21

16.6K 4.1K 575
                                    

Asira menghentikan langkah. Kini, seluruh kesadarannya telah kembali. Ia menatap tangan besar Elhasiq yang mengenggam tangannya. Lalu beralih ke ekspresi tenang lelaki itu yang menuntunnya. Seolah ini wajar. Seakan ini sangat natural.

Ia menarik tangannya, terlalu keras dan kasar. Elhasiq yang tidak menyangka gerkaan tiba-tiba Asira, tersentak, dan ikut menghentikan langkah.

"Ada apa?" tanya lelaki itu bingung. Dia sekarang menurukan standar sepeda Asira. "Sira ...."

"Ini nggak benar." Asira memeluk dirinya seperti orang yang kedinginan. Ia mengedarkan pandangan dan tahu bahwa mereka telah mencapai taman komplek. Sore yang sudah sangat tua membuat taman itu sepi. Anak-anak yang biasa bermain di sana sudah tidak terlihat lagi. "Iya kan?" Asira mencari-cari persetujuan di mata Elhasiq, tapi gagal, total. Seperti biasa, lelaki itu sangat pandai menyembunyikan perasaan.

"Apa yang kamu anggap salah?" Elhasiq maju selangkah, menipiskan jarak mereka. Namun, Asira sigap mundur. Elhasiq berbahaya, terutama ketika Asira terguncang seperti ini. "Sira ...?"

"Abang mau nikah sama Armitha kan?"

"Apa?!"

Andai lebih tenang, mungkin Asira bisa melihat keterkejutan di mata Elhasiq. "Iya. Abang mau bawa Paman buat ketemu sama orang tuanya Armitha. " Asira tertawa, sumbang dan pedih. "Selamat."

"Kamu bicara apa sebenarnya?"

"Bolu itu. Lampau hijau dari Bibi. Postingan Risty. Berbalas komen dan hari ini ... astaga, Sira ngomong apa sih?" Asira mengcak rambutnya.

"Benar, kamu sedang ngomong apa?" Elhasiq memegang pergelangan tangan Asira, lalu memaksa gadis itu berhenti mengacak rambutnya. "Kamu marah, cemburu, frustrasi dan tidak mau mengakui."

Asira memicingkan mata. Kesal mendengar tebakan Elhasiq. Takut kalau hal itu benar. "Sok tahu!" Asira tidak menahan suaranya. Toh Tidak ada orang yang akan menajdi saksi pertengkaran mereka.

"Kamu nggak capek, Sira. Jujur aku capek."

Asira terkekeh. "Sira capek. Abang kira Sira Wonder Women punya otot kawat tulang besi?"

"Itu Gatot Kaca, Sira."

Asira melotot, sama sekali tidak membutuhkan koreksi Elhasiq dalam hal ini. "Kita udahan aja."

"Memangnya kita sudah menjalin hubungan?" Elhasiq mengulum senyum melihat wajah putih Asira berubah merah jambu hingga telinga. "Ingat, kamu yang menolak mentah-mentah dan kini malah berasumsi tidak-tidak."

"Sira nggak mau sama Bang Elhas! Nggak mau pokoknya."

Elhasiq tercenung, menatap Asira seolah gadis itu adalah rumus paling rumit yang membuat kepalanya buntu. "Kenapa?"

"Abang ninggalin Sira dulu!"

Kali ini Elhasiq terperangah. Lelaki itu merentangkan tangan seolah menyerah. "Kalau kamu mau menghindar dari perasaanmu, silakan. Tapi jangan memutar balikkan fakta. Itu jahat namanya."

"Sira nggak jahat! Abang yang jahat. Abang nikah sama Faatin!"

"Lalu kamu pikir kenapa itu bisa terjadi, hah?!" Elhasiq memejamkan mata lalu membelakangi Asira. Dia tidak ingin lepas kendali, tapi malah meneriaki gadis itu. "Kita pulang saja. Aku tidak mau bertengkar."

"Nggak mau!"

"Sira ...."

"Abang ninggalin, Sira!"

Elhasiq berbalik, mengepalkan tangan di sisi tubuhnya hanya agar tidak mengguncang gadis itu. "Kapan?"

"Apa?"

Langit Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang