Bab 22

1K 65 1
                                    

Waktu terus berputar dan hari terus berganti. Sikap Arkhai masih belum berubah pada Asahy. Jangankan berubah, melunak sedikit pun tidak. Ucapannya masih ketus, kasar, datar, dan dingin. Arkhai masih mempertahankan kata-kata tajamnya yang selalu menusuk hati gadis yang notabenenya telah berstatus sebagai istrinya.

Hari ini tepat dua bulan sejak Asahy divonis mengidap Leukemia. Keadaannya semakin buruk. Namun, lagi-lagi ia tetap menyembunyikannya dari orang-orang sekitarnya. Hanya 'Adnan yang setia datang untuk mengetahui kondisinya. Bahkan ketika Asahy sempat drop dan jatuh pingsan di kamar mandi waktu itu, 'Adnanlah yang menolongnya. Sedangkan Arkhai, ia hanya disibukkan dengan persiapannya untuk menghadapi ujian masuk ke Perguruan Tinggi Negeri, dan menemani Aira. Ia tidak peduli sedikit pun pada keadaan Asahy. Jangankan menemani Asahy atau memperhatikannya, bertanya tentang keadaannya saja tidak. Padahal ia pernah mendengar tentang kejanggalan keadaan Asahy dari sang ART.

Waktu itu Asahy sempat bertanya pada Arkhai. "Sampe kapan kamu bakalan terus ngebenci aku?" gumamnya perih.

"Sampe lo menghilang dari kehidupan gue!" balas Arkhai, datar dan tajam.

Asahy tersenyum miris mendengar ucapan suaminya itu. "Kalau itu mau kamu, kamu tenang aja. Sebentar lagi aku juga bakalan menghilang dari hidup kamu untuk selamanya. Aku cuma mau kamu ada di sisiku sampe waktu itu dateng. Apa itu pun kamu nggak bisa penuhin?" pintanya, memohon.

"Bagus kalau lo emang bakal menghilang dari hidup gue. Lebih cepet, lebih bagus!" balas Arkhai sambil berlalu meninggalkan Asahy.

"Apa kamu juga bakalan ngomong kayak gitu kalau seandainya aku bilang kalau aku bakalan mati besok?" tanya Asahy yang membuat langkah Arkhai terhenti.

"Nggak usah ngomong yang aneh-aneh, deh. Jangan lo pikir dengan lo ngomong kayak gitu, gue bakalan bersikap lembut ke elo." Arkhai kembali melanjutkan langkahnya.

Asahy tersenyum getir. Apa yang gue harepin? Tentu aja dia bakalan seneng banget kalo gue cepet-cepet menghilang dari hidupnya untuk selamanya.

Dan hari ini, Asahy sedang menunggu Arkhai di kafe yang dulu sering mereka datangi sewaktu hubungan mereka masih terjalin baik. Asahy sengaja meminta bertemu dengan Arkhai di tempat ini sebagai peringatan dua bulan mereka menikah. Walaupun biasanya hari peringatan pernikahan dilakukan ketika sudah hitungan tahun, tetapi bagi Asahy, tentu saja dirinya tidak akan pernah bisa. Maka dari itu, ia mempersiapkan hari ini. Ya, meskipun masih kurang seminggu lagi untuk tepat dua bulan usia pernikahan mereka.

Selain itu, sebenarnya malam ini Asahy juga ingin mengucapkan salam perpisahan dengan Arkhai. Ia akan mengakhiri semuanya. Ia akan pergi dari hidup Arkhai dan menghilang. Karena ia sangat tahu, ke depannya, kondisinya akan semakin parah. Ia tidak mau kondisinya diketahui orang-orang. Ia berpikir, cukup dirinya saja yang tahu dan merasakannya.

Ponsel Asahy berdering. Terpampang nama 'Adnan di layarnya. Gadis itu menerima panggilan telepon dari 'Adnan dan langsung disambut dengan pertanyaan panik. Sepertinya sekarang pria itu sedang berada di apartemen Asahy dan panik karena tidak mendapati gadis itu di sana.

"Kamu ada di mana?"

"Aku lagi nungguin Arkhai di kafe tempat aku, Aira, dan Arkhai dulu sering ngumpul. Emang kenapa, Kak?" Asahy menjawab dan kemudian balas bertanya.

"Ngapain kamu di sana?" tanya 'Adnan lagi.

"'Kan tadi udah aku bilang. Aku lagi nungguin Arkhai. Aku mau ngerayain dua bulan pernikahan kami. Sekalian salam perpisahan. Aku bakalan pergi besok," jawab Asahy terdengar santai.

"Pergi? Pergi ke mana?" lagi-lagi 'Adnan bertanya. Nada suaranya sedikit meninggi.

"Kenapa? Kakak mau ikut?" bukannya menjawab, Asahy justru bertanya sambil terkekeh.

Asa Asahy (Sudah Terbit Cetak & E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang