Mungkin Rindu

16 4 0
                                    


Malam ini, aku tengah duduk di depan jendela kamarku. Mencoba mencari hembusan angin yang hilang sejak beberapa jam yang lalu.

Kini, kau atau apa yang sedang aku tatap?

Aku sedang menatap langit dengan begitu banyak bintang yang bertebaran memenuhi angkasa. Jagat raya terlihat begitu indah bagai permata yang bersinar terang.

Satu-satunya yang redup disini adalah aku.

Aku yang menatap sendu penduduk langit, seakan aku meminta di selamatkan dari rasa sakit juga pilu. Aku terpaku menatap mereka tersebab ingin menceritakan betapa aku terluka, betapa aku ingin bebas dari semua cengkraman bayang akan dirinya, juga betapa aku ingin pulih dari semua ketidakpedulian yang terasa begitu nyata.

Saat mencintai seseorang yang bukan milik kita, terluka adalah pilihan satu-satunya yang tersisa. Saat tangan tak mampu menggapai, jemari tak mampu menggenggam, lisan tak mampu berucap, bahkan mata pun tak dapat menatap.

Mungkin Rindu,
Satu-satunya alasan kenapa mataku selalu terpejam saat menatap langit, alasan kenapa air mata terus membanjiri lubuk hati.

Aku ingin rindu yang nyata, bukan sebatas fatamorgana impian. Tak ada yang kuingini lagi, bersama denganmu saja, sudah mewakili segala isi hati.

Namun aku mengerti, bahwa yang telah berlalu pergi tidak akan pernah kembali lagi meski musim telah berganti. Yang telah berlalu pergi, tidak akan pernah kembali lagi dengan cara yang utuh.

Meski sering kali rindu ini menggerogoti jiwa dalam raga yang layu, sering kali rindu ini membolak-balikkan perasaanku, tetap saja. Rindu ini selalu bersalah di matamu.

Aku tidak lebih dari kertas kusam yang pernah kau remukkan, lalu kau buang entah kemana.

Kau ingin membuat aku hilang, dan membuatku tak tau jalan untuk kembali pulang. Sesuatu yang dulu ku anggap rumah bagiku, ternyata bukanlah akhir dari perjalananku.

Kau menutup semua pintu untukku.
Namun rindu, tetap saja membawaku tepat disini.

Aku tak tau apakah aku pernah benar-benar berarti di matamu, aku juga tak mengerti apakah aku pernah benar-benar sempat menjadi alasan atas bahagiamu.

Aku pernah sepenuh hati ingin membuat arti diriku dalam setiap harimu, melukiskan begitu banyak cerita tentang betapa bahagianya aku bersama dirimu. Akupun pernah menunjukkan kesungguhan akan perasaan yang begitu dalam ku tanamkan dalam hatiku.

Namun, dalam hari-harimu, aku tetaplah hanya penyair yang terus menuliskan ribuan kata sendu yang terlihat usang bagimu.

Jika akhirnya pada suatu saat aku di beri satu kesempatan untuk menatapmu tepat pada saat bola mata kita bertemu, aku hanya ingin bertanya satu hal,

'Apakah kau pernah merindukanku?'

***

Sebait RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang