Part #18

2.4K 296 63
                                    

[Mohon baca perlahan, khusus part ini]

"Naruto-kun... "

Aku membuka mata secepat mungkin. Melihat wanita yang aku rindukan berada dalam dekapan ku. Wangi lavendel yang selalu aku cium ketika berada disampingnya menyeruak sangat lembut.

Ia mengedipkan mata bulat nya. Kulit putih porselen itu tampak sangat mengkilat hari ini.

"Kenapa menatapku seperti itu?" Ia memiringkan wajahnya lucu dan aku tak tahan untuk tidak mencium pipi bulatnya yang kini merona.

Ia segera mendaratkan satu telapak tangannya di pipi bekas aku cium barusan. Wajahnya syok dengan warna merah padam dan hal itu membuatku tertawa sangat lega.

Hal yang sudah lama tidak aku lakukan. Perasaan lega yang bisa membuatku tersenyum tanpa paksaan sedikitpun.

Perasaan ini, rasanya sangat hangat.

"Mouuuu!!"

Bugh.

Ia melempar satu bantal dan aku menangkapnya dengan gesit. Oh lihatlah kelakuannya yang malu-malu kucing saat ini. Aku tak kuasa untuk menangkap tubuhnya yang menjauh dari ranjang.

Kaki ku melangkah turun dari tempatku beristirahat. Lalu memeluknya dengan erat.

"Aku merindukanmu... " Ujarku dengan terkekeh bahagia.

Ia tak menjawab, tapi aku merasakan elusannya pada bahu ku lalu anggukan yang ia setujui. Aku mengeratkan pelukan ku, tak ingin kehilangan dirinya untuk kesekian kalinya.

"Kau mencintaiku kan?" Entahlah. Entah kenapa aku menanyakan pertanyaan ini pada Hinata.

Ada sesuatu yang aku ragukan. Kasihnya.

"Aku mencintai mu, Hinata. Benar-benar memujamu... Jangan pergi dari hidupku. Ini hal berlebihan tapi aku tak mampu bertahan tanpa mu. Aku hancur, Hime. Aku masih membutuhkan dan aku akan tetap membutuhkan dirimu."

Aku melepaskan pelukan ku.

Tapi,

Bukan wajah Hinata yang aku lihat. Melainkan wanita lain yang kini tinggal bersama ku. Mata emerald bulat itu... Terlalu memuakkan untuk ku.

Entah dari kapan, aku mulai membencinya.

.

.

.

Reserve Women.
Naruto Belong Masashi Kishimoto.
Part #18 (I Can't Survive)

.

.

.

Ah- aku tau...

Mimpi itu, lagi. Hinata dan Hinata.

"Kau mengigau namanya lagi, Dobe." Aku melirik sahabatku yang tengah mengetuk sendok pada gelas berisikan kopi instan. Lalu Sasuke meniupnya dan kini iris gelapnya menatapku iba.

"Kau gila tanpanya."

Aku mendesah tak bisa menyangkal dengan apa yang ia katakan. Lalu tubuhku yang berbaring diatas sofa berwarna cokelat ini kini membalik. Menampakkan punggung untuk si Uchiha brengsek yang menjadi temanku.

"Maafkan aku... " Ujarnya.

Aku tak pernah tau, apakah aku bisa memaafkannya. Karena masalah inipun tak sepenuhnya kesalahan Sasuke. Akupun turut andil dalam hal bodoh yang membuat kami menjadi tak hidup atau mungkin hanya aku.

Reserve WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang