Dingin. Beku. Hening. Sudah tiga hari mereka seperti ini. Tak terkecuali yang disalahkan. Dia bahkan menjadi lebih dingin dan datar lagi. Banyak orang yang membicarakan dia diam diam seperti
'Bukannya dia ya yang membuat persahabatan hancur?'
'Iih..dia malah nyalahin sahabatnya. Padahal dia yang salah'
'Jangan mau deh temenan sama dia, nanti di khianatin lagi'
Dia? Bodoamat. Dapat pahala kan lumayan. Tapi siapa yang melakukannya. Raisya sepertinya tak pantas menyalahkan semua sahabat baru sahabatnya itu. Malah hancur yang ada. Tapi ada sebuah kertas lagi yang mengatakan
'Bukan kamu yang salah, bisa jadi orang terdekatmu adalah musuhmu sendiri! Tersenyumlah!!'
Itu bukan kertas teror. Kertas teror itu biasanya ada bercak merah dan tulisan acak acakkan. Tapi ini bercak kuning dan tulisannya sangan rapi
Mereka bahkan tidak pernah lagi tampil untuk dance. Terkadang saat makan malam mereka tidak di meja makan seperti biasanya. Ada yang di ruang tamu, di kamar, bahkan di luar.
"Hello epribadeh" ok sifat pecicilan Tasya keluar
"Diem diem aje nih tiga hari, aghu mau nanya dungs" masih hening. Taysa mengeluarkan tatapan seriusnya
"Kalian pernah dapat kertas teror kayak gini gak?" Tasya menunjukkan kertas yang ada bercak warna merah
Semuanya terkejut. Tentu saja dapat
"Hmm..kalau aku ada bercak kuning dan merah" ucap Raisya
"Kuning?" Raisya menunjukkan kertas penyemangat itu
"Tulisan nya ra-pi. Dan tidak ada ancaman disana" Maura melihat secara detail surat itu
"Ini bukan penyemangat, ini peringatan. Si pelaku menuduh kita agar Raisya semakin bersalah bukan dia. Atau saat dia menyuruh Raisya tersenyum itu..ada maksudnya" Maura mengantung ucapannya, membuat semua orang disana heran
"Senyum yang dimaksud itu untuk sekarang dan rasa sedih akan terjadi di akhir. Rai mu ada surat yang lain gak?" Raisya memberi surat yang ada tanda pisau
"Pi..pisau? Ini gimana? Kita semua kena teror dan yang paling parah itu Raisya" ucap Dhila khawatir
"Tak usah khawatirkan aku, aku sudah biasa seperti ini" ucap Raisya tersenyum dingin
"Apa maksudmu? Tentu saja kami khawatir" ucap Puty
"Tidak usah khawatirkan seorang yang kalian sebut penguntit ini, lagipun kalian bahkan tidak peduli aku mau tidur dimana tiga hari ini" Raisya memulai perdebatan
"Lupakan kejadian itu Rai!" Bentak Vania
"Cih..lupakan? Kalian tau aku sering dibicarakan oleh mahasiswa lain di kampus. Dan ku peringatkan kepada kalian Sahabat kalian itu bukan sahabat yang sebenarnya!" Ucap Raisya beranjak pergi
'Silahkan marahan dulu..tontonan ini menarik sekali..tunggu pembalasanku, seperti nya bukan dia yang ku incar. Wait for me by' ucap seseorang tersenyum misterius
🌻🌻🌻
Dhila POV
Haaah..Raisya masih marah karna kejadian waktu itu. Seharusnya yang marah kami. Kenapa jadi dia yang ngambek. Walaupun kami masih belum baik. Aku sangat bosan di apartemen itu sekarang, sangat canggung. Apalagi tidak ada lagi yang pecicilan seperti dulu. Akhirnya sudah sampai di loker, tapi. Tiba tiba nafasku tercekat, ada foto selfie Raisya dengan lumuran darah. Dan kertas lagi
'Jadilah sahabat yang baik ya..kasihan sekali dirimu padahal dia sudah memperingatkanmu, apakah dia yang akan jadi korban?🔪'
Dia siapa? Raisya? Oh tidak. Dan ini adalah pisau, seperti kertas Raisya kemaren
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Way [END]
Fanfictiontentang sahabat tentang keluarga Atau yang lain? cerita klasik tentang persahabatan, sahabat, dan air mata. Air mata kebahagiaan, karna aku tak ingin melihat seseorang menangis. Hatiku tercubit melihat seseorang menangis. Karna ini tentang persahaba...