Rahara 3

61 10 0
                                    

DOR!!!

"Sial!!" pekikku ketika gagal membidik penjahat itu. Seorang pria berpakaian serba hitam, berbaju dan bertopi hitam, bertubuh tinggi gempal, melesat pergi setelah mendengar suara tembakan dariku. "Berhenti atau kutembak!!" teriakku yang sebenarnya cukup retoris. Kalau semua penjahat langsung menyerahkan diri dengan mudahnya, tentu kami tak perlu dilatih dulu sekian bulan.

"HEYY!!!"

Pria itu meloncat, membungkuk, dan berpijak dengan begitu cekatannya. Pasti ini bukan pertama kali baginya menyambangi hutan kami dan menculik orangutan kami.

"HEYY, BERHENTI...!!!"

Terlihat di depan sana ia meloncat menuruni dataran yang agak landai, membuatku harus berpegangan pada tumbuhan-tumbuhan karena licin. Namun, sepertinya pria itu tak ragu-ragu dalam melangkah, seakan dia sudah menghafal tiap pijakan yang aman untuk kabur.

"SIAL!! AAAAH..." Aku terjerembab jatuh, bergulung beberapa kali, dan berakhir di atas tumpukan dedaunan. Kurasakan pedih menjalar dari tanganku, hingga membuat seluruh tubuhku serasa remuk. "Auh..." Benar, ada luka yang cukup lebar di tangan kananku. Namun, ini bukan waktuku untuk cengeng. Segera bangkitlah aku dan kembali mengejar pria itu.

Dan-grubrak!! Semesta membantu, aku bertubrukan dengan pria berpakaian serba hitam tadi. Dia terjelungup tak berdaya, dan segera kutindih tubuhnya, kutarik kedua tangannya ke belakang, dan kuborgol cepat. Setelah itu segera kucari ke mana senjatanya terlempar.

"Di mana? Di mana senjata itu??"

"Aaaahh...aaaahh..." Pria itu mengaduh di bawah tekanan lututku dan tak aku pedulikan.

"Mana senjatamuuu???" gertakku sungguh ingin menghajarnya saat ini, telah membuatku terluka begini.

"Se-se-senjata apa-aaahh?" rintih pria itu masih tak mau menjawab. "Kau salah orang, Nona... Aku bukan-bukan penjahat yang kau maksud. Aku-aku-"

"HUTAN!!" seru Mas Anton yang tiba-tiba datang bersama Mas Cahya. "Jadi dia ini penculik orangutan yang selama ini meresahkan kita??" Mas Anton pun segera mengambil alih pria itu dan kemudian menariknya berdiri.

"Bukan!!" seru pria itu kembali. "Aku bukan penjahat! Aku hanya mahasiswa yang sedang melakukan penelitian disertasi!"

"Cih!" Kutarik kerah jaketnya kuat sembari menahan rasa sakit di tanganku. "Jelas-jelas aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, Brengsek! Masih mau mengelak, hah??"

"K-kau baik-baik saja, Hutan?" tanya Mas Cahya bergidik melihat ke arah tanganku. Dan-"Aaah..." Kubalikkan tanganku dan seketika sadar bahwa darah segar yang mengalir dari sana sungguh terlihat menyeramkan.

"Se-sepertinya kau perlu mendapat jahitan."

HUTAN & CAKRAWALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang