"Apa se-penting itu, Hinata beserta keluarga nya untukmu? Dibandingkan aku yang jelas-jelas istrimu?"
Pandangan ku berkabut. Aku rasa aku sudah siap untuk kembali menangis setelah kepergian Sasuke barusan. Tapi Naruto tak kunjung memberikan jawaban.
"Jawab aku, Naruto!"
Aku melempar gelas itu, sampai suara nyaring mengisi kehampaan ruangan ini.
"Ya, dia penting begitupun kau. Kau ini kenapa, Sakura-chan? Hm? Ceritakan padaku ada apa?" Ia menyentuh bahuku lalu mengguncangnya membuat lamunan ku buyar.
"Bau tubuhmu-" Aku menggigit bibir.
Sial ini benar-benar menyesakkan. Aku tak kuasa menahan api cemburu yang akhir-akhir ini menghantam rumah tangga ku. Aku lelah terus berpura-pura baik-baik saja dihapadannya. Aku ingin ia mengerti perasaan ku.
Aku mencengkram kemeja nya dan menangis ketika sorot teduh itu kembali bersinar -menyuarakan dia khawatir dan ingin aku tenang. Tapi aku tak bisa.
"Wangi baju mu- ini parfum Hinata! Kau pikir aku bodoh?! Kau selalu meninggalkan ku. Hanya demi wanita itu!" Aku mengacung pada dinding hampa. Lalu menggigit keras-keras belahan bibir bawahku.
"Semua pakaian yang ada di mesin cuci berbau lavendel yang aku tau hanya Hinata yang terus menggunakan wangi itu tanpa henti! Tanpa kenal produk lain! Hanya Hinata!" Aku berteriak dan tubuhku luruh.
"Ini menyesakkan Naruto." Aku menutup wajahku dengan kedua tangan dan menangis sesenggukan.
Kulihat pria itu tak bergerak sama sekali. Ia mematung tak berkutik.
"Aku mengenal Hinata jauh lebih lama daripada mengenal mu, Sakura-chan." Lagi, kalimat itu yang selalu ia perjelas.
"Kau menganggap dia siapa?" Tegasku.
"Sahabat."
Aku tertawa terbahak-bahak. Sial, ini menyakitkan ketika kau bahkan tau kebohongan ada di mata nya.
"Lalu bisa kau jelaskan bau pakaian mu itu? Hahaha- bahkan ketika aku bersama Hinata, wangi tubuhnya tak pernah menempel sampai ke bajuku. Lalu kenapa kau bisa?" Aku mendongak. Melihatnya yang menatapku intens.
"Kami berpelukan. Tentu sebagai seorang keluarga." Jawabnya tenang -seolah disini aku yang tak paham dan dia lah si benar.
"Bersihkan badan mu, kau bau alkohol." Lanjutnya.
Tapi sebelum ia hendak melangkah menjauh memasuki kamar kami. Aku mencengkram kaki nya kuat-kuat bahkan ia sempat meringis menahan sakit atau amarahnya.
"Sasuke bilang kau memboking hotel dan memesan dua kursi pesawat untuk besok. Dengan Hinata hm?" Aku dapat melihat raut wajahnya yang terkejut.
Dan itu benar-benar menyiksa ku. Karena apa yang menyakitkan dari sebuah pernikahan telah terjadi.
Pengkhiatanan.
.
.
.
Reserve Women.
Naruto Belong Masashi Kishimoto.
Part #8 (Love is Blind).
.
.
Wanita manis berbadan kecil itu termangu menatap luasnya pantai dan merasakan dinginnya angin menusuk kulit putih bersih nya.
Hinata enggan pulang ke apartemen nya. Ada pikiran negatif yang harus ia enyahkan saat ini, oleh sebab itu wanita dengan pakaian tidur tipis dibalut kardigan hitam disana tak ingin melepaskan pemandangan memukau didepan gedung apartemen nya ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/218527890-288-k839728.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Reserve Woman
Fanfiction:[Naruto and Hinata Fanfiction] :[Naruto Belong Masashi Kishimoto] :[Genre: Drama, Romance, Slice of Life] :[Warning Adult Area 15+] Mungkin Hinata terlalu bodoh karena terus menyetujui permintaan Naruto. Bahkan ketika pemimpin Uzumaki Corporate ter...