10. The Dishonor

1K 182 44
                                    


Mingyu meremas kuat ponsel miliknya. Menyalahkan kakak perempuannya yang membuat dirinya semakin kesal, karena pesan dari ayahnya.

"Kenapa dia sama sekali tidak menurut perkataan Ayah?! Kalau begini caranya aku yang repot sendiri. Nambah kerjaan saja!"

Mingyu mengambil tas miliknya. Ia mengabaikan suasana kelas yang memang sedang berduka. Empat dari penghuni kelasnya telah pergi untuk selamanya meninggalkan mereka.

"Kenapa bisa dia begitu bodoh jatuh hati dengan laki-laki yang lebih muda darinya?! Padahal tahun depan dia sudah berada di semester akhir."

"Sial! Kenapa juga mereka bisa kelepasan begitu! Ah!"

Jennie sialan! Jeno brengsek! batin Mingyu menyumpah serapahi kakak perempuannya dan juga laki-laki yang telah menghamilili Jennie.

Langkahnya cepat membawa menuju ruangan mahasiswa tahun pertama. Mingyu dapat melihat suasana kelas yang ramai, karena tidak ada dosen yang masuk untuk hari ini. Ya, karena berita kematian empat teman sekelasnya, semua dosen di jurusannya langsung menuju rumah duka.

"LEE JENO!" panggil Mingyu dengan berteriak dan membuat suasana kelas yang tadinya ramai seketika menjadi hening. Semua atensi tertuju kepadanya.

"KELUAR! ATAU AKAN KUTARIK PAKSA KAU SEKARANG JUGA!" Mingyu memukul keras pintu ruang kelas dan membuat mahasiswa tahun pertama menatap ke arahnya.

Mingyu benar-benar tidak bisa menahan emosinya. Ia ingin sekali meninju wajah laki-laki itu.

"KELUAR!" teriak Mingyu lagi yang sejak tadi tidak ada tanggapan dari seisi kelas.

Mata Mingyu menangkap seseorang yang tengah berjalan menuju ke arahnya. Orang yang ia kira adalah Jeno, ternyata bukan. Dia adalah Jaemin yang berjalan mendekat ke arahnya, memberikannya salam dengan membungkuk dan pergi melewatinya begitu saja.

Mingyu yang melihat Jaemin pergi dengan cepat menahannya dengan memegang pergelangan tangan Jaemin. "Tidak ada yang boleh pergi, sebelum Jeno keluar dari kelas!"

"Mau Kak Mingyu panggil terus-terusan dengan berteriak sembari memukul pintu ruang kelas hingga rusak, Jeno tidak akan keluar dari jelas. Karena, dia tidak berada di kelas saat ini."

Shit! Kenapa tidak ada yang mengatakannya! Brengsek! rutuk Mingyu dalam hatinya.

Mingyu meremas kuat pergelangan tangan Jaemin. "Kenapa kau dan yang lainnya tidak mengatakan, kalau Jeno tidak ada di kelas?!" sungut Mingyu yang memang tidak bisa menahan rasa amarahnya lagi.

"Kak Mingyu tidak bertanya. Dan lagi, seisi kelasku pada takut, karena Kakak berteriak hingga memukul pintu kelas," jawab Jaemin dengan santai. Ia bahkan tidak memperdulikan pandangan teman sekelasnya yang menatap kasihan kepadanya. Karena mereka tahu, apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Dan lihat," tunjuk Jaemin dengan dagunya. "Kak Mingyu menarik perhatian mahasiswa lain yang berlalu-lalang di depan kelas ka--"

"Brengsek! Banyak bicara!"

Satu pukulan mendarat di pipi kanan Jaemin dan membuatnya tersengkur kebelakang. Tangannya dengan cepat memegang pipinya yang terasa sakit dan rahanya terasa nyeri akibat pukulan dari Mingyu.

Jaemin yakin, luka itu akan membiru dalam waktu dekat. Matanya hanya menatap datar ke arah Mingyu. Namun, kemudian ia tersenyum.

"Kenapa kau tersenyum seperti itu? Menikmati pukulan dariku?! Mau lagi, kau?! Sial! Bagaimana bisa Rosé menyukaimu, sialan!"

Jaemin berdiri. Mengabaikan setiap umpatan yang diberikan Mingyu kepadanya.

"Lihat kebunku penuh dengan bunga."

Song & Music (Jaemin Rosé)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang