Angkasa 2

18 6 0
                                    

"Jadi-apa yang akan kita lakukan pada gadis itu, Cakra?" Brian mengangsurkan sekaleng cola padaku, dan kubuka minuman itu darinya. "Lucas? Bagaimana kabarnya?" tanyaku mengalihkan topik.

"Dia sudah minta maaf setelah dihajar habis-habisan," sahut Melina tiba-tiba muncul dari balik pintu. "Sepertinya ayahnya buat masalah lagi sehingga ia menggila. Maafkan dia kali ini, Cakra. Kondisinya sangat buruk. Dia sudah mendapat pelajaran."

"Aku tahu, Mel," sahutku kemudian menghela nafas, "tapi kita lihat beberapa hari lagi. Aku tak mau ada ranjau dalam tim kita. Kalau dia masih tak stabil, kita keluarkan saja dia dari misi selanjutnya."

"Baiklah," jawab gadis itu cepat, "Lalu-bagaimana dengan gadis cantik itu? Sepertinya dia tak mau bergabung. Atau kita bunuh saja?"

"Melinaaaa, kumohon jangan bercanda....!!" Pekikku, membuat dua orang itu seketika menatap aneh padaku. "Aku tahu aku tahu, Boss. Maaf bercandaanku berlebihan," serunya kemudian terkekeh pelan, tak menyangka kalau aku sedang mudah tersinggung.

"Jadi- kau sungguh menyukainya?" Brian kembali menyudutkanku dengan pertanyaannya. "Tidak, iya, tidak. Entahlaaah, Brian... Aku tak tahu!" seruku sungguh ingin meledak. "Kumohon, kumohon. Aku lelah hari ini. Jangan tanyakan hal berat kepadaku, bisakah?"

Namun sepertinya ekspresi frustasiku justru menghibur mereka berdua, dan tertawa. "Hahahahaha! Kau sedikit plin-plan sejak bertemu dengannya, Cakra," sahut Melina kemudian bangkit. "Aku harap kau bisa membujuknya. Sebenarnya aku mulai menyukainya, tapi lebih baik melihatnya mati daripada kita yang mati, kan? Selamat malam..." ucapnya kemudian menghilang di balik pintu.

"Sejak awal aku sudah tak setuju kau mengajak gadis baik-baik itu kemari." Brian pun ikut melangkah pergi. "Tapi karena kau man in charge, aku berusaha mentolerir. Kumohon jangan kecewakan aku, Boss."

HUTAN & CAKRAWALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang