sambil tersenyum

"Pinjem bahunya no" Irene tiba tiba menyenderkan kepalanya pada bahu Mino. Kata kata Irene barusan adalah pernyataan bukan pertanyaan, tanpa persetujuan dari yang dipinjami bahu, Irene langsung saja menaruh kepalanya disana. Nafas Mino berhenti sejenak, dia kaget, jantungnya mendapat serangan secara tiba tiba seperti ini.

NOBODYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang