Tavisha datang kembali ke kediaman Mario, menghantarkan cucian pria itu. Tadinya dia bingung bagaimana cara membawa sebanyak ini, tapi tiba-tiba sebuah mobil datang menjemputnya.
"Halo Nona angkuh," sapa Mario.
"Kenapa kamu tidak berikan uang ke sopir yang menjemputku?" todong Tavisha langsung.
"Karena aku menyiapkan makan malam untukmu Nona," jawab Mario secara santai.
"Apa aku sudah menyetujui itu? Aku rasa kamu bermimpi Mario. Mana uang tagihannya, aku akan pulang." Tavisha menadahkan tangan.
"Tidak akan aku berikan sebelum kamu makan malam di rumah ini." Mario duduk di sofa, mengabaikan pelototan Tavisha. "Aku sudah memberimu pekerjaan, tidak bisakah kau berterima kasih sedikit?"
"Kata terima kasih saja aku rasa cukup."
Mario menggelengkan kepala. "Ucapan terima kasih itu palsu, aku tidak suka menerimanya."
"Mario, kenapa kamu selalu melakukan ini?" Tavisha kembali marah. Dia tidak bisa mengontrol emosi setiap kali berhadapan dengan pria itu.
"Karena kamu selalu menolakku. Cobalah untuk menerima apa yang aku minta tanpa harus dipaksa, kamu tidak akan sesulit ini."
"Jangan harap!" tegas Tavisha.
"Kamu benar-benar keras kepala."
Bik Patra datang dari arah dapur. "Tuan, makan malam sudah siap," beritahunya.
"Suruh Sella turun," perintah Mario.
"Baik, Tuan." Bik Patra melirik Tavisha sejenak, lalu pergi.
"Apa kamu benar-benar ingin menahanku di sini, Mario?" tanya Tavisha geram.
"Ya, sampai kamu makan malam di sini denganku dan putriku."
Putrinya? Dia sudah memiliki anak?
Pertanyaan di kepala Tavisha terjawab saat seorang anak perempuan berusia tujuh tahun turun dengan berlari kecil dan memanggil Mario dengan sebutan Papi.
"Sudah selesai belajarnya, sayang?" tanya Mario. Dia berlutut untuk mensejajari tinggi dengan Putrinya itu.
"Sudah dong, Pi. Sella bisa menjawab semua soalnya, pasti besok nilai Sella seratus!" jawab Sella penuh semangat.
"Pintar anak Papi," puji Mario dengan lembut.
Tavisha sedikit terpana, pemandangan ayah dan anak ini sangatlah indah. Terlihat jelas kasih sayang antar keduanya. Pertama kalinya Tavisha memberikan nilai plus untuk Mario, pria itu sangat lemah lembut, menutupi sifat pemaksa dan arogannya selama ini.
Sella menoleh ke arah Tavisha, dahinya berkerut seperti sedang berpikir. Lalu dia tersenyum lebar. "Tante ini klien-nya Papi, kan?" tanyanya dengan ramah.
Mario menoleh pada Tavisha yang nampak belum mempersiapkan jawaban, karena merasa bingung. "Benar sayang, Tante Tavisha adalah klien Papi."
Kenapa Mario berbohong? Tavisha hanya bisa tersenyum, dia tidak ingin marah-marah di depan anak kecil.
"Sella bilang kemarin, kalau Sella suka aroma wangi dari pakaian yang dicuci. Tante ini yang mencuci pakaian Sella kemarin," perjelas Mario lagi.
"Wah, Tante orangnya?!" Sella semakin antusias. "Jadi, selain Tante klien Papi, yang fotonya terus Papi pandangi dari layar laptop, Tante juga jago mencuci?"
Mario sontak terbatuk-batuk. Terlambat baginya menutup mulut Sella, putrinya itu begitu polos sampai menceritakan hal yang tidak seharusnya. Lihatlah Tavisha, sebelah alis wanita itu terangkat ke atas mempertanyakan maksud putrinya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desire
RomantizmDitinggalkan mantan istrinya karena tidak bisa memuaskan dalam hubungan seksual mereka, Mario Abimanyu ingin membuktikan bahwa Jennifer salah. Tapi, satu pertemuan dengan Tavisha, Mario tahu, dia adalah wanita yang Mario butuhkan. *** Saat ditinggal...
Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi