Gegara Angan-Angan, Kirana Terlambat!

302 61 58
                                    

"Kamu memang berhak bahagia. Tapi aku bukan orang yang tepat untuk membahagiakanmu. Bahkan hanya mencintaimu saja aku tidak bisa."

-Farhan Putra Wijaya



Alarm berdering. Kirana terperanjat. Ternyata sudah pukul tiga pagi. Dia mematikan jam bekernya, lalu menghela napasnya. "Alhamdulillahi rabbil 'alamin," ucapnya. Kirana terbiasa mengucapkan hamdalah sesudah bangun tidur, sebagai rasa syukur.

Kirana sengaja bangun disepertiga malam untuk melaksanakan salat tahajud. Ia ingin sekali mengajak Farhan untuk salat berjemaah.

Tetapi apakah Farhan mau diajaknya untuk bertahajud? Karena biasanya ketika Kirana mengajak, pasti Farhan selalu menolak dengan alasan masih mengantuk.

Kali ini Kirana akan mencobanya lagi. Tidak peduli jawaban apa yang nantinya akan ia dengar. Semoga saja berhasil.

Kirana turun dari tempat tidurnya, lalu menghadap ke cermin. Ia merapikan kerudung dan piama yang dikenakannya. Setelah merasa sudah rapi, langkah kakinya berjalan menuju kamar seberangnya, yaitu kamar Farhan.

Tiga ketukan pintu saja tidak cukup untuk membuat Farhan bangun dari tidurnya. Kebiasaan memang. Untuk kesekian kalinya Kirana mengetuk pintu, akhirnya terbuka juga.

Farhan masih mengucek-ngucek matanya. "Apa?" tanyanya. Farhan menguap. Segera ia menutup mulut dengan tangan kanan.

Kirana tersenyum penuh semangat. "Salat tahajud bareng yuk?" ajaknya.

Alis Farhan tertaut. "Serius mau ngajak lagi aku tahajud?" tanyanya.

Kirana mengangguk kuat-kuat. "Iya, memangnya kenapa?"

Farhan menyipitkaa matanua. "Heran aja. Memangnya gak pernah nyerah ya buat ngajak aku salat? Padahal aku sering nolak loh," ucapnya.

"Selagi masih ada kesempatan, kenapa nggak?"

Farhan mengangguk. Bola mata Farhan melirik ke sana kemari. Tangannya dilipatkan di depan dada serta ujung kaki mengetuk-ngetuk lantai. Sepertinya sedang berpikir.

Kirana berpikir, mungkin Farhan akan menolak. Keinginannya akan gagal kembali. "Kalau gak mau, gak apa-apa kok!" keluhnya.

"Aku mau, tapi salatnya munfarid aja ya? Aku belum siap jadi imam kamu," ucap Farhan.

Kirana yang tadinya tersenyum pudar, kini tersenyum lagi semakin berkembang. "Iya gak apa-apa! Yang penting waktunya berbarengan," ucapnya.

Farhan tersenyum manis. "Kirana! Baru cuman aku iya-in salat tahajud aja sudah seneng banget! Kamu memang berhak bahagia. Tetapi perasaan aku gak pernah bisa untuk kamu."

••••

Farhan duduk di kursi meja makan. Aroma roti yang baru saja matang keluar dari oven, membuat pandangan Farhan beralih kepada istrinya yang sedang menyiapkan sarapan. Kirana duduk. Disodorkannya satu piring lembaran roti kepada Farhan.

Rasa Yang SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang