Keesokan paginya, Arkhai membuka mata dan mengernyit ketika mendapati dirinya berbaring di tempat tidur yang semalam Asahy tiduri. Menoleh ke sampingnya dan mendapati tubuh Asahy yang terbungkus tebal oleh selimut.
"Kapan dia pake selimut setebal itu? Perasaan gue nggak nyelimutin dia pake selimut setebal itu, deh. Apa dia ada bangun tadi malam?" gumam Arkhai dengan heran.
Laki-laki itu kemudian beranjak. Tangannya terulur ke kening Asahy. "Udah nggak demam," ia kembali bergumam. Terselip sedikit rasa lega di dadanya. Namun itu hanya sesaat. Karena setelahnya, laki-laki itu berdecih sinis.
Arkhai memilih bangkit dan pergi ke kamar mandi setelah mengambil sepasang pakaiannya dari dalam kopernya. Selesai mandi dan membereskan barang-barangnya, ia kemudian duduk di sofa. Sebenarnya dirinya sangat ingin keluar dari kamar itu meninggalkan Asahy yang masih tertidur pulas. Namun, ia tidak ingin keluarganya bertanya yang nantinya pasti akan membuatnya tersudut.
Tidak lama setelah itu, Asahy membuka matanya perlahan. Gadis itu mengerjap beberapa kali untuk menormalkan penglihatannya. Ia menoleh ke arah luar. Ia tidak tahu berapa lama ia tertidur. Yang pasti sekarang sudah terang di luar sana. Sekarang tubuhnya sudah terasa lebih baik dari semalam. Ia yakin itu berkat obat yang diberikan Dokter Alan.
"Lo udah bangun? Bagus, deh!" perkataan bernada dingin dan datar itu menjadi ucapan salam sapaan 'selamat pagi' dari orang yang baru saja kemarin sah menjadi suaminya, Arkhai.
"Pagi!" Asahy bangkit dan duduk bersandar di kepala kasur. "Semalem itu kamu, 'kan?" tanyanya pada Arkhai.
Semenjak dirinya sah dan telah berstatus menjadi istri Arkhai, Asahy bertekad untuk berbicara pada Arkhai dengan 'aku-kamu' dan meninggalkan kata 'gue-lo'.
"Gue kenapa?" tanya Arkhai.
"Kamu yang udah mindahin aku ke tempat tidur dan kamu juga yang udah ngerawat aku?" Asahy memperjelas pertanyaannya sambil mengangkat mangkuk berisi handuk kecil dan air yang sudah dingin dari atas nakas.
"Nggak usah GR. Gue ngelakuin itu juga kepaksa!" jawab Arkhai dengan ketus.
"Aku nggak GR. Aku cuma mau bilang makasih aja. Makasih karena udah mau ngerawat aku. Padahal aku tau kalau kamu itu pasti capek," ucap Asahy sambil tersenyum.
"Kalau lo tau gue capek, nggak seharusnya lo ngerepotin gue," sindiran pedas itu begitu menusuk hati Asahy. Tetapi, gadis itu tidak dapat berbuat apa-apa. Karena ia menyadari jika semalam memang kesalahannya.
Asahy memaksakan senyumnya. Walaupun ia tidak yakin senyumnya itu berhasil atau justru terlihat aneh. "Maaf, aku bener-bener minta maaf untuk itu. Tapi kamu tenang aja. Untuk seterusnya, aku janji, aku bakalan berusaha supaya nggak ngerepotin kamu lagi."
Arkhai mendengus dan memasang senyum sinis. "Buktiin! Jangan cuma bacot!"
Asahy hanya mampu tersenyum getir dan mengangguk. "Iya. Aku pasti buktiin omonganku ke kamu."
Asahy kemudian turun dari kasur dan ke kamar mandi. Membasuh wajahnya agar air mata tidak keluar dari tempatnya. Tetapi itu hanya sia-sia. Karena air mata yang tidak ia harapkan itu mengalir juga di pipinya. Asahy terisak dalam diam. Ia menekan dadanya yang terasa sakit dan sesak.
Ini baru hari pertama Arkhai bersikap kayak gitu ke gue setelah kami resmi nikah. Gimana hari-hari selanjutnya sewaktu kami tinggal bareng? Apa aku bisa kuat dan sanggup nahannya untuk seterusnya? pikirnya.
Asahy menggeleng, lalu mengusap kasar air matanya. Gue nggak boleh lemah dan ragu sekarang. Gue harus kuat. Jangan sampe ada yang ngeliat gue nangis apalagi rapuh kayak gini lagi. Asahy bertekad di dalam hati.
Asahy memutuskan untuk membersihkan tubuhnya. Setelah selesai, ia keluar dari kamar mandi dan tidak menemukan Arkhai. Gadis itu berpikir, mungkin suaminya itu sedang berkumpul bersama keluarga. Dan Asahy tidak ingin ambil pusing. Lebih baik ia cepat berpakaian.
