Dia tidak mengerti bagaimana memulainya. Semua terjadi begitu saja, tidak pernah ada aturan khusus dalam hidupnya. Hanya saja, takdir khusus itu membuatnya harus terlibat dalam perjodohan gila penuh sandiwara. Matanya melihat lurus kedepan, bulu mata panjang dan lentik itu seolah menyiratkan kelegaan.
"Jadi besok kamu bisa mulai kerja. Gaji kamu satu juta empat ratus untuk empat kali masuk dalam seminggu. Itu belum termasuk tambahan gaji lembur."
Alena menganggukan kepalanya. Sambil sedikit tersenyum, gadis itu cukup percaya diri sekarang. Akhirnya ia mendapatkan pekerjaan.
"Terima kasih sekali lagi, Pak. Saya akan bekerja sebaik mungkin."
Pria itu tersenyum kemudian meninggalkan Alena sendirian. Alena menghela napasnya, kemudian melihat sisi luar jendela. Jalanan sore ini cukup sepi, tidak seperti biasanya. Akhirnya gadis itu memutuskan untuk pulang.
"Mbak Alena?"
"Iya pak."
"Ini helmnya, sesuai titik ya mbak."
Alen menganggukan kepalanya. Kemudian mulai naik ke atas motor ojek online yang baru ia pesan.
Sekitar sepuluh menit ia sampai loby Apartemen. Setelah membayar ongkos gojek, gadis itu memutuskan untuk naik ke kamarnya.
Tanda-tanda kehidupan memang belum terlihat. Seperti biasa, Rafa belum pulang. Keadaan masih gelap. Alen menghidupkan lampu, melepas sepatunya. Kemudian berjalan masuk kedalam kamarnya.
Beberapa menit berlalu, Alen keluar dengan handuk yang menutupi kepalanya. Piyama bermotif bunga sakura menempel manis di tubuhnya. Gadis itu berniat keluar untuk menuju dapur saat suara pintu depan terbuka.
Dan entah bagaimana mestinya, jantung itu seharusnya baik-baik saja. Tapi rasanya sangat berbeda. Harapan itu musnah seketika. Alen merasa keringat membanjiri keningnya. Seharusnya tidak seperti ini. Tapi tiba-tiba saja Alen merasa gugub. Seperti baru pertama kali ia akan bertemu seseorang yang ia suka.
Alen menarik napasnya, kemudian menghembuskannya perlahan. Mencoba menstabilkan degub jantung itu sebelum akhirnya muncul ke permukaan, ah maksudnya memunculkan wajah di hadapan Rafa.
Dengan langkah biasa, wajah datar. Gadis itu berjalan santai ke arah dapur. Tanpa memperdulikan Rafa yang berjalan melewatinya.
Rasanya hampir pingsan, padahal hanya sekedar lewat disebelah Rafa. Ternyata begini rasanya begini aroma parfum Rafa yang masih menjadi ciri khasnya. Semua masih tetap sama. Tubuh Alen menegang seketika, rasanya terasa berat untuk kembali melangkah maju. Gadis itu berusaha mati-matian untuk tidak berbalik dan menerkam Rafa. Alen tidak ingin kehilangan akal sehatnya. Oh astaga...
Suara cekatan pintu terdengar. Pertanda Rafa masuk kedalam kamarnya. Dan sesegera mungkin, Alen menyandarkan tubuhnya pada sisi tembok di sebelahnya. Kakinya terasa lemas, tubuhnya bergetar. Hanya dengan melihat Rafa setelah beberapa bulan lamanya sungguh mendebarkan. Ini reaksi yang berlebihan tapi beginilah adanya.
Alen memegang dadanya, jantungnya hampir copot. Rafa setampan itu meskipun pakaiannya sudah lusuh, rambutnya berantakan.
"Tenang Alen.. tenang."
Gadis itu menarik panjangnya, berusaha menetralisirkan degub jantungnya. Setelah dirasa baik, kakinya berlanjut untuk menuju dapur dan mencari sesuatu yang bisa dimakan.
"Kalau makan mie terus lama-lama keriting lambungku.." gimamnya dalam hati.
Gadis itu menekuk sudut bibirnya kebawah, mengambil gelas di dalam lemari atas. Kemudian menuangkan air putih kedalamnya. Setelah mengganjal perut dengan segelas air putih, Alen kembali masuk kedalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALENA (Here With Me)
Romance"Kita hanya sebatas dua orang yang tinggal seatap. Bukan pasangan suami istri yang saling mencintai. Kita tidak pernah lebih dari dua orang asing yang terikat dalam status pernikahan. Aku dengan duniaku. Dan kamu dengan duniamu!" Rafaell Mahendra "...