Malam pun akhirnya tiba. Seperti misi-misi yang lalu, kami memasuki hutan dengan berpakaian serba hitam dengan memakai ID Card palsu, dengan membawa surat izin yang sudah kami persiapkan, berjaga-jaga, jika seseorang yang menangkap-basahi kami malam itu.
James bertugas mematikan CCTV di area parkiran, di dalam gedung, maupun di dalam hutan. Jika dibutuhkan, James siap menyalakan bunyi alarm kebakaran, maupun bunyi-bunyian lain guna menjadi pengalih-perhatian. Sementara itu, Brian dan timnya sudah bersiap di dalam truk, di titik pertemuan, bertugas membawa pergi orangutan yang tertangkap dari sana. Di sisi lain, tampak Melina bersama timnya, berjaga di dekat pos keamanan, mengamati gerak-gerak penjaga maupun Polisi Hutan. Bersiap dengan kostum mereka, sekali lagi jika diperlukan.
Sedangkan aku, mulai menyelinap masuk ke dalam hutan bersama Lucas dan Hutan. Hutan membimbing kami dalam gelap, mencari lokasi sarang orangutan, sementara Lucas sudah bersiap dengan senjata biusnya. Sebenarnya senjata yang kami gunakan tak berbunyi lantang. Namun malam itu di Kalimantan, sepertinya Lucas belum memeriksa dua kali senjata yang disiapkan anak buahnya, membuat Lucas hampir membunuh anak itu, karena hampir saja merusak misi mereka.
"Tenanglah... Senjata ini tak akan menghasilkan suara," bisik Lucas padaku, ketika kami sampai di tempat pengintaian.
Aku pun mengangguk dan beralih memperhatikan Hutan yang sepertinya tampak gelisah. "Ada apa, Hutan? Kau sakit, hmm?" Gadis itu menggeleng cepat. "Aku baik-baik saja," bisiknya tanpa sadar mengigit bibir bawahnya, ini memberiku sebuah tanda besar. Maksudku— tak biasanya Hutan segelisah ini.
"Itu! Itu! Itu dia orangutannya," seru Lucas membuyarkan pikiranku, dan kembali berfokus pada sasaran kami. "Hati-hati, Lucas. Jangan bidik dia sebelum—HEYY!!" seruku terkejut ketika tiba-tiba Hutan berlari cepat menuju gelap. "Hutan kau mau kemana???"
"OH SHIT!!" Lucas buru-buru menarik senapannya dan menghubungi lewat radio. "Gadis itu kabur! Hutan kabur!" Belum sempat aku mencerna apa yang sebenarnya terjadi tiba-tiba— DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR!!!
Deru tembakan seketika memenuhi malam, semua berjalan begitu cepat, dan seketika saja aku terhuyung ke belakang, dan terjatuh di atas dedaunan. Bisa kurasakan rasa sakit menjalar dari perut, lutut dan kakiku. Darah segar menguar dari sana, dan bisa kulihat Lucas tergeletak juga di sebelahku. Matanya terpejam. Apa— dia mati?
"CAKRAAAAAAAA............" Bisa kudengar pekikan gadisku, bidadariku, dari kejauhan.
"KAU BERJANJI AKAN MENANGKAPNYA TANPA TEMBAKAN!! KAU TELAH BERJANJI!!" serunya sembari memukul-mukul pria berseragam di sebelahnya. Ia tampak ingin menghampiriku, namun mereka menahannya.
"Cakraaa............ maafkan aku................"
Bidadariku bersimpuh di tanah, dan melihatnya menangis membuatku pilu. Seharusnya aku marah, seharusnya aku kecewa, karena dia telah mengkhianatiku, mengkhianati Sequoia101, dan seluruh tim yang sudah kuanggap seperti saudara. Namun kenapa— melihatnya menangis dan mengkhawatirkanku seperti itu— membuatku lebih sedih?
KAMU SEDANG MEMBACA
HUTAN & CAKRAWALA
AdventureDengan berlatar tanah Kalimantan, cerita ini berkisah tentang seorang gadis tangguh bernama Hutan Maharani dan kecintaannya pada alam, hingga akhirnya bertemu Cakrawala, pria yang memperkenalkannya pada cinta dan dunia, namun juga memberi luka. Teri...