Asahy membuka lemari dan mencari pakaiannya dari dalam koper. Tetapi, ia tidak melihat koper Arkhai. Apa dia pulang duluan ninggalin gue? Setega itukah dia ninggalin istrinya yang baru sehari bersanding sama dia? Memikirkan itu, hatinya kembali serasa ditusuk-tusuk.
Tetapi, pada dasarnya Asahy memang orang yang tidak ingin berprasangka buruk terhadap orang lain apalagi Arkhai, ia akhirnya mensugesti diri sendiri bahwa Arkhai menunggunya di lobi. Dan gadis itu dengan cepat bersiap-siap. Setelah selesai, ia bergegas turun ke lantai dasar. Benar dugaannya. Arkhai ada di sana sedang berkumpul dengan keluarga mereka.
"Pas banget kamu dateng, Dek," ucap Riri begitu Asahy sampai di dekat mereka.
"Kenapa, Mi?" tanya gadis itu sambil mengerutkan dahi.
"Kamu mau tinggal di rumah kita atau rumah Arkhai? Kalau Arkhai bilangnya terserah aja. Kalau kamu, gimana?" tanya Riri.
Asahy melirik sebentar pada Arkhai. Apa bener terserah? Apa bener gue boleh nentuin kami bakalan tinggal di mana?
Asahy meneguk ludahnya gugup. Dengan memberanikan diri, ia mengatakan, "Kalau emang terserah, boleh Adek minta apartemen? Adek mau hidup mandiri. Adek nggak mau tinggal di rumah Papi atau Papa Arkan. Adek mau ngerasain gimana rasanya ngurus suami. Boleh, 'kan?" pintanya dengan harap-harap cemas.
"Lo mau ngurusin gue? Jangan ngelawak, deh! Lo aja nggak bisa ngurus diri lo sendiri. Gimana bisa lo mau ngurusin gue?" kata Arkhai sinis.
"Arkhai, Sahy ini sekarang udah jadi istri kamu. Seharusnya kamu hargai perasaannya! Kenapa kamu kasar banget sama dia?" 'Adnan memprotes sikap dan perkataan Arkhai pada Asahy.
"Kenapa? Apa yang salah dari omongan gue barusan? Emang kenyataannya gitu, 'kan? Kenapa Kakak ngebela dia banget, sih?" amarah Arkhai seperti terpancing. "Oh, gue tau! Kakak ngebela dia, karena Kakak cinta sama dia, 'kan? Kalau gitu, kenapa nggak Kakak aja yang nikah sama dia?"
"Arkhai, udah! Kenapa kamu jadi marah-marah sama Kak 'Adnan gini? Tuduhan kamu itu nggak masuk akal!" Khaira mencoba melerai Arkhai dan 'Adnan.
"Nggak masuk akal apanya, Ma? Aku liat sendiri dua orang ini pelukan sewaktu di rumah sakit waktu itu! Kalau mereka sama-sama cinta, kenapa maksa banget nikah sama aku?" protes Arkhai.
"Ma, aku bisa jelasin. Waktu itu Sahy lagi sedih. Aku cuma mau ngehibur dia. Emang salah kalau seorang kakak ngehibur adiknya? Lagian, di sana juga ada Dokter Alan. Kalau nggak percaya, tanya aja sama Dokter Alan. Arkhai juga tau Dokter Alan ada di sana, kok," 'Adnan membela diri. Dokter Alan terlihat mengangguk, mengiyakan.
"Udahlah. Kita bahas ini nanti aja di rumah. Jangan berantem di sini. Malu diliatin banyak orang," Riri menengahi. "Dan Sahy, permintaan kamu juga kita bahas nanti." Gadis itu hanya mengangguk.
Selanjutnya mereka pergi dari sana dan pulang. Sudah diputuskan, mereka akan ke rumah Haikal dan Riri terlebih dulu untuk membahas masalah 'Adnan dan Arkhai. Serta membahas tentang apartemen permintaan Asahy.
Setelah melalui perdebatan yang cukup alot, akhirnya perundingan selesai. Permintaan Asahy dikabulkan. Mulai besok Asahy dan Arkhai akan tinggal di apartemen milik Haikal dulu. Masalah Arkhai dan 'Adnan juga selesai.
*************
Sekian untuk part ini. Jangan lupa vote, komen, dan share ya
Riau,
Publish awal,
23-7-2020
Publish ulang,
18-2-2022Salam Cinta,
Nursindahliana 💝
KAMU SEDANG MEMBACA
Asa Asahy (Sudah Terbit Cetak & E-book)
Teen FictionSemua orang yang mengenalku, akan menganggap aku sebagai gadis yang jahat dan egois. Semua itu karena aku telah merebut kekasih dari sahabatku sendiri untuk kebahagiaanku. Tapi, apakah aku salah bila aku bersikap egois dengan menginginkan kebahagian...